TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kiprah Kesemat, Para Milenial Perawat Mangrove di Pesisir Pantura Jawa

Berdayakan warga sambil penelitian dan praktik kuliah

Anggota dan sukarelawan Kesemat melakukan aktivitas di area konservasi mangrove di Semarang dan Jepara. (dok. Kesemat)

Semarang, IDN Times - Daerah di pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa terancam tenggelam pada masa mendatang karena kerusakan lingkungan. Abrasi, banjir rob, dan alih fungsi lahan yang cukup masif menjadi penyebabnya. 

1. Kesemat berdiri karena kekhawatiran wilayah pesisir yang kena abrasi

IDN Times/Wayan Antara

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, akibat abrasi yang terjadi selama lima tahun terakhir lahan seluas 8.023 hektar tenggelam. Kondisi itu menggerakkan masyarakat, khususnya generasi muda untuk aktif dan terlibat menjaga lingkungan.

Salah satunya dilakukan oleh Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur (Kesemat). Organisasi mahasiswa yang bernaung di Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu turut berpartisipasi dalam konservasi dan restorasi mangrove.

Hal itu bermula pada tahun 2001, sekelompok mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan yang sedang praktik kuliah dan melakukan penelitian tersebut melihat kawasan Telur Awur semakin hari semakin terkikis oleh abrasi. Kekhawatiran tersebut mendorong mereka mendirikan Kesemat yang fokus pada bidang konservasi, penelitian, pendidikan, kampanye, dokumentasi mangrove untuk masa depan.

Baca Juga: 4 Cara The Body Shop Selamatkan Sampah Kemasan Produk Kecantikan

2. Jepara dan Semarang jadi wilayah konservasi mangrove yang dirawat Kesemat

Anggota dan sukarelawan Kesemat melakukan aktivitas di area konservasi mangrove di Semarang dan Jepara. (dok. Kesemat)

Selama berjalan 20 tahun, ada dua area konservasi mangrove yang dirawat oleh Kesemat antara lain di Teluk Awur Kabupaten Jepara yang di sana juga berdiri Mangrove Education Center of Kesemat. Kemudian, Semarang Mangrove Center yang memiliki dua lokasi konservasi, yaitu di Mangkang Wetan dan Mangunharjo Tugu Kota Semarang.

Kondisi area antara di Jepara dan Semarang berbeda. Apabila di Jepara untuk edukasi sehingga mempunya keanekaragaman mangrove mencapai 30 spesies. Sedangkan, di Semarang kawasan konservasi berdampingan dengan permukiman warga sehingga spesies mangrove yang ditanam terbatas.

Presiden Kesemat, Ghifar Naufal Aslam mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki area mangrove terluas di dunia. Luasnya mencapai 3,2 juta hektar atau 23 persen dari total luasan mangrove di dunia. Namun, seiring waktu tingkat kehilangan dan degradasi ekosistem juga sangat tinggi baik itu oleh alam maupun ulah manusia.

3. Alih fungsi lahan jadi kendala penanaman mangrove

Anggota dan sukarelawan Kesemat melakukan aktivitas di area konservasi mangrove di Semarang dan Jepara. (dok. Kesemat)

‘’Maka itu, kami di Semarang terus berupaya untuk merehabilitasi dan merestorasi mangrove agar dampak kerusakan lingkungan tidak terus meluas. Namun, upaya itu belum bisa maksimal karena banyak kepentingan,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (17/9/2021).

Alih fungsi lahan disebut sebagai masalah dan menjadi kendala Kesemat dalam melestarikan mangrove di kawasan pesisir Pantura Jawa. Banyak lahan yang dikuasai pemodal atau perusahaan, sehingga ketika mereka ingin melakukan penanaman tidak bisa berjalan sesuai rencana.

‘’Misalnya, kami punya rencana mau menanam mangrove di lokasi A dan B, tapi setelah kami survei ternyata dalam satu atau dua tahun di sana akan dibangun proyek. Tentu ini jadi kendala dan kami memilih mengurungkan niat, daripada kami memaksa menanam tapi mangrovenya tidak tumbuh dan digusur untuk pembangunan proyek,’’ tutur mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan semester 5 itu.

Sehingga, saat hendak melakukan penanaman Kesemat lebih dahulu melakukan survei lapangan seperti mengecek perairan dan pH. Kemudian, yang paling penting mencari tahu apakah ke depan lokasi tersebut akan ada pembangunan proyek atau tidak yang menyebabkan area mangrove digusur.

‘’Yang sering kami alami dalam upaya konservasi mangrove adalah alih fungsi lahan. Seperti di area konservasi kami di Mangkang Wetan, sebanyak 1.000 mangrove yang sudah kami tanam terdampak normalisasi Sungai Beringin dan di Mangunharjo ada alih fungsi lahan digunakan untuk tambak ikan, udang, dan kepiting,’’ kata Ghifar.

4. Kesemat juga berdayakan warga di kawasan pesisir Pantura Jawa

Produk dari bahan mangrove buatan warga binaan Kesemat di kawasan pesisir Pantura Jawa. (dok. Kesemat)

Hingga kini Kesemat yang memiliki 28 anggota aktif sudah menanam mangrove di area seluas 3 hektar di Teluk Awur Jepara. Sedangkan, di Semarang sendiri 700 ribu bibit mangrove sudah ditanam di area seluas satu hektar.

Kendati demikian, tidak berhenti pada penanaman, penyelamatan lingkungan melalui pelestarian mangrove juga berkelanjutan pada pemberdayaan masyarakat di lingkungan konservasi. Kini Kesemat memiliki warga binaan di dua lokasi di Kota Semarang. Upaya ini untuk menaikkan taraf hidup masyarakat pesisir Pantura Jawa.

Ghifar menjelaskan, seperti di Mangkang Wetan pihaknya mendampingi kelompok warga pengolah kopi mangrove bernama Arjuna Berdikari. Sedangkan di Mangunharjo, mendampingi warga melalui kelompok Srikandi Pantura membuat aneka makanan olahan dan batik pewarna alam dari mangrove.

‘’Alasan kami melakukan ini karena edukasi kepada warga pesisir yang dekat dengan konservasi mangrove tidak bisa sekadar bilang ‘Jangan menebang mangrove, nanti banjir atau abrasi’. Kami harus bisa melibatkan mereka untuk mengelola area mangrove ini bersama-sama dan dari segi ekonomi mereka juga bisa mendapatkan keuntungannya, yakni menaikkan taraf hidup warga di sana,’’ jelas lelaki asal Grobogan itu.

Baca Juga: Awalnya Dicurigai, Kisah Elisabeth Philip Bangkitkan Ekonomi Warga

Berita Terkini Lainnya