TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Singgung UU Omnibuslaw, Apindo Semarang Tolak Usulan UMK 7,95 Persen

Usulan pengusaha UMK hanya naik 4,31 persen

Ilustrasi demo buruh. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Semarang, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang menolak usulan upah minimum kota (UMK) tahun 2023 yang disepakati Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Semarang dan serikat pekerja yang naik sebesar 7,95 persen.

Para pengusaha menilai Permenaker No 18 tahun 2022 yang dipakai untuk menentukan UMK tahun 2023 itu tidak sah karena bertentangan dengan Undang-Undang Omnibuslaw atau Cipta Kerja.

Baca Juga: UMK Kota Semarang Diusulkan Naik 7,95 Persen 

1. Apindo usulkan UMK berdasarkan PP No 36 tahun 2021

Ilustrasi upah. (Pixabay.com)

Sekretaris Apindo Kota Semarang, Nugroho Aprianto mengatakan, untuk UMK Kota Semarang tahun 2023 pihaknya mengusulkan hanya naik 4,31 persen dari tahun 2022.

‘’Saat ini serikat pekerja dan pemerintah mengusulkan kenaikan UMK berdasarkan Permenaker No 18 tahun 2022. Padahal itu tidak sah karena bertentangan dengan aturan undang-undang yang ada,’’ ungkapnya saat dikonfirmasi, Rabu (30/11/2022).

Dalam penentuan usulan UMK Kota Semarang tahun 2023, Apindo berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021. Maka itu, Apindo menolak Permenaker No 18 tahun 2022 karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi seperti UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan juga surat keputusan Mahkamah Agung No 91 Tahun 2020.

2. Pengusaha kesulitan hitung satuan upah yang harus dikeluarkan

Ilustrasi demo buruh (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)

‘’Intinya, Keputusan Mahkamah Agung itu mengamanatkan tidak boleh ada kebijakan sebelum perubahan UU Cipta Kerja tuntas. Namun, malah lahir Permenaker No 18 tahun 2022 yang mengubah formula penghitungan UMK dan itu membuat pengusaha kesulitan menghitung satuan upah yang harus dikeluarkan,’’ jelas Nugroho.

Dalam penghitungan berdasarkan Permenaker No 18 tahun 2022 ada poin Alpha yang menjadi faktor penghitungannya menjadi sangat tidak pasti.

“Nah, alphanya ini yang angkanya saja di BPS tidak ada. Alpha sendiri terdiri dari faktor produktivitas dan kesempatan kerja yang di BPS tidak ada. Namun, Permenaker menentukan alpha-nya dari 0,1 sampai dengan 0,30. Dan di situ ada batas tidak boleh lebih dari 10 persen untuk kenaikannya. Jadi jelas itu bertentangan dengan PP No 36 tahun 2021,” katanya.

Baca Juga: Disnaker Semarang Pakai Aturan Permenaker No 18 untuk Tetapkan UMK    

Berita Terkini Lainnya