TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pencemaran Lingkungan PT Pajitex Pekalongan, Dari Gangguan Kesehatan hingga Kriminalisasi Warga

PT Pajitex mendapat sanksi dari DLHK Jateng

Warga Desa Watusalam, Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan melakukan unjuk rasa terkait penangkapan warga yang memperjuangkan lingkungan hidup atas pencemaran yang dilakukan PT Pajitex. (dok. Walhi Jateng)

Pekalongan, IDN Times - Warga Desa Watusalam, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan harus menanggung dampak pencemaran lingkungan dari aktivitas produksi PT Panggung Jaya Indah Textile (Pajitex). Sejak tahun 2006, tidak hanya gangguan kesehatan yang mengancam tapi warga setempat juga mengalami kriminalisasi saat memperjuangkan asa dalam menjaga lingkungannya. 

1. Pencemaran lingkungan karena asap dan debu batu bara

Ilustrasi industri/pabrik. IDN Times/Arief Rahmat

Berdasarkan catatan Walhi Jateng, aktivitas produksi PT Pajitex--yang merupakan perusahaan tekstil produsen sarung itu--menimbulkan pencemaran lingkungan. Asap dan debu batu bara yang keluar dari cerobong perusahaan, ditambah dengan suara bising mesin, telah mengotori rumah serta mengancam kesehatan warga setempat.

Mereka mengeluhkan gatal-gatal dan ISPA. Lebih dari itu, air sungai di sekitar permukiman warga ikut terdampak limbah sehingga berwarna pekat dan berbau busuk.

Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jateng, Iqbal Al Ghofani mengatakan, dampak pencemaran lingkungan itu memicu reaksi warga karena setiap hari harus menghirup udara kotor. Bahkan, atap rumah warga dilaporkan rusak dampak dari getaran mesin boiler yang beroperasi di pabrik tersebut.

"Berkali-kali warga menyampaikan keberatannya, tapi pemerintah dan PT Pajitex tidak pernah mendengarkan. Berbagai upaya mediasi sudah diusahakan oleh warga, tapi perusahaan tersebut malah memperparah pencemaran dengan menambah cerobong asap," ungkapnya saat dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (12/3/2022).

Bukannya memperbaiki proses produksi yang merusak hidup warga, PT Pajitex malah menambah beban warga dengan melaporkan dua warga yang terus berjuang keras melindungi lingkungan hidupnya.

Baca Juga: 9 Konflik Agraria di Jateng Walhi: Pemerintah Mesti Akomodasi Rakyat

2. Terjadi kriminalisasi warga di lingkungan PT Pajitex

Tim Advokasi Melawan Pencemaran Lingkungan Pekalongan melaporkan kasus kriminalisasi warga oleh PT Pajitex ke pihak berwenang. (dok. Walhi Jateng)

Iqbal menjelaskan, kriminalisasi terhadap dua warga tersebut merupakan bentuk perbuatan strategic lawsuit against public participation (SLAPP) atau upaya litigasi untuk membungkam perjuangan warga. Kriminalisasi itu bertentangan dengan Pasal 66 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Dalam undang-undang tersebut menyebutkan, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan secara khusus kepada pejuang lingkungan hidup," tuturnya.

Dari kriminalisasi itu, Walhi Jateng dan LBH Semarang pada Agustus 2021 menyurati Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Pekalongan Kota untuk segera menghentikan proses penyidikan kepada dua warga tersebut.

Tim Advokasi Melawan Pencemaran Lingkungan Pekalongan juga sempat mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pekalongan. Mereka menuntut menerima permohonan, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyatakan tidak sah penetapan tersangka kepada dua warga pejuang lingkungan yang melawan pencemaran PT Pajitex.

Kepada PT Pajitex, tim advokasi juga menuntut perusahaan untuk segera menghentikan pencemaran lingkungan baik pencemaran air, udara, maupun suara.

3. Tim advokasi minta pihak berwenang menyelidiki kasus PT Pajitex

Tim Advokasi Melawan Pencemaran Lingkungan Pekalongan melaporkan kasus kriminalisasi warga oleh PT Pajitex ke pihak berwenang. (dok. Walhi Jateng)

Tim ikut meminta kepada Bupati Pekalongan untuk segera memberikan sanksi kepada PT Pajitex dengan mencabut izin lingkungan. Kemudian, kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), tim advokasi meminta untuk segera menghentikan proses kriminalisasi kepada warga Pekalongan yang melawan pencemaran lingkungan.

Mereka turut mendesak polisi untuk menyelidiki dan menyidik dugaan tindak pidana pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Pajitex di Pekalongan.

"Pak Muhammad Abdul Afif dan Pak Kurohman, warga Desa Watusalam adalah pejuang lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat jelas dari runtutan upaya perlindungan lingkungan hidup yang dilakukan sejak tahun 2006. Mulai dari penyampaian keberatan sampai kepada berbagai audiensi. Negara seharusnya hadir menjalankan fungsinya melindungi lingkungan hidup warga, bukan justru menambah beban warga dengan melanjutkan proses kriminalisasi terhadap warga," jelasnya.

4. Pencemaran muncul dari pergantian bahan bakar industri

ilustrasi batu bara (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Menanggapi permasalahan itu, melalui keterangan resmi manajemen PT Pajitex menilai, tuduhan itu telah menyudutkan dan menggiring opini yang salah. Staf legal PT Pajitex, Firman Badjri menjelaskan, PT Pajitex sudah berdiri sejak tahun 1988 di kawasan industri Kabupaten Pekalongan yang saat itu masih jarang penduduk bermukim.

Dengan berdirinya perusahaan, kawasan sekitar perusahaan menjadi lebih padat penduduk, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan sosial.

‘’PT Pajitex sendiri sekarang memiliki kurang lebih 1.400 karyawan dan mampu menyerap tenaga kerja dari warga sekitar perusahaan. Kemudian, muncul persoalan ini. Hal itu setelah ada regulasi mengenai bahan bakar industri untuk menggunakan batu bara dari bahan bakar minyak solar atau MFO pada tahun 2006. Sehingga, kami mengganti boiler bahan bakar solar menjadi bahan bakar batu bara. Saat itu pula, perusahaan menggunakan satu boiler 8 ton dan di tahun berikutnya ada penambahan satu boiler 10 Ton,” jelasnya. 

Adapun, PT Pajitex sudah menuruti permintaan warga untuk meninggikan cerobong setinggi empat meter dan perbaikan suara dengan pemasangan peredam, serta mengganti Induced Draft Fan (ID Fan). ID Fan merupakan sebuah kipas (fan) yang digunakan mengisap udara sisa hasil pembakaran (flue gas) dari dalam boiler.

Kesemuanya juga telah diuji baik secara emisi maupun kebisingan selama 24 jam. Hasil uji tersebut sudah sesuai regulasi yang berlaku dan disampaikan kepada dinas yang terkait.

Sementara ihwal kriminalisasi yang dituduhkan, Firman membantah bahwa kronologi kasus perusakan bermula dari sejumlah orang yang masuk secara paksa ke lingkungan pabrik PT Pajitex. Mereka ingin bertemu dengan pimpinan pabrik.

“Setelah bertemu dengan pimpinan perusahaan, warga memaksa agar boiler disetop saat itu juga. Kami menyampaikan bahwa boiler batu bara tidak mungkin disetop secara mendadak karena akan berdampak pada mesin-mesin produksi dan ratusan karyawan yang tidak bekerja,” jelasnya.

Baca Juga: Penanganan Kasus Jadi Sorotan, Rapor Merah Polisi Menurut LBH Semarang

Berita Terkini Lainnya