TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perkawinan Anak Merebak, Begini Tindakan Para Ulama Perempuan di Indonesia

KUPI sepakat cegah praktek perjodohan anak

Direktur Rahima Institute, Pera Sopariyanti saat hadir di puncak acara KUPI 2 di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Jepara, IDN Times - Para ulama perempuan yang mengikuti kegiatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2 di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara, tengah merancang sistem pencegahan praktik perkawinan anak yang ada di Indonesia. Pencegahan perkawinan anak menjadi pokok bahasan dalam acara sharing bersama panitia KUPI 2 yang terdiri dari Rahima Institute, Gusdurian, dan sejumlah instansi lainnya. 

Baca Juga: Gelar Halaqoh di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri, KUPI 2 Fokus Bahas RUU PPRT

1. Banyak anak belum selesai sekolah sudah ditarik orangtua

Perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2 di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara juga diadakan press conference yang dihadiri Rosidin selalu Direktur Fahmina, Suraji dari Perwakilan jaringan Nasional Gusdurian, Pera Sopariyanti, Direktur Rahima, Zahra Amin selaku Mubadalah. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Direktur Rahima Institute, Pera Sopariyanti mengatakan, sebuah perkawinan anak menjadi praktik yang perlu dihentikan secepatnya karena selama ini kerap bersinggungan langsung dengan anak-anak sekolah dan para santriwati di masing-masing ponpes. 

"Ada banyak anak yang belum selesai sekolah tiba-tiba sudah ditarik oleh orangtuanya. Kita belum melihat keseluruhan (kasus) perkawinan anak di Indonesia tapi dari sharing bersama ulama perempuan, persoalan itu memang sering ditemui," kata Pera saat ditemui di Gedung MA Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara, Kamis (24/11/2022). 

2. Anak sekolah dan santriwati dekat dengan praktek perjodohan

Suasana Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2 di Gedung MA yang berada di lingkungan Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Saking melekatnya praktik tersebut, katanya tindakan menikahkan anak perempuan di bawah umur selama ini telah menjadi tradisi yang mengakar kuat. 

Lebih lanjut, ia mengaku, faktanya banyak anak yang terlibat perjodohan sejak kecil. Bahkan, perjodohan antara anak perempuan yang masih kecil juga dianggap legal oleh tokoh agama setempat. 

"Ini jadi praktek sangat dekat dengan siswa. Karena berdasarkan prakteknya, sudah ada perjodohan sejak kecil untuk melakukan hal itu. Ini soal kultur dan tokoh agama yang memberikan penguatan legitimasi tersebut. Oleh karenanya, dalam konteks negara Indonesia pendekatan agama lebih mudah untuk membangun kesadaran bagi semua pihak," jelasnya. 

3. Butuh perjuangan ekstra keras dekati pengasuh ponpes

Personel Banser ikut mengamankan jalannya acara Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2 di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Kendati demikian, ia tak memungkiri bahwa tak gampang untuk merangkul para pengasuh ponpes untuk bergerak bersama menghentikan perkawinan anak di Indonesia. 

Menurut Pera, saat ini membutuhkan perjuangan yang ektra keras lantaran belum banyak ponpes yang berafiliasi dengan jaringan KUPI. 

Baca Juga: Ganjar Ungkap Misi Ulama Perempuan dari 31 Negara Sejalan dengan Jateng

Berita Terkini Lainnya