Wakul Pustaka di Kendal, Tolak Asumsi Minat Baca Rendah di Masyarakat

Gairahkan minat baca lewat pustaka bergerak

Kendal, IDN Times - Waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB, sejumlah anak menuju ke sebuah rumah di Dusun Slamet RT 01 RW 08, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Tujuan mereka untuk mengikuti kegiatan klub baca yang diadakan Pondok Buku Ajar.

1. Heri Chandra Santoso kenalkan buku ke anak melalui klub baca

Wakul Pustaka di Kendal, Tolak Asumsi Minat Baca Rendah di MasyarakatPegiat literasi, Heri Chandra Santoso dari Dusun Slamet RT 01 RW 08, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Heri Chandra Santoso adalah sang pemandu dari kegiatan membaca secara berkelompok tersebut. Anak-anak usia SD itu kemudian dibawa ke sebuah kebun karet yang tidak jauh dari Pondok Buku Ajar. Mereka membawa sejumlah buku yang ditaruh pada wakul, lalu menggelar tikar dan mengambil sebuah buku berjudul Metamorfosa Samsa karya Franz Kafka.

‘’Adik-adik hari ini kita mau membaca buku Metamorfosa Samsa karya Franz Kafka ini ya? Saya sudah membuat salinannya untuk adik-adik. Nanti secara giliran kita baca buku ini ya?’’ tuturnya saat ditemui IDN Times, Sabtu (2/4/2022).

Setiap anak mendapat giliran untuk membaca. Setelah satu anak selesai membaca, Heri membahas paragraf demi paragraf yang telah dibaca dan menanyakan apakah mereka sudah memahaminya. Terkadang ada anak-anak yang bertanya tentang apa yang belum dimengerti mereka, seperti dari mana asal penulis novel atau dimana rumah Gregor Samsa sang tokoh utama.

Lelaki berusia 38 tahun itu pun membawa peta, mengajak mereka mencari lokasi yang mereka tanyakan tersebut. Selain itu, apabila ditemukan kata-kata asing, mereka juga mencari bersama di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

2. Dirikan Komunitas Lereng Medini untuk masyarakat mengakses bacaan

Wakul Pustaka di Kendal, Tolak Asumsi Minat Baca Rendah di MasyarakatSuasana Pondok Baca Ajar di rumah pegiat literasi Heri Chandra Santoso di Dusun Slamet RT 01 RW 08, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Sebagai pegiat literasi dari Lereng Medini--kawasan pegunungan di Boja--, ikhtiar itu sudah dilakukan Heri sejak tahun 2008. Ia mendirikan Komunitas Lereng Medini untuk memberikan ruang bagi masyarakat, khususnya anak-anak dan pelajar dalam mengakses bacaan, belajar sastra serta budaya. Ia pun juga membuka Pondok Baca Ajar di rumahnya, menggerakkan Wakul Pustaka dan menyelenggarakan kegiatan reading group atau klub baca pada anak-anak.

Heri mengatakan, aktivitas itu dilakukan untuk mengajak anak-anak membaca sejak dini melalui klub membaca. Mereka dikenalkan pada buku dan teks yang ada, salah satunya melalui format membaca bersama. Ia mengajak dan memandu anak-anak duduk melingkar berkelompok dan membaca secara bergiliran.

‘’Jadi melalui klub baca yang kami namai Anak-Anak Gregor Samsa ini kami mulai berkenalan, bermain-main dengan buku-buku dan teks yang ada. Selama membaca kalau ada yang belum paham yang sudah paham bisa menjelaskan, kalau sama-sama belum paham ya kami berdiskusi,’’ katanya.

Tak lupa ayah satu anak itu juga membawa KBBI, peta, dan ensiklopedia untuk menjelaskan kepada anak-anak tentang pengetahuan yang mereka temui di dalam buku. Sehingga, aktivitas membacanya juga sebagai pintu masuk untuk berjumpa dengan khasanah lain melalui peta, kamus atau ensiklopedia.

‘’Sedangkan, reading group ini juga memberikan berbagai manfaat kepada anak-anak, yakni memperkaya bahasa, kosa kata, hingga diksi. Kemudian, juga melatih mereka berkomunikasi satu sama lain. Apabila itu hal itu terus diasah dan terbiasa mereka bisa menjadi komunikator yang baik,’’ tuturnya.

Baca Juga: Haris Yulianto, Sineas Muda Semarang, Berlayar Saat Pandemik hingga Berlabuh di Jerman

3. Wakul Pustaka menjemput pembaca

Wakul Pustaka di Kendal, Tolak Asumsi Minat Baca Rendah di MasyarakatSuasana klub baca anak yang diinisiasi pegiat literasi Heri Chandra Santoso di Dusun Slamet RT 01 RW 08, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Selain Klub Baca Anak-Anak Gregor Samsa, Heri juga membuka akses dan mendekatkan bacaan pada masyarakat melalui Wakul Pustaka. Kegiatan pustaka bergerak tersebut berupaya untuk meningkatkan literasi di masyarakat dengan menjemput dan mendatangi pembacanya. Gerakan ini dilakukan melalui medium yang unik dan sesuai dengan kearifan lokal.

‘’Gerakan ini digagas oleh Nirwan Ahmad Arsuka dan di sejumlah daerah sudah menerapkannya. Seperti ada Kuda Pustaka di Gunung Slamet, buku ditarik kuda dibawa ke desa-desa ternyata peminatnya banyak. Noken Pustaka di Papua, noken atau tas khas Papua berisi buku dibawa keliling untuk dibaca masyarakat. Lalu, ada Motor Pustaka di Lampung, Perahu Pustaka di Makassar, dan Wakul Pustaka di Boja Kendal,’’ jelas alumni Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang itu.

Konsep Wakul Pustaka sudah berjalan sejak tahun 2017. Heri memanfaatkan wakul atau tempat nasi untuk diisi sejumlah buku dan ditaruh di sejumlah lokasi yang banyak dikunjungi orang. Misalnya, poskamling, warung makan, balai desa, warung kelontong dan lainnya di sekitar Boja Kendal. Ini merupakan terobosan baru, bahwa buku bisa digerakkan bukan hanya ditaruh di perpustakaan atau rak-rak di rumah saja.

‘’Motto kami dari Wakul Pustaka ini adalah daripada menunggu mari baca buku. Misal sembari menunggu antrean beli di warung mari mengambil buku di wakul dan dibaca. Sehingga, melalui upaya menjemput pembaca ini dan dengan menaruh buku di warung, kami ingin mengingatkan mereka kapan terakhir membaca buku. Adapun pesannya, sebelum kenyangkan perutmu ayo kenyangkan otakmu,’’ ujarnya.

4. Tolak asumsi minat baca di masyarakat rendah

Wakul Pustaka di Kendal, Tolak Asumsi Minat Baca Rendah di MasyarakatSuasana Pondok Baca Ajar di rumah pegiat literasi Heri Chandra Santoso di Dusun Slamet RT 01 RW 08, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Langkah yang dilakukan Heri Chandra Santoso juga sebagai ikkhtiar untuk menolak asumsi bahwa di Indonesia memiliki minat baca yang rendah. Menurut dia, masalah sebenarnya bukanlah minat baca yang rendah, melainkan ketidaktahuan orang-orang tentang minat dan potensi dirinya masing-masing.

‘’Setelah orang-orang tahu apa hal-hal yang jadi minatnya, maka mau tidak mereka pasti akan mencari semua informasi terkait apa yang jadi minatnya itu. Melalui informasi dalam buku itu kemudian bisa mereka gunakan untuk belajar, menambah wawasan, dan mengembangkan diri. Dan buku adalah salah satu sumber informasi ataupun alat pembelajaran yang sangat penting,’’ tegasnya.

Maka, lanjut dia, mestinya menggerakkan orang untuk membaca harus dimulai dari memahami minat, talenta, dan potensi diri masing-masing. Dan, ketika hal itu sudah ketemu, buku seolah akan menjadi karpet merah, bagi anak-anak untuk menuju cita-cita mereka.

5. Akses bacaan dan political will dari akar rumput penting untuk meningkatkan minat baca

Wakul Pustaka di Kendal, Tolak Asumsi Minat Baca Rendah di MasyarakatSuasana Pondok Baca Ajar di rumah pegiat literasi Heri Chandra Santoso di Dusun Slamet RT 01 RW 08, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Melihat kondisi di Indonesia terkait minat baca masyarakat, menurut Heri sebenarnya bukan rendah tapi ada persoalan yang membuat mereka terkondisikan tidak suka membaca dari sejak dini. Seperti, akses pada bacaan karena pendidikan di Indonesia belum memerhatikan dan mementingkan akses bahan bacaan.

‘’Kalau di kota lebih aware pada membaca itu karena orang tua anak-anak di sana mampu memberikan akses bacaan. Namun, bagaimana dengan di pelosok atau pedalaman yang tidak bisa mengakses bahan bacaan. Kemudian, faktor masalah lain political will di tingkat akar rumput. Secara kebijakan, pemerintah sudah ada berbagai program gerakan literasi sekolah tapi tidak diimbangi dari tingkat akar rumput seperti keluarga dan masyarakat,’’ jelasnya.

Sehingga, masih perlu upaya lebih karena sebenarnya anak-anak Indonesia memiliki minat baca yang baik kalau mereka memiliki akses bacaan yang memadai. Gerakan seperti klub baca dan pustaka bergerak ini merupakan tanggung jawab orang dewasa.

‘’Jangan hanya menyalahkan keadaan dan bergelut dengan minat baca yang rendah, tapi tanyakan apa yang sudah kamu lakukan kepada generasi bangsa mendatang ini agar mau membaca. Sebab, kalau tidak ada gerakan literasi apapun, minat baca Indonesia akan begini terus,’’ tandasnya.

Baca Juga: Program Literasi ASN: Upaya Menggugah PNS untuk Produktif Menulis

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya