TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

LBH Apik Apresiasi Trauma Healing Polda Jateng untuk Kasus Kekerasan Seksual

LBH Apik respon positif tindakan Polda Jateng

Lukisan anti kekerasan seksual di Kota Lama Semarang. Dok Humas LBH Apik Semarang

Semarang, IDN Times - Sejumlah langkah Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diapresiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik) Semarang. Polda Jateng dianggap telah menangani secara progresif.

Sejumlah langkah progresif tersebut di antaranya proses hukum terhadap pelakunya secara tegas dan proporsional, memfasilitasi hak restitusi korban hingga pemulihan psikologis lewat tim trauma healing yang dimiliki Polda Jawa Tengah.  

Baca Juga: Peringatan Keras! Kapolda Jateng Ancam Copot Kapolres yang Bekingi Judi

1. LBH Apik tegaskan kasus kekerasan seksual gak bisa didamaikan

Direktur LBH Apik Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko saat berpose di salah satu ruangan kerjanya. (IDN Times/bt)

Direktur LBH Apik Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko mengatakan, menurut catatan tahunan pihaknya, selama bekerja sama dengan Polda Jawa Tengah ketika pihaknya menjadi pendamping atau kuasa hukum korban kekerasan perempuan dan anak, khususnya konteks kekerasan seksual, pihaknya belum pernah mendapatkan tawaran mediasi dalam penyelesaiannya.  

“Itu sesuai mandat Undang-Undang nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), di mana kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan secara damai,” katanya, Minggu (29/1/2023). 

2. Penanganan kasus kekerasan yang menimpa wanita di Brebes cukup bagus

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Langkah progresif yang dimaksud Ayu yakni penyidik memberi informasi kepada korban terkait hak-hak mereka, termasuk mengajukan hak restitusi alias ganti kerugian bagi korban. Salah satunya terjadi di Kendal, di tahun 2020.

Ayu menyebut itu putusan pengadilan di Jawa Tengah pertama kali yang di dalamnya ada hak restitusi kepada korban. Kemudian hal serupa disusul di Wonosobo pada tahun 2021, sebagai putusan pengadilan kedua yang tercantum hak restitusi di dalamnya.

Teranyar, langkah progresif yang dilakukan Polda Jawa Tengah di bawah nakhoda Irjen Pol Ahmad Luthfi adalah kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan bawah umur di Brebes akhir Desember 2022 lalu. Kasus itu sempat dimediasi oleh pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sana, namun kemudian Kapolda Jawa Tengah memerintahkan untuk diproses hukum. 

Akhirnya, para pelakunya ditangkap dan diproses hukum lebih lanjut. Penyidikan juga tetap memperhatikan hak-hak korban, memihak kepadanya pada konteks perlindungan, termasuk pula di antara pelakunya yang masih bawah umur juga diperlakukan sesuai mandat undang-undang.

3. LBH Apik sudah bermitra dengan Polda Jateng sejak 2016

Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi bersama Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy saat memberikan pernyataan kepada awak media. (Dok Humas Polda Jateng)

LBH Apik Semarang pada konteks kerjasama dengan Polda Jawa Tengah sudah berlangsung sejak tahun 2016 lalu, secara intens. Pihak Polda Jawa Tengah melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak. Selain itu, turut di dalamnya terlibat di antaranya pihak Rumah Sakit Bhayangkara Semarang hingga Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak setempat. 

“Trauma healing yang dilakukan tim Polda Jawa Tengah kami juga sangat mengapresiasi. Ini amat diperlukan, sebab korban (perempuan dan anak, khususnya kekerasan seksual) rentan menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak ditangani dengan baik. Rentan menjadi pelaku bisa jadi karena ketidaktahuannya tentang apa yang dialaminya. Ini dibutuhkan pendampingan dan tim trauma healing. Karena selain korban membutuhkan dampingan bantuan hukum, korban juga membutuhkan layanan untuk pemulihan psikologis,” lanjut Ayu. 

4. Tahun 2022 muncul angka kekerasan seksual tertinggi

15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan (IDN Times/Aditya Pratama)

Terkait data, Ayu menyebut pihaknya mencatat di tahun 2022 jadi tahun tertinggi terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Semakin tingginya angka itu, sebut Rara, bisa karena beberapa faktor. Di antaranya korban yang sudah berani bercerita kemudian melaporkan ke aparat penegak hukum hingga peran masyarakat luas tak terkecuali keluarga yang semakin perhatian terhadap kasus-kasus seperti itu.

Di kurun waktu itu, LBH Apik Semarang mencatat ada 82 kasus yang terjadi di Jawa Tengah.
 
Pihaknya, sebut Ayu, juga tidak setuju jika ada kasus seperti itu, antara pelaku dengan korban dirukunkan atau didamaikan, bahkan sampai dinikahkan. Jika itu terjadi, dianggap sebuah kemunduran pada konteks perlindungan hukum terhadap korban.

Baca Juga: Pecah Ban, Mobil Protokol Wagub Jateng Terguling di Tol Batang, Penumpang Selamat

Berita Terkini Lainnya