Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Sebut Tekanan Berasal Dari Sistem Kerja

Beban kerja PPDS anestesi

Semarang, IDN Times - Mahasiswa PPDS anestesi Undip ceritakan beratnya menjalani pendidikan PPDS. Tidak semua mahasiswa menurutnya mampu menjalani program pendidikan PPDS Anestesi.

Baca Juga: Mahasiswa PPDS Undip Akui ada Iuran, Digunakan Untuk Makan

1. Beban kerja yang berat di pendidikan PPDS anestesi

Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Sebut Tekanan Berasal Dari Sistem KerjaSejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menggelar aksi menyalakan lilin sebagai bentuk solidaritas atas kasus kematian dokter PPDS dan pemberhentian Dekan FK Undip, Yan Wisnu, di Semarang, Senin (2/9/2024). (IDN Times/Dhana Kencana)

Angga Rian mahasiswa PPDS anestesi Undip mengatakan tindakan operasi di rumah sakit terutama di RS Kariadi menurutnya berjalan selama 24 jam, Karena itu, ada waktu-waktu di mana dokter residen menurutnya hanya istirahat 1-2 jam dalam sehari.

"Karena setelah program itu 24 jam, kita harus melanjutkan program besoknya lagi. Jadi kalau programnya selesai jam 03.00, jam 04.00, dan operasi besoknya itu jam 06.00, berarti ada kemungkinan presiden itu istirahat hanya 1-2 jam. Memang beban kerjanya itu tinggi kita anggap sebagai suatu bentuk pelayanan," katanya.

Dalam sehari menurut Angga para mahasiswa yang menjalani program dokter spesialis ini bisa bekerja melakukan pembiusan kepada pasien mencapai 140. "Jumlah pelayanan Di dalam kamar operasi pembiusan di kamar operasi itu bisa 120-140 per hari dan pembiusan di luar kamar operasi itu bisa 20-30 pembiusan program per hari," katanya.

2. Menyangkut keselamatan jiwa pasien

Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Sebut Tekanan Berasal Dari Sistem KerjaAngga Rian mahasiswa PPDS Anestesi Undip. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Angga mengatakan secara keilmuwan menurutnya anestesi memiliki tekanan tersendiri, pasalnya hal tersebut menyangkut keselamatan pasien saat menjalani operasi.

"Kita soalnya menidurkan orang yang sakit dan kita harus menjamin selama operasi berjalan itu aman. Selama operasi berjalan itu bisa terjadi guncangan hemodinamik. Pasien bisa shock, bisa perdaraan, bisa ke titik kritis. Jadi tanpa ada tekanan pun pendidikan ini sebenarnya sudah memberi presiur kepada orang yang menjalani," katanya.

Beratnya beban kerja dan tekanan menurutnya membuat beberapa mahasiswa tidak mampu menjalaninya, "Kalau ditanya apakah tekanan, tekanan itu datangnya dari sistem kerja yang membuat kita sulit untuk dapat istirahat," katanya.

3. Ada praktik iuran yang digunakan untuk makan senior

Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Sebut Tekanan Berasal Dari Sistem KerjaAcara solidaritas pendidikan bermartabat yang diadakan FK Undip. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Terkait kabar pemalakan, Mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) program anestesiologi Undip di Rumah Sakit Kariadi bantah adanya pemalakan menurutnya yang ada adalah iuran antar mahasiswa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan, terutama bagi para residen yang harus siaga di ruang operasi selama 24 jam.

"Untuk membelikan makanan itu sistemnya gotong-royong. Kenapa? Karena program operasi karyadi ini 24 jam. Untuk makan malam kita tidak disediakan makan oleh rumah sakit. Sementara resident ini posisinya masih di dalam kan operasi menjalani pembiusan. Satu sistemnya adalah kita diberikan makanan dan itu akan berlanjut seperti itu terus sampai operasinya selesai," kata Angga Rian.

Menurut Angga jika operasinya selesai sore hari menurutnya tidak ada untuk pembelian makan. Diakuinya Uang iuran dari mahasiswa digunakan untuk keperluan konsumsi dan rumah tangga seluruh mahasiswa PPDS Anestesi yang kini totalnya mencapai 85 orang.

4. Iuran satu orang bisa mencapai Rp10 juta

Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Sebut Tekanan Berasal Dari Sistem KerjaSejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menggelar aksi menyalakan lilin sebagai bentuk solidaritas atas kasus kematian dokter PPDS dan pemberhentian Dekan FK Undip, Yan Wisnu, di Semarang, Senin (2/9/2024). (IDN Times/Dhana Kencana)

Dikatakan Angga praktik iuran tersebut iuran untuk mahasiswa PPDS di semester awal dan tidak bersifat wajib, jumlahnya bervariasi dari Rp1 juta hingga Rp10 juta per bulan tergantung kebutuhan, "Saya paling besar Rp10 juta sebulan, itu dikelola ke bendahara, untuk membeli kebutuhan makan," katanya. "Kadang-kadang saya nggak iuran juga karena uang kasnya masih penuh, Kalau ada sisa dikembalikan. Uang iuran itu hanya satu semester saja" katanya.

Angga juga menepis terjadinya senioritas yang membatasi komunikasi senior dan junior di PPDS Undip. “Kami terbuka satu sama lain. Ketika proses pembiusan berlangsung memang tidak ada komunikasi, tetapi saat situasi tenang, komunikasi antara junior dan senior tentu ada,” katanya.

Baca Juga: Senior PPDS Anestesi RS Kariadi Ungkap Tradisi Patungan Rp10 Juta untuk Beli Makanan

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya