TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banjir Pantura Jateng Dipicu Penurunan Tanah 5,6-10 Cm Per Tahun

Awas, bisa jadi bencana di pemukiman padat penduduk

Para pekerja di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pulang menembus banjir rob. (Antara/Aji Styawan)

Semarang, IDN Times - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan banjir yang melanda wilayah Pantura Jawa Tengah terutama di Kota Semarang disebabkan adanya penurunan muka tanah yang sangat signifikan. 

Baca Juga: Banjir Rob Pekalongan, Wisata Laut Ditutup, Masih Ada 160 Pengungsi 

1. Badan Geologi akan petakan terus kondisi penurunan muka tanah

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, SS Rita Susilawati mengatakan kondisi penurunan muka tanah bisa dilihat dari karakteristik tanah dan kondisi bebatuannya.

"Maka pemetaan akan terus kami lakukan, kemudian melakukan penyelidikan geologi teknik dan melakukan monitoring laju penurunan muka tanah," kata Rita dalam sesi paparan yang disiarkan melalui aplikasi Zoom, pada Selasa (31/5/2022). 

2. Kepala Pusat Air Tanah kaget dengan perubahan di wilayah pesisir

Ilustrasi Banjir (IDN Times/Mardya Shakti)

Ia mengungkapkan kondisi penurunan muka tanah membuatnya khawatir. Sebab, dari hasil kajian teknis petugas Badan Geologi di tiap wilayah Pantura Jateng ditemukan perbedaan mencolok pada bangunan ketika muncul banjir. 

Di tiap wilayah pesisir, kondisi tanggulnya juga telah berada mendekati permukaan air laut. 

"Saya langsung cek kondisi di sana. Dan saya mengetahui dengan aslinya. Memang miris sekali. Sampai ada rumah yang atapnya terendam. Ada perbedaan mencolok antara tanggul dengan rumahnya. Maka dari itu, kondisi tanggulnya mendekati muka air. Sehingga, penyebab banjir rob itu ada kombinasi antara arus laut, perubahan iklim dan penurunan tanah. Lalu penurunan tanah ini bisa terjadi lambat maupun secara tiba-tiba," jelasnya. 

3. Penurunan tanah jadi bencana nyata di area perkotaan

Suasana pemukiman padat penduduk di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (7/12/2020). Provinsi Jawa Barat mendapatkan bantuan Rp68 miliar untuk program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) guna mendukung kegiatan padat karya yang menitikberatkan pada infrastruktur pemukiman terutama peningkatan kualitas pemukiman kumuh di 68 kelurahan dan desa di 19 kota atau kabupaten. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Lebih lanjut, ia menyatakan penurunan muka tanah menjadi bencana yang sangat nyata mengancam penduduk yang tinggal di pemukiman yang padat dan area perkotaan. Ini karena di dua kawasan itu terdapat infrastruktur penyediaan bangunan permanen. 

Selain itu, Rita mengungkapkan penurunan muka tanah juga menyebabkan banjir rob di Kota Semarang, Kabupaten Demak dan wilayah Pantura lainnya. 

"Tentunya ini ancaman bencana bagi yang ada di pemukiman padat dan perkotaan karena di sana tersedia infrastruktur dan penyediaan bangunan. Di dekat pantai juga bisa menyebabkan rob seperti di Semarang Demak dan Pantura. Saya yakin di sana penduduknya sudah menyiapkan segalanya seperti mulai memikirkan akan menaikan bangunan rumahnya lima tahun akan datang dan sebagainya. Untuk itulah kami berusaha terus monitoring penurunan tanah," bebernya. 

4. Laju penurunan muka tanah 5,6-10 sentimeter per tahun

Portet tanah longsor di bawah Jembatan Mahkota II Samarinda. Tanah ini semakin ambles dibandingkan hari sebelumnya (IDN Times/Yuda Almerio)

Di wilayah Pantura Jawa Tengah, pihaknya memiliki 18 titik stasiun pengamatan penurunan tanah yang tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Demak. 

Menurutnya saat ini laju penurunan muka tanah di Pantura Jateng tergolong sangat cepat. Berdasarkan kajian Badan Geologi, pada Maret 2020 sampai September 2021 kemarin rata-rata penurunan tanahnya mencapai 5,6 sentimeter per tahun. 

"Tapi ada yang mengalami penurunan tanah 10 sentimeter, ada yang 8,4 sentimeter. Hanya saja yang kita dapatkan data rata-ratanya 5,6 sentimeter," jelasnya. 

Baca Juga: Banjir Terjang Pelabuhan Tanjung Emas, 84 Peti Kemas Rusak, 300 Eksportir Rugi Miliaran

Berita Terkini Lainnya