Mengulik Sejarah Terbentuknya Semarang dan Demak, Berawal dari Banjir

Mayoritas tanahnya lempung

Semarang, IDN Times - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah meminta semua pihak di wilayah Kota Semarang dan Kabupaten Demak mewaspadai penurunan muka tanah yang masif setiap tahunnya. Pasalnya, adanya penurunan muka tana harus menjadi perhatian serius agar penataan rancangan tata ruang wilayah (RTRW) dapat dibenahi.

Kepala Dinas ESDM Jateng, Boedya Dharmawan mengakui dengan kondisi permukaan tanah Kota Semarang dan Kabupaten Demak yang mengalami penurunan secara masif maka tidak menutup kemungkinan pada masa mendatang Selat Muria akan muncul kembali. 

"Karena bisa saja terjadi. Maka semuanya harus buka mata. Secara geologi, dengan kondisi alami itu ditambah pengembangan kota oleh tata ruang, bangunan dan peningkatan jalan. Muka tanahnya turun 2 sentimeter per tahun," ungkap Boedy, Minggu (30/3/2024). 

Baca Juga: 591 PPPK di Kota Semarang Dilantik, Mayoritas Tenaga Guru

1. Semarang dan Demak terbentuk dari tanah lempung

Mengulik Sejarah Terbentuknya Semarang dan Demak, Berawal dari BanjirRumah warga di Kabupaten Demak terendam banjir. (Antara/Yusuf Nugroho)

Ia menuturkan tanah aluvial adalah karakter tanah lempung yang lunak. Tanah aluvial juga bersumber dari sedimentasi lumpur. Oleh sebab itu, wilayah Kota Semarang dan Demak mayoritas memiliki jenis tanah sedimen aluvial yang membuat kompasi tanahnya tak begitu kuat.

Kondisi tanah yang labil juga diperparah dengan pengembangan tata ruang yang carut-marut. Sehingga menambah beban tanah dan terjadi penurunan muka tanah atau land subsidence. 

2. Semarang dan Demak masuk zona merah cekungan air tanah

Mengulik Sejarah Terbentuknya Semarang dan Demak, Berawal dari BanjirBanjir di wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Kamis (14/3/2024). (Dok. BPBD Kabupaten Demak)

Faktor pemicu lainya, di Semarang-Demak merupakan zona merah pemetaan cekungan air tanah. Adanya tanah aluvial dengan beban bera diatasnya tak memiliki daya penyangga atau sumber air. 

"Perlu dikonsep pengembangan wilayahnya, misal bangunan industri atau rumah harus sekian lantai. Penggunaan material ringan. Nah ini perlu didorongbserta kerjasama lintas sektoral. Kalau semua sepakat, pasti bisa diminimalisir," akunya. 

3. ESDM Jateng larang pengambilan air tanah

Mengulik Sejarah Terbentuknya Semarang dan Demak, Berawal dari BanjirPemukiman warga di Kedungbanteng, Desa Wonorejo, Kecamatan Karanganyar, Demak yang masih terendam banjir, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Bandot Arywono)

Adapun langkah yang ditempuh Dinas ESDM yakni melarang penggunaan air tanah di kawasan zona merah. Pelarangan penggunaan air tanah itu sebagai upaya mengembalikan kondisi air menjadi hijau atau baik kembali.

"Kita sudah petakan dan melarang. Agar cadangan airnya bisa pulih. Seperti Kota Semarang, Walikotanya sudah mengeluarkan Perwal [peraturan walikota] jika perhotepan dilarang memakai air tanah," jelasnya. 

Boedy menambahkan, upaya meminimalisir bencana banjir di Jawa Tengah bakal menjadi pekerjaan rumah panjang. Sebab, banyak faktor yang mempengaruhi konfisi geografis di Jateng.

"Maka sekali lagi, ini perlu kesadaran dan bersama. Karena memang, bencana itu alam, tak bisa diprediksi, tapi setidaknya bisa diminimalisir," ujar Boedy. 

4. BMKG: Semarang dan Demak terbentuk karena adanya banjir

Mengulik Sejarah Terbentuknya Semarang dan Demak, Berawal dari BanjirPetugas mengoperasikan mesin pompa penyedot air banjir yang dibuang ke arah Kali Tenggang di kawasan Jalan Pantura Kaligawe Raya, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/3/2024). Pemerintah Kota Semarang memasang lima pompa penyedot air yang disebar ke sejumlah titik di jalur pantura Kaligawe kota itu sebagai upaya menangani sisa banjir rob yang masih merendam kawasan itu sekitar 20 cm - 50 cm akibat intesitas hujan tinggi pada Selasa (12/3/2024) disertai kurang lancanya drainase. (ANTARA/Makna Zaezar)

Sementara dalam rapat koordinasi penanganan banjir di Kantor Gubernur Jateng belum lama ini, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan secara geologis dataran yang ada di Jawa Tengah terbagi dalam dua kategori. Yaitu dataran rendah dan cekungan yang terbentuk dari banjir. 

"Kota Semarang Demak itu terbentuk dari kejadian banjir. Jadi artinya, tidak ada manusia pun akan tetap banjir. Dan kalau ada manusia ada kerusakan lahan yang masif," ungkapnya. 

Kondisi yang dialami wilayah pesisir seperti Semarang dan Demak juga sangat rentan dampak perubahan iklim.

Karena perubahan iklim selalu mempengaruhi intensitas curah hujan yang menjadi ekstrem. "Ini akan membuat kita menjadi selalu sibuk. Jadi poinnya upaya kita harus semakin ekstrem. Karena alamnya semakin ekstrem. Gangguan manusianya juga semakin ekstrem," tutur Dwikorita. 

Baca Juga: Rumah Warga Demak Masih Terendam Banjir, Jalur Pantura Mulai Dilewati

Topik:

  • Bandot Arywono
  • Mayang Ulfah Narimanda

Berita Terkini Lainnya