TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dampak Negatif Merawat Spirit Doll, Orang Bisa Kehilangan Realitas   

Budayawan menilai ini hanya pop culture yang sifatnya instan

ilustrasi spirit doll (pixabay.com/Alexas_Fotos)

Semarang, IDN Times - Spirit doll atau boneka arwah masih marak diperbincangkan oleh masyarakat baik di dunia nyata maupun maya. Tren tersebut berangkat dari gaya hidup selebritas papan atas maupun kalangan menengah ke atas yang merawat boneka tersebut bak anak manusia pada umumnya. 

Baca Juga: Viral Artis Adopsi Boneka Arwah, Pemerhati Budaya Jawa Ungkap Maknanya

1. Spirit doll masih wajar jika hanya sebagai media bermain

ilustrasi spirit doll (pexels.com/Jansel Ferma)

Bagi sebagian masyarakat perilaku tersebut masih dinilai tidak biasa dan ganjil, bahkan sampai menuai kritik.

Dosen Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Tri Rejeki Andayani SPsi mengatakan, sebenarnya memiliki boneka arwah termasuk berbentuk bayi adalah hal yang wajar asal dimanfaatkan sebagai media latihan untuk mengasuh anak. Sebab, setidaknya dengan keberadaan spirit doll, orang-orang bisa menyiapkan diri sebelum memiliki anak sesungguhnya.

“Bagi orang dewasa, memelihara boneka arwah dan merawatnya selayaknya ‘bayi’ masih wajar. Bahkan, hal itu bisa dimanfaatkan untuk media praktek bagi mahasiswa kebidanan atau keperawatan,” ungkapnya, Rabu (12/1/2022). 

2. Metode pretend play melatih pemilik bertanggung jawab

ilustrasi spirit doll (pexels.com/Pixabay)

Menurut dia, boneka apapun bagi anak-anak termasuk spirit doll bisa menjadi sarana bermain pura-pura atau pretend play.

"Pretend play yang dimaksud ini adalah anak yang memainkan spirit doll bisa berperan sebagai ibu atau kakak yang sedang mengasuh bayi. Metode ini disebutnya mirip dengan mainan yang sangat viral di Indonesia pada tahun 90-an, Tamagotchi. Adapun, Tamagotchi menuntut pemainnya untuk memelihara hewan virtual dalam sebuah konsol," jelasnya. 

Hewan-hewan virtual tersebut yang dipelihara harus dirawat sejak dalam telur hingga dewasa, termasuk memberinya makan, memandikan, mengajak bermain, bahkan merawatnya jika sakit. 

“Layaknya spirit doll yang viral belakangan ini, Tamagotchi juga dapat melatih tanggung jawab anak sebelum memelihara binatang peliharaan sungguhan,” imbuh Tri Rejeki. 

3. Merawat spirit doll yang berlebihan bisa berdampak negatif

ilustrasi spirit doll (pixabay.com/betsisman)

Kemudian mengutip pendapat pencipta teori hierarki kebutuhan, Maslow disebutkan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki kebutuhan akan rasa cinta dan ingin memiliki atau need for love and belongingness.

“Hal ini mendorong seseorang untuk menjalin hubungan emosional dengan orang lain yang jika tidak terpenuhi akan memunculkan rasa kesepian. Perasaan itu karena sejatinya manusia memiliki dorongan untuk memelihara, merawat, dan membantu (nurturance)," jelasnya. 

Sehingga, bisa jadi dengan memiliki dan memelihara spirit doll dapat menjadi media untuk menyalurkan dan melampiaskan dorongan tersebut. Kendati demikian, dampak negatif merawat spirit doll ini bisa membuat seseorang kehilangan realitasnya.

4. Pemilik boneka bisa melibatkan bantuan profesional jika kehilangan realitas

ilustrasi konseling dengan psikolog atau psikiater (pexels.com/cottonbro)

Tri Rejeki menyampaikan, pemilik spirit doll dapat terikat emosi secara berlebihan dengan dan membangun realitas sendiri yang sifatnya semu.

“Menganggap boneka tersebut bernyawa atau ada arwahnya dan memberikan fasilitas yang berlebihan yang cenderung mengarah pada hal-hal yang sifatnya mubazir,” imbuhnya.

Apabila hal ini benar-benar dialami seseorang, ia menyarankan agar pemilik spirit doll melibatkan bantuan profesional.

“Jika sudah demikian, ada baiknya juga lingkungan sosial segera membantu yang bersangkutan untuk kembali pada realitas yang sesungguhnya,” tandasnya.

Baca Juga: Wonderia Semarang, Dulu Taman Bermain Kini Lokasi Uji Nyali

Berita Terkini Lainnya