Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Buruh Perempuan Pembersih Toilet, Berjibaku dengan Kotoran, Pengen Jadi Karyawan Tetap

Ngatimah, buruh pembersih toilet di pusat perbelanjaan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Semarang, IDN Times - Perempuan bertubuh kecil berseragam warna abu-abu itu tampak sigap mengambil alat pembersih lantai lalu masuk ke bilik toilet. Dia mengeluarkan kantong plastik berisi kotoran muntahan pengunjung yang pingsan di bilik toilet tersebut lalu membuangnya. 

1. Bekerja di tempat orang biasa buang hajat

Ngatimah, buruh pembersih toilet di pusat perbelanjaan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Selanjutnya, ia membantu mengangkat pengunjung yang pingsan itu dan memindahkan ke kursi roda kemudian mengeluarkan dari toilet umum tersebut. Tidak ada rasa jijik atau panik dari wajah perempuan itu saat harus menangani masalah yang sedang terjadi di sana.

Pekerjaan itu sudah menjadi rutinitas Ngatimah, buruh pembersih toilet di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Semarang. Sudah enam tahun ia bekerja di tempat orang biasa membuang hajat itu. Mulai dari membersihkan WC, wastafel dan kadangkala juga area mal.

Bagi seorang pekerja pembersih toilet seperti Ngatimah, berjibaku dengan kotoran setiap hari tidak membuatnya jijik atau panik. Duka lain selama menjalani profesi itu adalah bertemu dengan pengunjung dengan karakter bermacam-macam.

‘’Pernah saya dituduh mengambil HP milik pengunjung. Jadi ada kejadiannya ada pengunjung yang handphone-nya ketinggalan di toilet lalu saat dia kembali handphone-nya sudah tidak ada. Dia marah-marah menuduh saya yang mengambil. Padahal, sebelum saya membersihkan bilik toilet ada pengunjung lain yang masuk. Itu bikin saya panik banget,’’ ceritanya saat ditemui IDN Times, Kamis (28/4/2022).

2. Tetap bekerja menerapkan 5S dan melayani dengan hati

Ngatimah, buruh pembersih toilet di pusat perbelanjaan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Kendati demikian, kejadian apa pun yang dijalani Ngatimah tetap harus menerapkan 5S, yaitu senyum, salam, sapa, sopan-santun dan melayani dengan hati. Sebab, perempuan berusia 37 tahun itu harus bekerja sebagai pembersih toilet untuk membantu ekonomi keluarga. Pasalnya, sang suami yang berprofesi sebagai sopir tidak mempunyai pendapat tetap.

‘’Maka, untuk menambah pemasukan keluarga ya saya harus kerja,’’ tuturnya.

Setiap hari dengan berkendara sepeda motor ia berangkat dari rumahnya yang ada di Mranggen, Demak menuju pusat perbelanjaan yang berlokasi di kawasan Simpang Lima Semarang. Dalam sehari ada dua sif, yakni mulai pukul 07.00–15.00 dan 15.00–23.00 WIB.

‘’Kalau masuk sif pagi, saya jam 06.00 sudah berangkat dari rumah. Lalu, jam 07.00 sudah mulai bekerja membersihkan area mal kemudian berjaga di toilet dan membersihkan bilik-biliknya tiap setelah pengunjung menggunakannya,’’ kata ibu dua anak itu.

3. Terima gaji UMK tanpa tunjangan

Ngatimah, buruh pembersih toilet di pusat perbelanjaan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Dari pekerjaannya itu, Ngatimah menerima gaji sebesar nilai upah minimum kota (UMK) Semarang, yakni Rp2.835.000. Upah tersebut dibayar penuh jika ia bekerja selama 26 hari tanpa henti. Namun, jika ia tidak bekerja secara penuh, siap-siap akan ada pengurangan upah.

Ngatimah juga tidak menerima tunjangan lain selain gaji tersebut. Adapun, ia baru mendapatkan tambahan penghasilan jika ada temannya yang libur atau izin, sehingga uang lemburannya masuk ke kantong Ngatimah. Tentu dengan perhitungan seperti itu sangat sulit baginya untuk izin tidak masuk kerja.

Meski demikian, upaya Ngatimah untuk setia dengan pekerjaannya demi mendapat upah penuh per bulan itu harus pupus ketika pandemik COVID-19 melanda. Berbagai aturan seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sempat mengharuskan pusat perbelanjaan tutup berdampak pada pemasukannya.

‘’Jadi, karena pandemik dan PPKM ada kebijakan dari perusahaan bahwa kami harus sehari masuk sehari libur. Itu tentu berdampak pada upah yang saya terima, karena per bulan saya hanya menerima separuh gaji. Pandemik pun juga berimbas pada suami saya, ia menjadi tidak punya pekerjaan karena ada pembatasan sosial. Ya, akhirnya pemasukan untuk keluarga yang cuma dari saya harus dicukup-cukupkan,’’ jelasnya.

4. Masih jadi karyawan outsourcing

Ngatimah, buruh pembersih toilet di pusat perbelanjaan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Kini, seiring dengan melandainya kasus COVID-19, Ngatimah senang karena bisa bekerja secara penuh dalam sebulan. Hanya saja, ia masih memiliki cita-cita ingin menjadi karyawan tetap dari perusahaan pihak ketiga mal yang mempekerjakannya.

‘’Selama enam tahun bekerja hingga sekarang status saya masih sebagai pekerja outsourcing (alih daya) dari perusahaan pihak ketiga mal. Setiap tahun saya masih harus memperbaharui kontrak dengan perusahaan yang mempekerjakan saya,’’ ujarnya.

Dengan segala lika-liku yang dihadapi, Ngatimah bersyukur karena masih bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi, saat Lebaran 2022, ia juga sudah mendapat tunjangan hari raya (THR).

‘’Senang, bisa buat Lebaran sama keluarga. Ya, walaupun nanti pas Lebaran cuma libur sehari kemudian tetap masuk seperti biasa, tapi saya bahagia masih bisa berkumpul dengan orangtua, suami dan anak-anak,’’ tandas Ngatimah dengan senyum ramah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
ANGGUN PUSPITONINGRUM
Dhana Kencana
ANGGUN PUSPITONINGRUM
EditorANGGUN PUSPITONINGRUM
Follow Us