TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Juta Tenaga Kerja Terdampak, Kenaikan Cukai 2021 Tentukan Nasib IHT 

Pemerintah targetkan penerimaan cukai tembakau naik

Pekerja di gudang Tembakau Deli, Klambir V, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Semarang, IDN Times - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali bakal menaikkan cukai Industri Hasil Tembakau (IHT) pada tahun 2021 mendatang.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021 cukai tembakau ditargetkan naik dari Rp164,9 triliun menjadi Rp172,76 triliun atau naik 4,8 persen.

Rencana kenaikan cukai tembakau di tahun 2021 menjadi kekhawatiran baru bagi para pelaku di sektor IHT, pasalnya tekanan kenaikan cukai dan harga rokok di tahun 2020 memberi dampak signifikan pada turunnya IHT, ditambah lagi dengan imbas pandemik COVID-19 yang belum bisa diatasi sepenuhnya.

Baca Juga: COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau Petani

1. IHT tertekan 5 juta pekerja terdampak

Pekerja di gudang Tembakau Deli, Klambir V, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Dalam siaran persnya Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan rencana kenaikan cukai tembakau tersebut membuat risau para petani tembakau di beberapa daerah, bahkan menurutnya telah membuat petani frustasi. Pasalnya menurut Budidoyo IHT mengalami tekanan dari berbagai penjuru sekaligus.

“Ada petani yang sudah membakar daunnya. Sudah ada yang mencabut pohonnya, ini mereka frustrasi. Pemerintah harus memberikan harapan yang baik, belum kepada nasib tenaga kerja. Tekanan yang diterima industri pun bukan hanya itu, ada juga dorongan ratifikasi FCTC dan revisi PP 109/2012. Ditambah kenaikan cukai, situasi industri ini digambarkan melalui istilah dipoyok, dilebok.” ungkap Budidoyo dalam webinar Tobacco Series#3, Kamis (10/9/2020)

Budidoyo mengungkapkan di tengah pandemik COVID-19, sektor IHT mengalami tekanan dari beberapa penjuru sekaligus. Antara lain beban kenaikan cukai sebesar 23 persen, serta ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) yang naik sebesar 35 persen. “Industri ini di tengah pandemik mendapatkan tekanan luar biasa, hal ini akan berdampak kepada lebih dari 5 juta pekerja di sektor ini,” ungkap Budidoyo.

2.Tenaga kerja didominasi perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga

Ilustrasi pekerja linting di pabrik sigaret. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Sektor tembakau sendiri saat ini memiliki peran vital dalam perekonomian dan tenaga kerja. Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), luas areal tanaman tembakau pada 2020 diproyeksikan mencapai 198.561 hektar dengan volume produksi sebanyak 212.215 ton. Yakni terdiri dari terdiri dari 73 persen merupakan sigaret kretek mesin (SKM), 22 persen sigaret kretek tangan (SKT), dan 5 persen sigaret putih mesin (SPM).

Dengan total serapan tenaga kerja hingga mencapai 5,9 juta orang terdiri dari 1,7 juta orang di perkebunan, 4,28 juta pekerja sektor manufaktur dan distribusi.

Sementara itu data dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), mayoritas pekerja pada industri hasil tembakau atau IHT didominasi perempuan berusia muda dan paruh baya, dengan strata pendidikan yang rendah.

Oleh karena itu, Kementerian Tenaga Kerja mengingatkan agar arah kebijakan cukai mesti diputuskan secara hati-hati mengingat dampaknya yang bersifat efek domino.

“Sudah ada pabrik atau perusahaan yang sudah tidak bisa membayar tenaga kerja, padahal industri tembakau ini sangat membantu ekonomi keluarga di mana banyak ibu dan kaum perempuan jadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh di pabrik tembakau,” ungkap Kasubdit Hubungan Kerja Direktorat Persyaratan Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sumondang.

3.Penyerapan tembakau tidak optimal dan timbulkan ketidakpastian harga

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro menyebutkan imbas kenaikan cukai maupun minimum HJE berimbas langsung kepada sisi hulu IHT, yakni para petani. Menurutnya, dengan kenaikan cukai dan harga rokok, membuat penyerapan tembakau di sisi petani tidak optimal dan membuat ketidakpastian harga.

“Dengan menghitung dampak luas hingga sisi hulu sektor pertanian, maka perlu ditemukan keseimbangan dan solusi yang sinergis. Penurunan produksi IHT berkorelasi dengan penyerapan bahan baku tembakau dan cengkeh,” tegasnya.

Di tengah banyaknya tarik menarik kepentingan kebijakan dalam IHT, Pemerintah juga menyatakan tengah berupaya menyusun peta jalan kebijakan yang komprehensif mengatur IHT.

Baca Juga: Kuartal 2 Kontraksi 10,8 Persen, AMTI Minta Pemerintah Lindungi IHT 

Berita Terkini Lainnya