Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Magelang, IDN Times - Ada sebuah kebiasaan unik di kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Agar bisa saling melindungi saat terjadi bencana letusan Gunung Merapi, suatu desa harus melamar ke desa penyangga. Hal ini dilakukan agar warga yang mengungsi dapat diterima di desa lainnya (desa penyangga).
Konsep unik tersebut merupakan bagian dari inovasi Paseduluran Deso (PASESO) yang diciptakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Baca Juga: Kebakaran Hutan di Taman Nasional Gunung Merapi Dapat Diatasi
1. Konsep sederhana layaknya seorang pengantin
Konsep tersebut diterapkan Pemkab Magelang dengan harapan dapat memberikan nuansa seolah-olah mereka mengungsi di rumah saudaranya.
"Sehingga bisa merasa sedikit lebih nyaman, walaupun tidak senyaman di rumah sendiri sebagai pasangan pengantin yang harmonis," jelas Bupati Magelang, Zaenal Arifin saat mempresentasikan program yang masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019 ini, di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), demikian dikutip IDN Times dari keterangan tertulis yang diterima, Rabu (4/9).
2. Inovasi sister village untuk penanganan bencana
Menurut Zaenal, paradigma penanggulangan bencana telah bergeser dari respon darurat atau responsif, ke arah preventif dengan menekankan pengurangan risiko bencana berbasis pemberdayaan masyarakat.
PASESO atau disebut juga dengan sister village adalah inovasi dari Kabupaten Magelang terkait penanganan pengungsi letusan Gunung Merapi. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membentuk persaudaraan antar-desa untuk pengurangan risiko bencana.
3. Upaya meminimalkan korban
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah Zaenal menjelaskan, secara umum, inovasi ini memperbesar skala pengungsian dari rumah ke rumah menjadi desa ke desa.
"Dengan adanya sister village ini maka saudara-saudara kita yang berada di kawasan rawan bencana sudah memiliki suatu kepastian untuk bagaimana mengungsi. Ini merupakan langkah kita dalam penanganan pra bencana, bagaimana kita mencoba untuk melindungi dan meminimalkan korban atau zero korban," kata Zaenal.
4. Sudah terbentuk 19 pasang desa bersaudara
ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho Setelah diterapkannya PASESO, sudah terbentuk 19 pasang desa bersaudara dengan memanfaatkan Sistem Informasi Desa (SID) di Kawasan Rawan Bencana. Sehingga, dengan keberadaan pasangan desa tersebut, penanganan pengungsi lebih tertata dan korban dapat diminimalisir.
Sebelum adanya PASESO, jika mengungsi terjadi kesemrawutan dan ketidakpastian tempat mengungsi. Adanya PASESO dikuatkan dengan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman kedua belah pihak, lengkap dengan buku nikah layaknya sepasang pengantin.
Baca Juga: Selama Agustus, Merapi Keluarkan Lava Pijar Lebih dari 900 kali