Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Ciri Orang Terlalu Berani dalam Keuangan, Bisa Berujung Bencana!

ilustrasi uang (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Intinya sih...
  • Keberanian finansial bisa jadi bumerang
  • Karakteristik orang terlalu berani dalam keuangan
  • Bahaya dari sikap terlalu percaya diri dalam investasi

Pernah gak sih, kamu merasa kagum sama teman yang selalu berani ambil risiko finansial? Misalnya, dia gak ragu investasi jumlah besar di saham yang lagi trend atau bahkan nekat ambil pinjaman untuk beli aset mewah. Keberanian semacam ini kadang dikagumi banyak orang, tapi tahukah kamu kalau sikap terlalu berani dalam keuangan justru bisa jadi bumerang?

Di era digital seperti sekarang, konten-konten finansial yang menjanjikan cepat kaya seolah ada di mana-mana. Banyak orang jadi tergoda untuk mengambil keputusan keuangan berisiko tinggi tanpa pertimbangan matang. Padahal, ada batas tipis antara keberanian yang bijak dan nekat yang ceroboh. Yuk, simak lima ciri orang yang terlalu berani dalam keuangan yang bisa berujung bencana finansial!

1. Selalu ingin hasil cepat dan mengabaikan prinsip investasi jangka panjang

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Kaboompics)

Orang yang terlalu berani dalam keuangan biasanya punya satu ciri khas: gak sabar! Mereka selalu mencari cara untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat, meskipun risikonya sangat tinggi. Kondisi ini membuat mereka gampang tertarik pada skema investasi yang menjanjikan return fantastis seperti cryptocurrency yang belum terbukti atau bisnis multilevel yang mencurigakan.

Sikap seperti ini berbahaya karena mengabaikan prinsip dasar investasi yang sehat yaitu konsistensi dan kesabaran. Alih-alih membangun portfolio investasi yang beragam dan stabil, mereka malah terjerumus pada pola pikir "all in" yang sering berakhir dengan kehilangan modal dalam jumlah besar. Ingat, kekayaan sejati biasanya dibangun secara bertahap, bukan dalam semalam.

2. Terlalu percaya diri dan menganggap diri lebih pintar dari pasar

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kepercayaan diri itu penting, tapi kalau berlebihan dalam urusan keuangan bisa berbahaya. Orang yang terlalu berani sering merasa punya pengetahuan atau "feeling" khusus yang bikin mereka merasa lebih pintar dari pasar. Mereka yakin bisa memprediksi pergerakan saham atau properti dengan akurat, padahal bahkan para profesional dengan pengalaman puluhan tahun pun sering keliru.

Sikap overconfident ini membuat mereka mengabaikan analisis mendalam dan saran dari pakar. Alhasil, keputusan finansial diambil berdasarkan intuisi atau rumor, bukan data solid. Lebih parah lagi, saat mengalami kerugian, mereka cenderung menyalahkan faktor eksternal daripada mengakui kesalahan strategi. Padahal, pasar selalu punya cara untuk "menghukum" mereka yang terlalu percaya diri.

3. Hidup dengan utang berlebihan demi gaya hidup mewah

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kamu pasti pernah lihat orang yang punya gaya hidup super mewah padahal penghasilannya biasa aja. Ini adalah ciri khas orang yang terlalu berani dalam keuangan. Mereka gak ragu mengambil utang konsumtif untuk beli mobil mewah, gadget terbaru, atau liburan ke luar negeri demi terlihat sukses di media sosial.

Tanpa disadari, pola hidup seperti ini menciptakan lingkaran setan utang yang sulit diputus. Bayangkan, belum lunas cicilan mobil sudah ambil KPR rumah mewah, belum lagi utang kartu kredit yang membengkak. Stress akibat tekanan finansial ini bisa berdampak pada kesehatan mental dan fisik. Lebih ironis lagi, banyak di antara mereka yang terlihat kaya raya di luar, tapi sebenarnya gak punya dana darurat sama sekali untuk situasi mendesak.

4. Mengabaikan diversifikasi dan menaruh semua telur dalam satu keranjang

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Kaboompics)

"Gak usah diversifikasi, fokus aja di satu investasi yang paling menguntungkan!" Kalimat ini sering jadi mantra bagi mereka yang terlalu berani. Padahal, menempatkan semua modal pada satu jenis investasi adalah salah satu kesalahan terbesar dalam manajemen keuangan. Bayangkan kalau tiba-tiba investasi itu kolaps? Bisa-bisa seluruh kekayaan lenyap dalam sekejap.

Orang yang terlalu berani sering menganggap diversifikasi sebagai strategi yang membosankan atau terlalu konservatif. Mereka lebih suka mengalokasikan sebagian besar aset ke sektor yang sedang hot, seperti crypto saat bull run atau properti saat harga sedang naik tajam. Sayangnya, begitu tren berubah (dan pasti akan berubah), mereka biasanya yang paling telat keluar dan menanggung kerugian paling besar.

5. Mengabaikan dana darurat dan proteksi diri demi investasi berisiko tinggi

ilustrasi uang (pexels.com/Kaboompics)

Ciri terakhir yang gak kalah berbahaya adalah kebiasaan mengabaikan fondasi keuangan yang sehat. Mereka sering mengalokasikan seluruh pendapatan untuk investasi berisiko tinggi tanpa memikirkan dana darurat atau asuransi. Prinsip mereka sederhana: "Buat apa simpan uang di rekening yang returnnya kecil kalau bisa diputar dengan keuntungan lebih besar?"

Padahal, dana darurat dan proteksi diri seperti asuransi kesehatan, jiwa, atau perlindungan aset adalah benteng pertahanan finansial yang gak boleh diabaikan. Tanpa itu, satu kejadian tak terduga seperti PHK atau sakit parah bisa langsung menghancurkan seluruh bangunan keuangan yang mereka bangun. Lebih parah lagi, saat terpaksa butuh dana cepat, mereka mungkin harus menjual investasi di saat harga sedang turun drastis.

Setelah membaca kelima ciri di atas, mungkin kamu jadi sadar bahwa ada beberapa yang mirip dengan kondisi kamu sekarang. Gak perlu panik! Mengenali bahwa kamu punya kecenderungan terlalu berani dalam keuangan adalah langkah pertama untuk berubah. Ingat, keberanian dalam keuangan sebenarnya baik, asalkan diimbangi dengan perhitungan matang dan pemahaman risiko yang tepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us