TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

IDI Jateng Temukan Praktik Sunat Perempuan Dilakukan Secara Simbolis

KUPI 2 diminta kerjasama dengan tokoh agama

unix2.com

Jepara, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah menyatakan, praktik khitan atau sunat pada anak perempuan saat ini menjadi persoalan budaya yang masih dilakukan sebagian kalangan masyarakat. 

Baca Juga: Mengenal Sunat Perempuan dari Sisi Medis, Apakah Berbahaya?

1. IDI tidak pernah mengurusi praktik sunat perempuan

Ketua IDI Jateng dr Djoko Handojo menunjukan contoh foto pasien cacar monyet yang ditemukan di Afrika. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Menurut Ketua IDI Jateng, dr Djoko Handojo, praktik sunat perempuan tidak pernah sekalipun tercatat secara medis bahkan Dinas Kesehatan (Dinkes) tidak pernah mendata secara resmi. 

"Pendataan tidak pernah dilakukan IDI yang berkaitan dengan sunat perempuan karena kita tidak melihat urgensinya dimana. Malahan Dinkes juga gak pernah tuh mencatat datanya. Yang kita lakukan selama ini ya mendata jumlah khitan bagi laki-laki karena faktor medisnya memang ada terutama untuk membersihkan kotoran pada organ vital," kata Djoko kepada IDN Times via telepon, Jumat (25/11/2022).

2. Praktik sunat perempuan masih ada dilakukan secara simbolis

Unsplash.com/Aditya Romansa

Di Indonesia, ia mengeklaim, kalangan mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Kedokteran juga tak pernah diajarkan untuk membahas sistem sunat perempuan. Namun, dari sejumlah penelusuran yang dilakukan pengurus IDI di masing-masing daerah, ia tak menampik bahwa masih ada praktik sunat perempuan yang terjadi saat ini. 

"Kalau selama ini beberapa orang yang bilang ke saya bahwa ada sunat perempuan. Ini kelihatannya jadi persoalan budaya. Kadang-kadang yang terjadi tidak seperti laki-laki yang dipotong, tapi hanya secara simbolis atau formalitas saja. Selama ini yang saya lihat ya," sambungnya. 

3. IDI pertanyaan urgensi sunat perempuan

Ilustrasi perempuan sedang sedih (pexels.com/pixabay)

Ia mengatakan sunat perempuan juga tidak dilakukan seperti orang disunat pada umumnya tapi sistemnya dilakukan secara simbolis.

Dirinya sendiri sering mempertanyakan kenapa seorang anak perempuan yang baru lahir masih ada yang harus menjalani praktik sunat perempuan. 

"Saya juga bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan khitan perempuan, apanya yang akan dikhitan. Kalau itu dilakukan apa sih keuntungannya, nah kalau itu tidak dilakukan apa sih kerugiannya," ungkapnya. 

4. Kalau menimbulkan luka pasti menyebarkan kuman

ilustrasi perempuan dengan abses Bartholin (medimetry.com)

Lebih jauh lagi, ia mengingatkan kepada paramedis maupun pihak terkait agar tidak sembarangan melakukan tindakan yang menimbulkan luka pada organ vital anak perempuan. Sebab, kalau sampai menimbulkan luka maka bisa memicu sebaran kuman apalagi tidak dilakukan perawatan luka dengan baik. 

"Perlu kehati-hatian yang ekstra karena kalau menimbulkan luka pasti bisa menyebarkan kuman, terutama kalau tidak ada perawatan luka yang baik," cetusnya. 

Baca Juga: Perkawinan Anak Merebak, Begini Tindakan Para Ulama Perempuan di Indonesia

Berita Terkini Lainnya