TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Insentif Gak Dibayarkan, RS Wongsonegoro Dilaporkan ke Ombudsman, Begini Kata Dirut

Nakesnya dianggap tidak tahu informasi

ilustrasi nakes kelelahan setelah memberikan pelayanan pasien positif COVID-19 (IDN Times/Ervan)

Semarang, IDN Times - Pihak RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang bereaksi atas tindakan seorang tenaga kesehatan (nakes) yang melaporkan rumah sakit tersebut ke Ombudsman berkaitan dengan kasus pencairan dana insentif untuk penanganan COVID-19.

Baca Juga: RSUD Wongsonegoro Semarang Jemput Pasien COVID-19 ke Kudus

1. Insentif dicairkan langsung oleh Kementerian Kesehatan

Pelayanan tes swab bagi para tenaga kesehatan di RSUD Caruban, Kabupaten Madiun. Dok.IDN Times/Humas RSUD Caruban.

Direktur Utama RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang, Susi Herawati mengatakan, masalah tersebut muncul karena ketidaktahuan dari nakes yang bersangkutan mengenai aturan penyaluran dana insentif untuk penanganan pasien COVID-19. 

"Yang disampaikan bahwa rumah sakit dan wali kota tidak mencairkan insentif itu tidak benar. Karena yang mencairkan itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) langsung ke rekening bersangkutan. Bukan melalui pihak rumah sakit. Jadi kalau dibilang bahwa kami tidak mencairkan berarti fitnah," kata Susi saat dikonfirmasi IDN Times, Rabu (18/1/2023). 

2. RSUD Wongsonegoro sebatas usulkan nakes yang diberi insentif

Manajemen PSIS Semarang menemui dokter tim dan dokter gizi di RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang. (dok. PSIS)

Susi menjelaskan, nakes tersebut salah kaprah jika menuduh rumah sakitnya tidak mencairkan dana insentif. Sebab, setahunya pencairan dana insentif COVID-19 untuk nakes harus melalui berbagai ketentuan yang diberlakukan Kemenkes. 

Ketentuan yang dimaksud Susi mulai dari kriteria penanganan pasien COVID-19, jumlah pasien COVID-19 yang ditangani di tiap bangsal serta masa kerja masing-masing nakes. 

"Kan sudah ketentuan yang berlaku. Termasuk besaran dana insentif yang dicairkan harus dilihat berapa besar penanganan untuk COVID-19, berapa banyak pasiennya, jam kerjanya dan masih banyak lagi. Kami hanya mengusulkan. Yang memverifikasi dari Kemenkes," ujar Susi. 

3. Ada 700 nakes dan 120 dokter yang menangani pasien COVID-19 di RS Wongsonegoro

Ilustrasi Tenaga Medis (ANTARA FOTO/REUTERS/Loren Elliott)

Lebih lanjut lagi, Susi menyatakan, mengenai kenapa nakes tersebut tidak memperoleh dana insentif COVID-19, dirinya tidak tahu menahu.

"Tidak tahu per nakesnya dapatnya berapa. Tapi semua yang merawat pasien COVID-19 dapat (insentif). Saya gak hafal. Karena semua dari Kemenkes dikirim ke nakes," jelasnya. 

Menurutnya jumlah pegawai di RSUD Wongsonegoro ada 1.537 orang. Dari jumlah itu, jumlah nakes terutama perawat lebih dari 700 orang, dokter sebanyak 120 orang dan sisanya pegawai umum dan staf. 

4. Diputus kontrak karena tidak lolos tes

Perawat ICU RSPP Modular Simprug, Novi Citra Lenggana (Dok. Humas RSPP)

Jika ditilik dari riwayat pekerjaannya, katanya, nakes yang melapor ke Ombudsman merupakan perawat yang bekerja di rumah sakitnya selama dua tahun. Susi menegaskan bahwa ia merupakan pegawai kontrak yang mulai bekerja tahun 2020. 

"Kerjanya mulai 2020. Sejak tahun 2020 per tahunnya dia diwajibkan memperbaiki kontrak kerjanya. Nah, pas tahun 2022 kemarin kontraknya habis karena dalam proses tes kembali dilakukan, dia tidak memenuhi persyaratan," bebernya. 

5. Insentif yang belum dibayar mencapai Rp7,5 juta

Ilustrasi para perawat pasien COVID-19 sedang bertugas di RS Dr Kariadi Semarang. Dok. IDN Times

Di lain pihak, tim kuasa hukum LBH Semarang telah memproses laporan nakes tersebut ke Ombudsman Jawa Tengah atas dugaan maladministrasi. Menurut pendamping bantuan hukum dari LBH Semarang, Muhammad Safali, kliennya dibebastugaskan setelah menuntut hak insentif selama menangani COVID-19. 

Safali mengungkapkan, tunggakan insentif tak dibayarkan pada periode Februari, Maret dan April 2022 dengan honor per bulan yakni Rp7,5 juta. 

Baca Juga: Efek PPKM, Pasien Isolasi COVID-19 RS Wongsonegoro Disebut Berkurang

Berita Terkini Lainnya