PERSI Jateng: Dokter Spesialis Masih Kurang, Perlu Diatur Transparan

PERSI minta Kemenkes atur ulang dokter spesialis

Semarang, IDN Times - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Tengah meminta Kemenkes untuk menata ulang pendistribusian dokter spesialis di seluruh daerah. Pembenahan perlu dilakukan kembali terutama dengan munculnya kejadian pembekuan PPDS anestesi di RSUP dr Kariadi Semarang. 

"Saya rasa itu pembekuan PPDS anestesi untuk investigasi. Selain investigasi juga kebutuhan dokter anestesi masih banyak maka memang harus dilakukan penataan kembali yang lebih baik biar transparan prosesnya," kata Ketua Kompartemen Organisasi dan Kerjasama Persi Jateng, dr Daniel Budi Wibowo saat ditemui di RS Panti Wilasa Citarum Semarang, Jumat (6/9/2024). 

Baca Juga: Rektor Undip Minta Jajarannya Tahan Diri dari Polemik Kematian Dokter ARL

1. PERSI tegaskan masih kekurangan dokter spesialis

PERSI Jateng: Dokter Spesialis Masih Kurang, Perlu Diatur TransparanKetua Kompartemen Organisasi dan Kerjasama PERSI Jateng, dr Daniel Budi Wibowo saat ditemui di RS Panti Wilasa Citarum Semarang, Jumat (6/9/2024). (IDN Times/Fariz Fardianto)

Dirinya pun menyoroti kebutuhan dokter spesialis anestesi yang sampai sekarang masih mengalami kekurangan. Kondisinya juga selaras dengan jumlah dokter spesialis pada umumnya yang membutuhkan penanganan yang menyeluruh. 

Upaya pembenahan terhadap kebutuhan dokter spesialis, katanya penting dikerjakan secepatnya supaya ada pola-pola perbaikan pada sistem di tiap daerah. 

"Anestesi adalah salah satu dokter yang masih kurang jumlahnya. Prosentasenya gak hafal. Tapi kami mendorong (ke pemerintah) secara kenyataan masih kekurangan dokter spesialis, pembenahan dokter spesialis memang harus dilakukan. Yang perlu diperbaiki memang harus diperbaiki," tutur Daniel. 

2. Yan Wisnu diminta berkonsentrasi di FK Undip

PERSI Jateng: Dokter Spesialis Masih Kurang, Perlu Diatur TransparanTampak dari depan Fakultas Kedokteran Undip. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Mengenai dampak dari penangguhan kegiatan klinis Dekan FK Undip, dr Yan Wisnu Prajoko, pihaknya menyampaikan semestinya tindakan tersebut tidak perlu dilakukan Kemenkes. Sebab kematian dokter PPDS anestesi berinisial ARL tidak ada kaitannya dengan pendidikan profesi. 

Namun pihaknya juga melihat keputusan Kemenkes tersebut tidak serta-merta untuk menghukum Yan Wisnu. Melainkan supaya Yan Wisnu diminta lebih berkonsentrasi dalam penanganan kasus kematian dokter PPDS anestesi berinisial ARL. 

"Ini sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan praktek klinis ya, tapi mungkin untuk melanjutkan pembenahan program pendidikan, maka setidaknga dokter Yan bisa lebih berkonsentrasi di FK Undip. Kemungkinan itu yang mendasari," ungkapnya. 

3. Penangguhan kegiatan klinis Yan Wisnu bukan hukuman

PERSI Jateng: Dokter Spesialis Masih Kurang, Perlu Diatur TransparanSuasana RSUP dr Kariadi Semarang saat jam aktivitas siang hari. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Soal apakah penangguhan kegiatan klinis Yan Wisnu menghambat jadwal operasi pasien kanker RS Kariadi, ia menegaskan pasti ada efeknya. Hanya saja tetap ada beberapa dokter onkologi yang membantu menangani pasien Yan Wisnu selama masa penangguhan kegiatan klinis.

"Ya cukup banyak pasien dokter Yan jadi sedikit banyak ada dampaknya. Tapi beberapa ada dokter bedah onkologi di Kariadi diharapkan sementara tugas tugasnya bisa dicover. Sebenarnya ini bukan hukuman. Jadi kami dari PERSI tidak anggap itu sebuah hukuman karena tidak ada korelasinya langsung antara kejadian dengan praktek di rumah sakit," sambungnya. 

4. Rektor Undip protes penghentian PDDS anestesi

PERSI Jateng: Dokter Spesialis Masih Kurang, Perlu Diatur TransparanSejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menggelar aksi menyalakan lilin sebagai bentuk solidaritas atas kasus kematian dokter PPDS dan pemberhentian Dekan FK Undip, Yan Wisnu, di Semarang, Senin (2/9/2024). (IDN Times/Dhana Kencana)

Terpisah, Rektor Undip, Prof Suharnomo juga sepakat dengan pernyataan Daniel. Ini lantaran tidak ada korelasinya dengan peristiwa kematian dokter ARL yang sekarang sudah menjadi kasus hukum. "Apa kaitannya coba? Tidak ada relevansinya, tapi merugikan banyak pihak," cetusnya. 

Secara khusus mantan Dekan FEB ini prihatin dengan penghentian PDDS anestesi dan reanimasi di RS Kariadi. Pasalnya ia mengklaim penghentian PDDS justru menyebabkan para residen terganggu kelancaran belajarnya.

"Semua tahu kita kekurangan dokter spesialis, tentu bukan sikap bijak kalau proses pendidikannya dihentikan. Apalagi dikaitkan dengan pemeriksaan, tidak relevan karena yang berada di situ statusnya mahasiswa dan pengajar. Otoritas kegiatannya pun ada di pengelola Rumah Sakit Kariadi. Terlalu jauh, untuk tidak menyebut mengada-ada kalau dikait-kaitkan," kata profesor manajemen tersebut. 

Baca Juga: Polda Jateng Mulai Periksa Saksi Dugaan Perundungan ARL Mahasiswi PPDS

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya