Pencabutan HET Minyak Goreng Hanya Untungkan Pengusaha
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Pencabutan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng oleh Menteri Perdagangan M Lutfi disebut hanya menguntungkan kalangan pengusaha.
Pernyataan tersebut dikatakan oleh Abdul Wachid Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Gerindra.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng di Solo Usai Penghapusan HET, Melimpah Tapi Mahal
1. Pengusaha diuntungkan dengan pencabutan HET minyak goreng
Pencabutan HET minyak goreng tersebut menurutnya sangat merugikan masyarakat dan hanya menguntungkan pengusaha.
"Pengusaha memperoleh keuntungan besar, sementara rakyat tetap akan kesulitan mendapatkan minyak goreng yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari," katanya di Semarang, Jumat, (18/3/2022).
Pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur HET minyak goreng tersebut dianggap blunder yang fatal oleh Wachid.
2. Pengusaha disebut bakal panen besar dengan pencabutan HET
Semula pemerintah mengatur HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter dan kemasan premium Rp14.000 per liter.
Sementara dalam aturan pengganti yang tertuang dalam Permendag Nomor 11 tahun 2022, HET minyak goreng curah jadi Rp14.000 per liter dan harga kemasan premium diserahkan kepada mekanisme pasar.
"Pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 itu menunjukkan bahwa keberpihakan menteri perdagangan bukan kepada rakyat, tapi kepada pengusaha, pengusaha panen besar," ujarnya.
3. Cabut izin perusahaan yang tak mau produksi minyak goreng sesuai kebutuhan rakyat
Semestinya pemerintah, menurut Wachid mesti tegas mengambil langkah yakni memerintahkan produsen minyak sawit mentah untuk melakukan "domestic market obligation" dan "domestic price obligation" ke perusahaan minyak goreng.
"Kalau CPO-nya tidak jalan, pemerintah harus berani cabut HGU perusahaan kelapa sawit itu. Perusahaan minyak goreng juga bisa dicabut izinnya kalau tidak memproduksi minyak goreng yang sesuai kebutuhan rakyat," katanya.
Editor’s picks
4. Ada mafia minyak goreng bermain pemerintah harus segera selesaikan
Terpisah Ekonom dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Akhmad Darmawan menilai kebijakan terbaru Pemerintah terkait dengan minyak goreng hanya bersifat sementara.
Mestinya yang paling mendasar menurutnya bukan subsidi terhadap minyak goreng curah, melainkan bagaimana mengatasi keterpampatan saluran distribusi.
"Saya meyakini ada pihak-pihak, mafia minyak goreng, yang bermain. Saya yakin Pemerintah paham, tahu siapa yang 'bermain' itu, cuma kenapa ini tidak diselesaikan," kata Darmawan.
5. Jangan dijadikan alasan untuk melakukan impor
Darmawan mengaku khawatir tingginya harga minyak goreng di dalam negeri ini akan mendasari Pemerintah untuk melakukan impor minyak goreng dalam jumlah besar.
"Ujung-ujungnya dari impor ada sesuatunya. Ini 'kan menghadapi pemilu dan sebagainya. Kalau dikaitkan dengan berbagai permasalahan politik, kekuasaan, ini sangat ironis, tidak semestinya," kata Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas ini.
Kelangkaan minyak goreng terjadi saat Pemerintah mensubsidi minyak goreng kemasan diduga ada pihak-pihak yang berusaha menahan stok komoditas tersebut. Begitu harga normal kembali, baru dikeluarkan.
Begitu Pemerintah mengambil kebijakan harga minyak goreng kemasan sesuai dengan pasar dan subsidi hanya diberikan untuk minyak goreng curah, minyak goreng kemasan langsung banyak tersedia.
"Ini strategi yang bagus juga, cuma masa Pemerintah harus bermain seperti itu. Ini 'kan mengganggu anggaran Pemerintah yang tadinya tidak perlu subsidi, akhirnya subsidi, tentunya cash flow Pemerintah akan terganggu juga," katanya.
6. Harga minyak goreng diperkirakan segera turun
Darmawan memperkirakan harga minyak goreng kemasan akan segera turun dan normal kembali setelah harganya dilemparkan ke pasar. Ketika minyak goreng kemasan ditawarkan dengan harga tinggi, masyarakat akan beralih ke minyak goreng curah yang harganya jauh lebih murah karena adanya subsidi.
Kondisi tersebut akan berdampak pada melimpahnya stok minyak goreng kemasan, sesuai dengan hukum mekanisme pasar harganya akan cenderung turun dan normal kembali.
"Ini 'kan sebenarnya masalah supply and demand (penawaran dan permintaan), penimbun mau berapa lama kekuatan menimbunnya, dan Pemerintah juga berapa kekuatannya untuk memberi subsidi minyak goreng curah," kata Darmawan.
Baca Juga: Soal Minyak Goreng, Gerindra: Mendag Gak Pro Rakyat, Pengusaha Panen!