Strategi Radio Idola Semarang Agar Lebih Asyik, Dilirik Millennial

Semarang, IDN Times - Jika menengok ke belakang pada sekitar tahun 1990-an, radio mungkin salah satu media yang paling berjasa dalam perjalanan hidup kita untuk berkomunikasi.
Pesan lagu favorit untuk diputar, kirim salam untuk sahabat, mendengarkan program cerita misteri dan mencari informasi layanan publik adalah gaya hidup yang tak terlewatkan pada masa itu. Semua bisa diakses lewat jalur udara.
1. Masih banyak radio yang alami disorientasi dengan perubahan gaya hidup masyarakat
Namun seiring waktu internet hadir, pendengar radio beralih mulai mengakses dan mengunduh lagu-lagu melalui dunia maya. Kemudian, kegiatan berkirim pesan dan silaturahmi pun tergantikan melalui media sosial pertemanan.
Begitu juga untuk mendapatkan informasi terbaru, siaran radio pun kalah dengan kecepatan media daring dan media sosial yang sekali ketik langsung menyuguhkan berita aktual. Bahkan, dewasa ini podcast dari aplikasi layanan digital sudah menggantikan program-program siaran radio yang dulu menarik khalayak pendengar.
Radio semakin jarang didengarkan, Penyiar Radio Idola FM, Nadia Ardiwinata pun mengakui, kondisi radio saat ini sangat beragam. Kalau boleh membedakan ada dua kategori, yakni ada radio yang disorientasi dengan perubahan gaya hidup sekarang dan ada yang terpukul dengan dampak pandemik COVID-19.
Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka di Semarang Segera Digelar, Ini Aturannya
2. Radio dianggap ‘makhluk aneh’ bagi pendengar milenial dan generasi Z
‘’Radio yang disorientasi ini karena mereka terkena dampak disrupsi digital. Kalau di Kota Semarang, banyak radio yang dulu pernah hits kini masih terperangkap dengan menyiarkan program-program klasik atau masa lalu. Misalnya, tembang kenangan dan kirim-kiriman salam. Kemudian, juga tidak menyadari semua sudah berubah digital. Sehingga, tidak peka bahwa zaman dan generasi pendengar sudah mengalami perubahan,’’ ungkapnya kepada IDN Times, Jumat (20/8/2021).
Kondisi itu menurut perempuan yang sudah 34 tahun menjadi penyiar radio itu, kini radio dianggap ‘makhluk aneh’ bagi pendengar milenial dan generasi Z. Mereka menganggap siaran radio tidak satu frekuensi dengan selera mereka. Sehingga, mereka memilih ke aplikasi digital seperti podcast atau streaming, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan entertainment mereka.
Kendati demikian, itu tidak berlaku bagi Radio Idola Semarang. Dalam menghadapi gelombang disrupsi digital, radio yang berada di frekuensi 92.6 FM itu sudah menyiapkan kapal untuk berlayar di era digital sejak 10 tahun lalu. Perusahaan media elektronik itu mengubah konsep dengan juga merambah ke media online. Kemudian, memposisikan diri dengan mengubah siaran yang disuguhkan dari sekadar menyajikan lagu-lagu dangdut kini lebih fokus dengan format news and talk.
3. Radio Idola merambah ke media online dalam 10 tahun terakhir
Nadia yang juga Marketing Director Radio Idola menjelaskan, pihaknya tidak boleh gagap terhadap perkembangan digital sekarang. Maka, dalam 10 tahun terakhir pihaknya berusaha menjawab kebutuhan pendengar dan klien yang beriklan di Radio Idola.
Editor’s picks
‘’Semua platform sudah kami pakai mulai beralih ke media online dengan punya website portal berita, radio streaming, podcast, sampai saluran YouTube. Jadi, sekarang nggak hanya pakai frekuensi 92.6 FM. Pengiklan pun juga mulai sadar ketika bekerja sama dengan kami tidak hanya mau dengar suara aja, tapi juga mau ada videonya,’’ jelas perempuan berusia 54 tahun itu.
Tentu, lanjut dia, peluang ini semakin kami garap dalam 3 - 5 tahun terakhir melalui radio streaming, podcast, dan YouTube. Sedangkan, sebagai radio lokal di Semarang bisa dibilang Radio Idola pioneer yang mempunyai portal berita www.radioidola.com sejak 9 tahun lalu.
Baca Juga: Semarang Level 3, Lawang Sewu Dibuka, Pengunjung Wajib Bawa Kartu Vaksin
4. Coba curi perhatian pendengar dengan inovasi digital
Upaya tersebut disadari oleh perusahaan media yang berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta, Grha Spirit 1--3 Semarang itu untuk mendapat perhatian masyarakat sebagai pendengar. Sehingga, Radio Idola berusaha memberikan apa yang tidak disajikan oleh radio lain.
‘’Kami menyadari di era disrupsi media dan zaman millennial ini yang paling mahal adalah perhatian. Maka, untuk mendapat atensi itu perlu inovasi dengan telaten di setiap siaran kami masukkan ke YouTube, kami bagikan juga ke klien,’’ tuturnya.
Dengan demikian, sekarang di studio tidak hanya ada mesin mixer dan mikrofon tapi juga ada kamera. ‘’Jadi, perubahan bagi penyiar radio kalau dulu siaran pakai baju jelek dan nggak dandan nggak masalah, kini karena ada kamera video harus tampil lebih baik. Dulu kan pendengar juga mudah tertipu tuh suaranya bagus pasti wajahnya cakep nih. Sekarang bisa kelihatan suara gimana wajah gimana. Sekarang orang juga tidak bisa berimajinasi. Sebab, karakteristik radio tidak kelihatan lagi,’’ imbuh Nadia.
5. Siaran dan diskusi interaktif di radio digeber di semua saluran digital
Adapun, program-program yang ditawarkan juga beragam mulai informasi layanan publik seperti info trafik lalu lintas hingga listrik padam yang sudah menjadi unggulan. Juga info-info terkini yang relevan dengan dunia saat ini baik di daerah maupun nasional. Selain itu, Radio Idola juga menggelar diskusi interaktif dengan mengangkat topik yang sedang hangat baik on air maupun off air.
‘’Kami punya program siaran setiap pagi namanya Good to Great, semacam variety show ada berita isu terkini, ada lagu, inspirasi, motivasi tentang self development hingga tips-tips bisnis. Ada empat narasumber yang selalu kami wawancara setiap pagi. Kemudian, sore hari kami juga ada program namanya Peer to Peer yang juga ngobrol tentang isu terkini hingga referensi buku. Semua yang kami siarkan secara on air itu juga diunggah di website Radio Idola,’’ jelasnya.
6. Hidup lebih bermakna dengan menjadi penyiar radio dari masa ke masa
Upaya tersebut merupakan bukti bahwa radio yang sudah berusia 21 tahun ini masih eksis dan tetap mempunyai nilai bagi masyarakat. Sedangkan, bagi Nadia sebagai penyiar radio yang sudah melanglang buana dari satu radio ke radio lain, pekerjaan ini tidak hanya menjadi passion tapi juga telah memaknai perjalanan hidupnya.
‘’Saya nyemplung di industri penyiaran ini sejak kuliah di Jurusan Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang. Sebab, zaman dulu bisa jadi penyiar radio itu keren dan bisa terkenal. Namun, seiring berjalannya waktu pandangan itu berubah. Secara spiritual profesi ini telah memaknai hidup saya. Dari radio saya merasa hidup menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain. Saat bertemu dan wawancara dengan orang-orang yang kisahnya menginspirasi itu tidak hanya memberikan pelajaran untuk diri saya sendiri, tapi juga bermanfaat bagi masyarakat,’’ tandas mantan penyiar Radio Radiks 99 dan Radio Lusiana itu.
Baca Juga: Inovasi Mahasiswa Semarang, Limbah Kulit Buah Jadi Pengharum Ruangan