Peringati Adeging Mangkunegaran ke-267 Gelar Trilogi Tari

Sekaligus peringatan Hari Tari Dunia

Surakarta, IDN Times - Pura Mangkunegaran bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI melalui Direktur Jenderal Kebudayaan mengelar trilogi tari dalam rangka merayakan Hari Tari Dunia dan memperingati Adeging Mangkunegaran ke-267, pada 27-29 April 2024.

Gelaran trilogi tari ini dimulai di Candi Sukuh, tempat yang kaya akan simbolisme kesuburan. Acara berlanjut di Puro Mangkunegaran, sebagai simbol rumah dan warisan budaya. Tampilan Tari Bedhaya Senapaten Diradameta kaya akan nilai-nilai spiritual dan historis. Trilogi ini mencapai puncaknya dengan perayaan Perhelatan 24 Jam Menari yang digelar di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, melambangkan kelahiran dan energi berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Kegiatan ini bertujuan untuk menyambungkan kembali masyarakat modern dengan akar budaya mereka melalui perayaan seni tari yang mendalam dan penuh makna.

Baca Juga: Konser Kpop di Pura Mangkunegaran, XODIAC Sepanggung Dengan Waljinah

1. Dirjen Kebudayaan berkolaborasi dengan Pura Mangkunegaran.

Peringati Adeging Mangkunegaran ke-267 Gelar Trilogi TariPertunjugan Trilogi Tari di Pura Mangkunegaran. (IDN Times/Larasati Rey)

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berkomitmen untuk memperkuat identitas nasional melalui kebudayaan, menjadikan Indonesia sebagai pusat keunggulan seni dan budaya di tingkat global.

"Termasuk di dalamnya seni tari tradisional yang di dalam setiap geraknya memiliki makna yang merepresentasikan warisan masa lalu dan juga cerminan dari kehidupan masa kini," ujarnya, Minggu (28/4/2024).

"Untuk itu, Iewat rangkaian acara yang berkolaborasi dengan Pura Mangkunegaran, tidak hanya akan menonjolkan keindahan seni tari, tetapi juga bertujuan untuk menghubungkan kembali masyarakat modern dengan akar budaya mereka yang mendalam," imbuhnya.

Dalam rangkaian upaya menggabungkan tradisi dan modernitas, Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Pura Mangkunegaran tidak hanya berperan sebagai pelindung warisan budaya, tetapi juga sebagai dua pilar kekuatan yang mendukung pengembangan dan pelestarian kebudayaan di Indonesia. Keduanya, melalui kolaborasi yang sinergis, bertindak sebagai simbol kekuatan yang mempertemukan masa lalu dan masa kini, mengangkat nilai-nilai kebudayaan yang menjadi fondasi identitas nasional.

2. Melestarikan warisan leluhur.

Peringati Adeging Mangkunegaran ke-267 Gelar Trilogi TariPagelaran Tari Bedhaya Senapaten Diradameta di Pura Mangkunegaran. (IDN Times/Larasati Rey)

Sementara itu, Pemimpin Pura Mangkunegaran Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X mengatakan Pura Mangkunegaran sebagai salah satu institusi kerajaan tradisional di Kota Surakarta, Jawa Tengah, terus berupaya agar kebudayaan tidak sekadar menjadi warisan masa lalu.

Untuk melestarikan kebudayaan di tengah zaman yang terus berubah, beragam upaya pengembangan dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.

"Kami senang dapat berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan dan berharap lebih bermanfaat untuk masyarakat, seniman, budayawan, dan semua pihak. Di sini, Mangkunegaran bukan hanya memikirkan diri sendiri, kami ingin memberikan dampak yang lebih Iuas," ungkapnya.

Ia menambahkan sajian tarian ini sekaligus untuk memperingati Hari Tari Sedunia, diharapakan Pura Mangkunegaram turut serta dalam melestarikan tarian baik trarian tradisional maupun kontemporer yang dimiliki oleh Pura Mangkunegaran.

3. Ada Pagelaran Tari Bedhaya Senapaten Diradameta

Peringati Adeging Mangkunegaran ke-267 Gelar Trilogi TariPagelaran Tari Bedhaya Senapaten Diradameta di Pura Mangkunegaran. (IDN Times/Larasati Rey)

Gelaran trilogi tari ini terdiri dari tiga acara utama yang saling terkait dan memperkuat makna satu sama Iain, menyajikan simbolisme yang mendalam dan nilai budaya yang kaya dalam merayakan kesuburan akan dirangkai sebagai berikut:

Pertama, Workshop dan Tarian Solah Bowo di Candi Sukuh: Di lokasi yang kaya akan simbolisme kesuburan, workshop ini dikurasi Oleh Melati Suryodarmo, mengeksplorasi tema kesuburan melalui tarian. Peserta diajak mengasah keterampilan fisik dan merangkai identitas budaya, memperkuat hubungan dengan warisan mereka.

Kedua, Pagelaran Tari Bedhaya Senapaten Diradameta di Pura Mangkunegaran: Sebagai simbol rumah dan warisan, Tari Bedhaya Senapaten Diradameta ini dipentaskan kembali. Tari ini melambangkan kemenangan pertempuran Rembang tahun 1756, melibatkan tujuh pejuang pria dengan trisula dan busur sebagai simbolisasi heroisme. Kekuatan tari ini menginspirasi Rama Soeprapto sebagai kurator, berinisiasi untuk membuat ruang baru ke masa depan dengan mengajak tiga koreografer professional untuk mengembangkan ke seni tari kontemporer. Perbedaan Iatar belakang tiga koreografer ini (Arco Renz, Rianto dan Danang Pamungkas) menghadirkan sebuah proses inovasi tari. Tarian yang ditarikan oleh tujuh orang penari yang berasal dari seniman hingga kalangan akademisi seni ini berlangsung kurang lebih 30 menit.

Ketiga, Perhelatan 24 Jam Menari di ISI Surakarta: Dipimpin Oleh Eko Supriyanto, acara ini berlangsung non-stop selama 24 jam di ISI Surakarta, melambangkan kelahiran dan energi berkelanjutan. Para penari dan koreografer menjelajahi batas kreativitas dalam suasana modern.

Trilogi kesuburan ini diharapkan dapat menyambungkan kembali masyarakat modern dengan akar budaya mereka melalui perayaan seni tari yang mendalam dan penuh makna, mengungkapkan kekuatan tradisi dalam konteks yang kontemporer.

Baca Juga: 5 Makanan Khas Pura Mangkunegaran Solo, Sensasi Makan ala Bangsawan!

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya