TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rumah Lawas Sekayu, Jejak Kampung Wali dan Pusat Pemerintahan Semarang

Kisah dari sang penjaga kampung kuno di Semarang

Rumah-rumah kuno di Kampung Sekayu Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Semarang, IDN Times - Bagi sebagian orang, rumah tidak sekadar untuk tempat tinggal. Ikatan yang erat dengan peraduan yang telah lama dihuni bagi pemiliknya, bak pusaka yang harus dijaga.

Jika ingin melihat pusaka tersebut berkunjunglah ke Kampung Sekayu yang berada di jantung kota Jalan Pemuda Semarang, tepat di belakang Mal Paragon. Di sana terdapat rumah-rumah lawas yang masih kokoh berdiri dan dijaga oleh para pemiliknya.

1. Rumah-rumah lawas muncul saat Kampung Sekayu menjadi pusat pemerintahan Semarang

Rumah-rumah kuno di Kampung Sekayu Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Rumah-rumah di permukiman yang muncul tahun 1413 tersebut pada masanya disebut kampung pekayuan. Dulu lokasi tersebut merupakan tempat pengumpulan kayu untuk pembangunan Masjid Demak oleh Sunan Kalijaga. Salah satu jejak yang tampak di sana adalah berdirinya Masjid At Taqwa yang dibangun oleh Kiai Jamal utusan Sunan Kalijaga.

Konon zaman dahulu Kampung Sekayu juga pernah menjadi pusat pemerintahan Kota Semarang. Jejak keberadaan pusat pemerintahan tersebut lekat dengan nama-nama gang di Kampung Sekayu. Pada setiap lorong gang di lingkungan padat penduduk itu menggunakan istilah perangkat pemerintahan pada masa lalu. Seperti Kepatihan dan Tumenggungan.

Salah satu warga Jalan Sekayu Tumenggungan, Joko menuturkan rumah-rumah kuno milik para patih dan tumenggung itu sampai saat ini masih ada meskipun sudah pernah direnovasi. Adapun, ciri khas rumah asli Sekayu adalah dinding yang terbuat dari kayu jati dengan pintu rumah dengan ukiran yang menunjukkan simbol kepangkatan dari pemiliknya.

‘’Jika rumah Tumenggung, di atas pintu biasanya ada ornamen berbentuk persegi panjang dengan lambang bumi dikelilingi sembilan mata anak panah. Simbol itu memiliki arti tugas tumenggung adalah pembantu para wali sembilan, untuk memberikan cahaya dan kedamaian serta menolak kemungkaran di muka bumi ini,” katanya saat ditemui IDN Times, Jumat (18/6/2021).

Baca Juga: Masjid Sekayu di Semarang, Tertua di Jateng, Jujugan Studi Islam 

2. Setiap rumah memiliki ornamen berbeda sesuai kepangkatan pemiliknya

Rumah-rumah kuno di Kampung Sekayu Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Kemudian rumah di Jalan Sekayu Kepatihan yang dulu tempat tinggal para patih, di dalam rumah terdapat ornamen anak panah berjumlah empat berukuran panjang, dan lingkaran oval yang digambarkan sebuah lautan luas. Lalu, ada anak panah pendek menusuk bulatan yang maknanya negeri Nuswantoro (Indonesia), walau sejengkal tanah harus dipertahankan kejayaannya.

“Ada lagi ornamen, berupa empat anak panah menembus bumi atau bulatan, yang pada sudutnya terdapat bunga kenanga yang mekar. Menandakan para patih punya tekad yang kuat agar Nuswantoro memiliki nama harum dan besar di dunia Internasional,” ungkapnya.

Namun, lanjut Joko, ornamen-ornamen tersebut sudah banyak yang hilang dari rumah penduduk itu. Apalagi, perkampungan itu telah terdesak pembangunan dan menjadi tempat bisnis.

3. Rumah lawas sudah dihuni lebih dari tiga generasi

Rumah-rumah kuno di Kampung Sekayu Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Joko adalah warga asli Kampung Sekayu, dari lahir hingga kini berusia 59 tahun tinggal di permukiman tersebut. Ada dua rumah kuno yang dia jaga sampai sekarang, yaitu rumah di Jalan Sekayu Tumenggungan dan di Jalan Sekayu Keramat Jati.

Rumah di Jalan Sekayu Tumenggungan merupakan rumah keluarga besarnya. Rumah bercat biru itu baru saja direnovasi. Joko tetap mempertahankan keaslian bentuk rumah tersebut. Dindingnya masih dari papan kayu jati, ventilasi udara di atas pintu yang berbentuk seperti anak panah yang menjuru ke segala arah angin yang menunjukkan ciri khas Tumenggungan juga masih ada. Selain mengecat ulang, Joko meninggikan posisi rumah agar tidak terkena banjir.

‘’Usia rumah ini lebih tua daripada usia saya. Wong rumah ini sudah ada sejak zaman simbah saya. Kemudian, ditinggali orang tua saya, lalu ini sedang saya bangun untuk nanti saya atau anak saya tinggali,’’ ujarnya.

Rumah di Jalan Sekayu Tumenggungan menjadi saksi tiga generasi keluarga Joko yang pernah tinggal di sana. Dia masih menyimpan kenangan masa kecil selama tinggal di rumah dengan pintu bergaya kupu tarung itu.

‘’Ya, meskipun saya sudah punya rumah sendiri di Jalan Sekayu Keramat Jati, rumah ini tetap saya pertahankan. Sebab, banyak kenangan disini,’’ katanya.

4. Butuh usaha lebih untuk merenovasi rumah kuno di Kampung Sekayu

Lingkungan padat penduduk di Kampung Sekayu Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Niat mempertahankan kenangan tempat bertumbuh dan tinggal itu juga dilakukan oleh warga lainnya seperti Toyo. Dia mengaku, perlu usaha setiap kali ingin merenovasi rumah kuno di Kampung Sekayu.

‘’Misalnya, untuk menaikkan rumah agar terhindar dari banjir membutuhkan teknik tersendiri. Paling tidak ada empat orang yang mengerjakan dan dengan alat bantu dongkrak untuk menaikkan. Kemudian, papan-papan dilepas dulu, lalu rangka perlahan-lahan dialasi bambu baru didongkrak. Kalau papan tidak dilepas, khawatir pecah karena kayu sudah terlalu kering dan tua,’’ jelasnya.

Baca Juga: Imbas COVID-19, Wisata Kampung Pelangi Semarang Tutup, Cat pada Rusak

Berita Terkini Lainnya