Antropolog Undip: Eksploitasi SDA Rentan Langgar Hak Masyarakat Adat 

Masyarakat adat punya hak untuk kelola tanah dan kebudayaan

Semarang, IDN Times - Masyarakat adat atau dikenal sebagai indigenous people sebagai suatu kelompok yang tinggal di satu wilayah tertentu secara turun temurun rentan terhadap eksploitasi. Apalagi, hal tersebut berhubungan dengan eksploitasi sumber daya alam (SDA) di tempat mereka tinggal selama ini.

1. Masyarakat adat rentan eksploitasi

Antropolog Undip: Eksploitasi SDA Rentan Langgar Hak Masyarakat Adat Ilustrasi dialog antara pemerintah, TNI, Polri dengan tokoh masyarakat adat. (IDN Times/Ervan )

Hal itu disampaikan Antropolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, A Khairudin saat dihubungi IDN Times, Jumat (8/4/2022). Dia mengatakan, masyarakat adat yang mempunyai satu kesamaan identitas, sistem religi dan lainnya itu di satu negara pasti memiliki masalah tertentu.

‘’Setelah diratifikasi oleh PBB dan masuk dalam hukum kita, masyarakat adat punya kewenangan serta hak untuk mengelola tanah dan kebudayaan mereka. Namun, mereka masih kerap berhadapan dengan klasik. Sebagai subyek pembangunan mereka dianggap sebagai sesuatu yang berbeda, asing, primitif, yang harus ditaklukkan. Padahal mereka kan punya kebudayaan sendiri,’’ ungkapnya.

Baca Juga: 6 Fakta Asal-usul Suku Jawa, Ternyata Keturunan China dan India

2. Negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat adat

Antropolog Undip: Eksploitasi SDA Rentan Langgar Hak Masyarakat Adat ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Masalah yang mendera masyarakat adat selama ini belum mencakup soal kapitalisme. Menurut pria yang akrab disapa Adin itu, membicarakan kapitalisme yang ujung-ujungnya kemudian mengatasnamakan demi kebaikan bersama, membuat masyarakat rentan terhadap eksploitasi.

‘’Sumber daya alam tempat mereka tinggal rentan dieksploitasi oleh pemilik modal atau negara. Seharusnya, kalau kita percaya manusia punya hak yang sama, maka negara harus menjamin itu. Bukan malah mengeksploitasi. Sebagai indigenous people mereka punya kultur spesifik, wilayah dan jumlah sebaran penduduk konkrit. Sehingga, apakah mereka layak dimusnahkan, kan tidak,’’ jelasnya yang juga sebagai Direktur Kolektif Hysteria Semarang itu.

Dari kondisi tersebut, negara harus turun tangan menjamin kesejahteraan masyarakat adat yang selama ini rawan dikriminalisasi atau rentan menjadi objek pembangunan tanpa memikirkan mereka sebagai manusia yang berpikir bebas.

‘’Walau mereka dianggap tidak rasional, masih dianggap tahayul, bagaimana pun itu hak kepercayaan mereka dan itu tidak bisa diganggu gugat. Apalagi, menghadapi tantangan modernitas dan perubahan zaman,’’ katanya.

3. Masyarakat adat punya hak atas SDA yang dikelolanya

Antropolog Undip: Eksploitasi SDA Rentan Langgar Hak Masyarakat Adat ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Dengan begitu, sudah dipastikan bahwa masyarakat adat berhak atas SDA mereka sendiri. Kehidupan mereka di daerah pedalaman menjadi hak mutlak bagi mereka.

‘’Tidak kemudian, tempat tinggal mereka di pedalaman diakui menjadi wilayah Perhutani karena masuk kawasan hutan. Padahal sudah ada masyarakat yang di situ,’’ imbuh Adin.

Keberadaan masyarakat adat sudah eksis sebelum negara hadir. Namun, yang terjadi saat ini dan memicu konflik dengan masyarakat adat adalah modern state hadir dan mengambil alih semua SDA yang dikelola masyarakat adat. Sehingga, akhirnya konflik kepentingan menjadi tinggi di sana.

Tidak hanya persoalan kewilayahan seperti kepemilikan tanah, melainkan juga adat istiadat mereka juga terandam menjadi objek dalam pembangunan.

4. Perlu saling menguatkan agar masyarakat adat lestari

Antropolog Undip: Eksploitasi SDA Rentan Langgar Hak Masyarakat Adat ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Adin menyebut, masyarakat adat juga hak yang sama dengan warga negara lainnya. Walaupun ada skema pembangunan--misalnya merugikan masyarakat adat--maka mereka harus dibujuk hingga bersedia dan tergantung dari hasil negosiasinya antarpihak yang berkepentingan.

‘’Di negara lain seperti Jepang, apabila negara memiliki kepentingan dengan masyarakat adat, harus membujuk mereka dan itu butuh waktu bertahun-tahun sampai mereka mau. Kalau di negeri ini, nggak bisa dibujuk yang datang tentara, polisi, atau aparat lainnya sehingga terjadi kriminalisasi dan melanggar nilai HAM,’’ ujarnya.

Maka, dalam kondisi sekarang ini dan sesuai visi Aliansi Adat Nusantara (AMAN), Adin menjelaskan bahwa dibutuhkan aksi atau tindakan untuk saling menguatkan satu sama lain sehingga masyarakat adat bisa lestari. Lebih dari itu, masyarakat lain perlu diajak untuk menghormati dan menghargai hak-hak mereka. Seperti memberi ruang masyarakat adat mengekspresikan ritus kebudayaan mereka sehingga dikenali dan diakui oleh masyarakat yang lebih luas.

‘’Tapi itu tentu saja harus diomongkan dengan mereka, mau atau tidak. Namun, yang penting eksistensi masyarakat adat perlu didorong juga,’’ tandasnya.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Ji Kau Meh di Semarang, Menjamu Leluhur Saat Imlek  

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya