Rekonsiliasi Konflik Warga Syiah dan Sunni Madura Dibahas di Ajang AICIS 2024

UIN Walisongo jadi tuan rumah AICIS 2024

Semarang, IDN Times - Konflik dan perselisihan terus saja terjadi dengan beragam sebab dan intensitasnya. Bahkan ada seorang peneliti yang secara mendalam melakukan riset mengenai proses rekonsiliasi warga Syiah dan Sunni yang pernah berkonflik di Sampang, Pulau Madura. 

Maskuri dalam penelitiannya berjudul Social Capital and Conflict Reconciliation for Peace mengaku mengulik inisiatif modal sosial dan rekonsiliasi konflik pada komunitas Syiah Sunni Sampang. 

Maskuri menegaskan pentingnya jaringan komunal dalam membina perdamaian dan rekonsiliasi sekalipun dirinya sedang berada di bawah bayang-bayang kekerasan agama.

Inisiatif publik membangun perdamaian menjadi salah satu isu yang dibahas dalam ajang Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024. Forum AICIS  berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, 1-4 Februari 2024.

Baca Juga: Kemenag Libatkan Akademisi Asing Bahas 7 Isu Global, Terutama Krisis Kesetaraan

1. AICIS menyatukan pandangan tentang fiqih siyasah

Rekonsiliasi Konflik Warga Syiah dan Sunni Madura Dibahas di Ajang AICIS 2024Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024. Forum AICIS  berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, 1-4 Februari 2024. (IDN Times/Dok Humas UIN Walisongo Semarang (

Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam Kemenag, Ahmad Zainul Hamdi mengatakan AICIS ke-23 mengusung tema Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues. Ada tujuh sub tema yang akan dibahas, salah satunya Fiqih Siyasah tentang Perang dan Damai: Pasca Kolonial.

Menurut Ahmad, subtema fiqih siyasah tentang perang dan damai merespons isu-isu perang dan perdamaian pasca-kolonialisme. Hal ini masih menjadi isu penting kemanusiaan karena fakta perang dan konflik juga masih terus terjadi. 

“Interpretasi fiqh siyasah tentang perang dan perdamaian memang berbeda-beda di antara para sarjana. Perbedaan itu dipengaruhi oleh latar belakang, konteks historis, sosial-politik dan kebudayaan para akademisi di berbagai negara. Karenanya, penting untuk mendiskusikan di ranah akademik," katanya dalam keterangan yang diterima IDN Times, Kamis (1/2/2024).

2. Beragam isu perdamaian dibahas empat hari

Rekonsiliasi Konflik Warga Syiah dan Sunni Madura Dibahas di Ajang AICIS 2024Pixibay.com

Sejumlah isu yang akan dibahas antara lain prinsip-prinsip fiqh siyasah merespons problem kedaulatan dan independensi negara bangsa (sovereignty and independence), pertahanan diri kolektif sebuah negara (collective self defense), resistensi terhadap kolonialisme baru (resistance to new colonialism), resolusi konflik dan membangun perdamaian (conflict resolution and peacebuilding), hubungan internasional antar negara (international relation) yang menekankan prinsip keadilan, saling memahami dan menjaga perdamaian antar negara, partisipasi negara-negara muslim dalam organisasi dan perjanjian internasional (international organization), serta isu bagaimana sebuah bangsa seharusnya dikelola (state governance).

3. Inisiatif perdamaian muncul dari grassroot

Rekonsiliasi Konflik Warga Syiah dan Sunni Madura Dibahas di Ajang AICIS 2024Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024. Forum AICIS  berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. (IDN Times/Dok Humas UIN Walisongo Semarang)

Terpisah, Ketua Steering Committee (SC) AICIS 2024 Prof Mukhsin Jamil mengatakan, sejumlah hasil riset akan dipaparkan dan dibahas dalam sesi panel untuk subtema ‘Fiqih Siyasah tentang Perang dan Damai: Pasca Kolonial’, salah satunya yang ditulis Asfa Widiyanto dalam Religious Minority and Peaceful Coexistence. 

Asfa Widiyanto dalam tulisannya memperlihatkan begitu problematiknya status minoritas yang mereka pikul sambil berjuang untuk hidup berdampingan secara damai di tengah-tengah lanskap sosial yang beragam. 

Bhirawa Anoraga dalam Crowdfunding for Inter-Faith Peace juga berkata munculnya inisiatif perdamaian dari gerakan akar-rumput di berbagai wilayah. Ia mencontohkan kegiatan filantropi yang diinisiasi para pemuda dan LSM di Indonesia. 

Di level akademik, Mardi Lestari dalam Internalizing an Islamic Culture of Inner and Social Peace, mencontohkan bagaimana usaha perdamaian dilakukan di level pendidikan tinggi melalui internalisasi budaya Islam yang mengajarkan kedamaian batin dan sosial. 

4. Dialog antar agama perlu dirawat

Rekonsiliasi Konflik Warga Syiah dan Sunni Madura Dibahas di Ajang AICIS 2024situs web

Sementara Adnan, melalui riset bertajuk Fiqh Siyasah on War And Peace in The Post-Colonial Era, berusaha mengeksplorasi bagaimana perang dan perdamaian di wilayah Sulawesi, menawarkan wawasan regional tentang persinggungan doktrin agama dan realitas politik dalam penyelesaian konflik. 

Di level negara ASEAN, Ridwan dalam artikelnya Politics of Interfaith Dialogue in Indonesia mencontohkan bahwa politik dialog antar agama, mulai dari forum perdamaian dunia hingga Religion Twenty (R20) menjadi suatu keniscayaan yang harus dirawat untuk mengatasi ketegangan agama dan mendorong dialog sebagai jalan menuju perdamaian. 

Dengan memanfaatkan jaringan komunal, memberdayakan suara-suara marginal, dan mendorong literasi agama, masyarakat dapat membangun jalan menuju perdamaian dan harmoni yang berkelanjutan di dunia yang semakin beragam dan saling terhubung.

Baca Juga: Kasus Maba UIN Surakarta, 200 Mahasiswa Didaftarkan PayLater

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya