TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aparat Provokasi Warga Wadas Purworejo Biar Bisa Dijerat UU Darurat?

Tanah adalah ruang hidup, bermakna religius-magis

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) memasang spanduk saat melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Purworejo, IDN Times - Konflik antara warga dengan aparat kepolisian terjadi saat pengukuran tanah di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Selasa (8/2/2022). Pakar hukum yang juga dosen dan peneliti Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), I Gusti Agung Made Wardana menilai, konflik warga dengan aparat tersebut tidak bisa lepas dari pengkondisian iklim represi yang dilakukan aparat yang terjadi beberapa bulan terakhir, dengan terus menerus memprovokasi warga Desa Wadas.

Baca Juga: 40 Orang Ditangkap saat Konflik Wadas Purworejo, Satu Disebut COVID-19

1.

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Pengkondisian iklim represi tersebut, menurut Agung, sudah umum digunakan agar ada warga terprovokasi sehingga mereka bisa melakukan sebuah tindakan pidana.

"Di sinilah SLAPP (strategic litigation against public participation) akan digunakan untuk membungkam perlawanan. Bukti bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dibesar-besarkan, sehingga menjadi syarat aparat mengambil tindakan represif. Jika penolakan warga masih kuat, maka kasus senjata tajam berubah menjadi proses pidana UU Darurat. Lihat kasus Budhi Tikam di Bangka-Belitung," unggah Agung Wardana dilansir akun Twitternya, @agungwarancak, Rabu (9/2/2022).

2. Nilai tanah hanya dilihat dari NJOP

Ilustrasi Konflik. (IDN Times/Aditya Pratama)

Agung, yang juga akrab dengan sapaan Igam itu menerangkan jika konflik di Desa Wadas tidak hanya sekadar kepemilikan tanah yang bisa diselesaikan melalui “ganti untung”. Persoalan tersebut berhubungan dengan penghidupan warga--baik pemilik tanah maupun bukan pemilik tanah--yang bersandar pada unit ruang tersebut.

"Jangan lupa Rezim Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang dipakai untuk merampas tanah warga juga bermasalah. Di sini, tanah hanya diartikan secara instrumental melekat pada pemiliknya sehingga nilainya pun sekadar dihargai hitung-hitungan berbasis NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)," imbuhnya yang juga disapa Igam.

Baginya, tanah adalah ruang hidup, tidak sekadar bernilai instrumental sebagai aset ekonomi, tapi penanda identitas. Tanah, lanjut Agung, juga bermakna religius-magis sebagai medium relasi sosial baik generasi sekarang dan lintas generasi (dulu-sekarang-mendatang) melalui pewarisan.

Baca Juga: 250 Polisi Sengaja Dikirim ke Wadas Purworejo: Rakyat Berhak Bertindak

Berita Terkini Lainnya