TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duh! Target Emisi di NDC Indonesia Masih Jauh untuk Cegah Krisis Iklim

Upaya pemerintah masih belum ambisius

Ilustrasi krisis iklim di planet bumi (IDN Times/Aditya Pratama)

Semarang, IDN Times - Indonesia telah menyampaikan dokumen Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) dengan meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hanya sekitar 2 persen.

Institute for Essential Services Reform (IESR)--yang merupakan anggota dari Climate Action Tracker (CAT), konsorsium tiga think tank yang melakukan pemantauan dan penilaian terhadap kebijakan perubahan iklim di 39 negara dan Uni Eropa--menemukan bahwa kenaikan tipis target NDC Indonesia tersebut masih tidak mencukupi untuk mencegah kenaikan suhu global 1,5°C.

Baca Juga: [FOTO] CCUS Pertamina, Menjaga Negeri dengan Dekarbonisasi

1. Indonesia masih ragu menetapkan target penurunan emisi

ilustrasi kilang minyak. (unsplash.com/worldsbetweenlines)

Pada Enhanced NDC, target penurunan emisi dengan upaya sendiri (unconditional) meningkat dari 29 persen di dokumen Updated NDC menjadi 31,89 persen pada tahun 2030. Kemudian, dengan bantuan internasional (conditional) naik dari 41 persen menjadi 43,2 persen.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, seharusnya Indonesia dapat menetapkan target lebih ambisius lagi, terutama setelah dirilisnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyedian Tenaga Listrik.

“Indonesia masih ragu-ragu menetapkan target penurunan emisi yang ambisius dan bermain di zona aman. Target penurunan yang ditetapkan dalam Enhanced NDC (E-NDC) sangat mudah dicapai karena referensinya adalah proyeksi peningkatan emisi business as usual di tahun 2030. Target penurunan emisi seharusnya berdasarkan tingkat emisi absolut berdasarkan tahun tertentu. Untuk selaras dengan ambisi 1,5°C, emisi dari sektor energi di 2030 harus setara dengan tingkat emisi dari sektor energi 2010,” katanya pada peluncuran hasil penilaian CAT terhadap aksi dan kebijakan iklim Indonesia, Selasa (6/1/2022).

2. Bauran energi terbarukan cuma 13,5 persen

Ilustrasi PLTU batu bara. (earth.com)

Agar mencapai penurunan emisi yang signifikan, Indonesia perlu memitigasi secara lebih ambisius pada sektor yang dominan menghasilkan emisi. Seperti sektor energi, dan sektor hutan dan lahan.

Fabby menyebutkan, Indonesia juga dapat memanfaatkan sumber energi yang minim emisi karena mempunyai potensi energi terbarukan yang melimpah, bahkan hingga lebih dari 7 Terawatt (TW). Namun, hingga 2021, bauran energi terbarukan pada sistem energi di Indonesia masih 13,5 persen.

Pihaknya melihat, dengan beberapa perkembangan dukungan internasional dan komitmen pemerintah terhadap pensiun dini PLTU batubara akan memberikan ruang yang leluasa bagi pengembangan energi terbarukan sehingga dapat mencapai target 23 persen energi terbarukan pada 2025, bahkan mencapai 40 persen tahun 2030.

3. Penyetopan PLTU perlu bantuan internasional

IDN Times/Toni Kamajaya

Koordinator Climate Action Tracker, Delima Ramadhani menjelaskan, dalam kajian Deep Decarbonization of Indonesia Energy System (2021), IESR menyimpulkan pada 2050, pemanfaatan 100 persen energi terbarukan dalam sistem energi Indonesia layak secara teknis dan ekonomis.

“Status aksi iklim Indonesia dapat ditingkatkan dengan memastikan kebijakan iklim pada dekade ini diimplementasikan untuk memenuhi kontribusi yang adil berdasarkan upaya global (fairshare). Target NDC dengan bantuan internasional juga harus konsisten, setidaknya dengan jalur optimal dengan biaya terendah untuk ambisi 1,5°C (global least cost pathways),” jelasnya.

Menurut Delima, dominasi PLTU batubara yang saat ini sekitar 61 persen di sistem energi Indonesia, perlu dikurangi secara signifikan menjadi hanya 10 persen PLTU batubara yang tidak menggunakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (unabated coal-fired power plan) pada 2030. Sejalan dengan itu juga diakhiri operasinya secara bertahap hingga berhenti seluruhnya pada 2040.

Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan komitmen iklimnya, dan bantuan internasional berperan besar untuk implementasi penghentian batubara yang sesuai dengan Persetujuan Paris.

Baca Juga: [FOTO] Energi Bersih Pertamina Mewujudkan Perempuan Bondan Bercahaya

Berita Terkini Lainnya