TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Mbah Moen, Sang Kiai Kelana yang Disegani Seantero Nusantara

Mbah Moen wafat pada usia 91 tahun

instagram.com/pppmudangawi

Rembang, IDN Times - KH Maimun Zubair telah berpulang di usia 91 tahun. Kiai kharismatik tersebut meninggal dunia saat sedang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Makkah, Arab Saudi, hari ini, Selasa (6/8).

Wafatnya Mbah Moen, sapaan akrabnya, meninggalkan duka mendalam di keluarga besar Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang. Semasa hidupnya, Mbah Moen dikenal sebagai ulama yang disegani oleh para santri dan masyarakat umum. 

Seperti dilansir dari laman gomuslim.co.id, Mbah Moen lahir di Rembang tepat saat Sumpah Pemuda didengungkan pertama kali, yakni pada 28 Oktober 1928.

Baca Juga: Mbah Moen Meninggal, Jokowi: Indonesia Sangat Kehilangan

1. Mbah Moen pertama kali menimba ilmu di Ponpes Lirboyo Kediri

instagram.com/khanwarzahid.fans

Putra bungsu dari pasangan ulama Kiai Zubair dan ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu'aib ini dikenal sebagai ulama yang alim dan teguh memegang prinsip agama Islam. Ayahandanya merupakan sosok terpandang karena menjadi murid Syaikh Sa'id Al-Yamani dan Syaikh Hasan Al-Yamani Al-Makky.

Sekitar tahun 1945, beliau memulai pendidikannya di Pondok Lirboyo Kediri, di bawah bimbingan KH Abdul Karim alias Mbah Manaf. Dari sinilah, ia berkelana menimba ilmu agama dari ulama ke ulama lainnya. Tercatat, Mbah Moen juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.

2. Menginjak dewasa, Mbah Moen memutuskan hijrah ke Makkah. Di Tanah suci Mbah Moen bermukim selama dua tahun

Pixabay

Kemudian tepat saat berusia 21 tahun, Mbah Moen melanjutkan pendidikan agamanya ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanannya ke Makkah direstui kakeknya, KH Ahmad bin Syu'aib. 

Di sana lah, Mbah Moen menerima ilmu dari sekian banyak ulama terkemuka. Mulai Sayyid 'Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, dan Syaikh Yasin bin Isa Al-Fadani, Syekh Abdul Qodir Al-Mandaly dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Mbah Moen Meninggal Dunia Selasa Subuh di Tanah Suci

3. Mbah Moen dikenal sebagai kiai yang senang berkelana di Pulau Jawa

IDN Times/Denisa Tristianty

Saat di Makkah, Mbah Moen berkawan dekat dengan Kiai Sahal Mahfudh. Keduanya dikenal sering berkelana ke berbagai ponpes di Tanah Jawa. Dua tahun berada di Tanah Suci Makkah, Mbah Moen memutuskan balik ke kampung halamannya.

Tujuannya tak lain untuk meluangkan waktu untuk mengaji bersama ulama di Jawa. Termasuk dengan Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. 

4. Mbah Moen sempat menulis kitab yang jadi rujukan para santri hingga sekarang

Pixabay/Afshad

Dalam perjalanannya, Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri yang berjudul Al-Ulama Al-Mujaddidun.

Pondok Pesantren Al Anwar Sarang bisa dibilang salah satu tempatnya dalam memperjuangkan penyebaran ilmu agama Islam. Dibangun pada 1965 silam, pondok tersebut berada di Karangsangu Sarang, Rembang.

Baca Juga: Momen Pembicaraan Terakhir Megawati Sebelum Mbah Moen ke Makkah

Berita Terkini Lainnya