TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penduduk Miskin di Jateng Cari Makan dari Sektor Pertanian 

BPS Jateng catat angka kemiskinan turun pasca pandemik

Ilustrasi warga miskin kota menarik gerobak bersama dua anaknya (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Semarang, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat angka kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah per Maret 2022 di angka 10,93 persen. Sebanyak 3,83 juta penduduk miskin itu bergantung hidup pada sektor pertanian.

1. Kebumen jadi kabupaten termiskin di Jateng

Ilustrasi pertanian (Dok. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Ada lima kabupaten di Jawa Tengah dengan angka kemiskinan tertinggi. Daerah tersebut di antaranya Kebumen (17,83 persen), Wonosobo (17,67 persen), Brebes (17,43 persen), Pemalang (16,56 persen) dan Purbalingga (16,24 persen).

Kepala BPS Jateng, Adhi Wiriana mengatakan, daerah dengan angka kemiskinan tertinggi ini penduduknya menggantungkan hidup di sektor pertanian atau bermata pencaharian sebagai petani.

‘’Mereka yang tinggal di daerah tersebut umumnya memiliki pendapatan yang relatif kecil. Misalnya, penduduk yang tinggal di Brebes, mereka mayoritas mata pencahariannya sebagai petani bawang merah. Saat panen raya harga bawang jatuh pendapatan mereka sedikit, apalagi saat tidak ada panen semakin tidak ada pemasukan,’’ ungkapnya kepada IDN Times, Jumat (14/10/2022).

Baca Juga: 50 Rumah Warga Miskin di Cilongok Banyumas Teraliri Listrik Gratis 

2. BPS ukur kemiskinan dengan konsep kebutuhan dasar

Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Adhi Wiriana (Youtube/BPS Jateng)

Kondisi tersebut tidak hanya di Brebes, tetapi juga terjadi di daerah lain seperti Kebumen, Pemalang, Purbalingga, dan Wonosobo yang penduduknya mencari makan dari sektor pertanian. Pemasukan mereka dari keuntungan berjualan komoditas pangan sangat sedikit sehingga berdampak tidak bisa meningkatkan taraf hidup.

BPS Jateng mengukur kemiskinan ini berdasarkan konsep kebutuhan dasar. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Orang miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar baik makanan maupun bukan makanan.

‘’Jadi, kami mengukur dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Berdasarkan media pangan dan gizi, seseorang dikatakan miskin jika nilai pengeluaran kebutuhan makanan kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. Lebih mudah dipahaminya, mereka makan hanya sekali sehari,’’ jelasnya.

3. Penduduk dikatakan miskin jika penghasilannya Rp 1,57 juta

Ilustrasi korban jiwa menangis. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

BPS memantau sebanyak 52 komoditas makanan. Kemudian, untuk non makanan dihitung dari perumahan, sewa rumah, pakaian, listrik, gas dan sebagainya. Secara umum, penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan.

Adhi menjelaskan, untuk di Jateng dengan penduduk 37 juta jiwa, garis kemiskinan per Maret 2022 di angka Rp 438.833 per kapita per bulan.

‘’Jadi, contoh mudahnya kalau dalam satu keluarga suami istri pendapatannya kurang dari Rp 1,57 juta per bulan maka disebut miskin. Apalagi, di dalam rumah ada 3–4 orang. Kondisi ini mematahkan pepatah bahwa makin banyak anak makin banyak rezeki,’’ ujarnya.

4. Penduduk miskin mayoritas cuma lulus SD

Ilustrasi pemukiman penduduk miskin. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Kajian lain terkait kemiskinan, BPS mengukur perbedaan antara penduduk miskin dan tidak miskin di Jateng. Penduduk miskin di Jateng dapat diukur dari persentase kepala rumah tangga perempuan.

‘’Saat ini 13,7 persen penduduk miskin di Jateng kepala rumah tangganya perempuan. Artinya, biasanya perempuan bekerja ini upahnya lebih kecil atau pekerjaannya tidak memenuhi syarat seperti jadi buruh cuci, kerja di pasar, atau pedagang kecil,’’ tutur Adhi.

Kemudian, lanjut dia, penduduk dikatakan miskin juga diukur dari pendidikan sekolah yang rendah. Untuk di Jateng, kepala atau anggota keluarga 73,36 persen hanya tamatan SD.

Untuk diketahui, sepanjang tahun 2017–2022 persentase penduduk miskin di Jateng paling tinggi pada bulan September 2020, yaitu 11,84 persen atau sebanyak 4.119.000 penduduk masuk dalam kategori. Hal ini karena pada periode tersebut terjadi pandemik COVID-19.

Baca Juga: Turun 102,6 Ribu, Warga Miskin di Jawa Tengah Masih 3,83 Juta Orang 

Berita Terkini Lainnya