TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dihuni Pohon Jati Raksasa, Cagar Alam Darupono Disulap Jadi Museum Kayu

Hutan jati Darupono berusia ratusan tahun

Sebuah pohon jati berdiameter besar yang tumbuh di Cagar Alam Darupono Kendal. Fariz Fardianto/IDN Times

Kendal, IDN Times - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bakal membangun sebuah museum kayu di lokasi perkebunan pohon jati yang terletak di Cagar Alam Darupono, Kendal. 

Pembuatan museum kayu akan dimanfaatkan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat sekaligus meningkatkan konsep pelestarian tanaman jati yang telah berusia ratusan tahun di kawasan tersebut.

"Nantinya harus ada sebuah museum kayu di Cagar Alam Darupono. Tempatnya gak usah terlalu luas. Yang penting masyarakat Indonesia bisa mengetahui seluk beluk tanaman jati yang bertebaran di tempat ini. Apalagi hutan jati di Darupono sudah ada sejak tahun 1808," kata Dirjen Konsevasi dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDE) KLHK, Wiratno, Senin (15/6).

Baca Juga: 1.672 Ha Hutan Lindung di Jateng Terbakar, Ribuan Batang Jati Hangus

1. Pohon jati bisa hidup hingga ratusan tahun

KLHK saat mengecek kondisi hutan jati Darupono. Fariz Fardianto/IDN Times

Selain itu, dengan keberadaan museum kayu, orang-orang bisa mempelajari cara menanamnya. Pohon jati juga terbilang sangat unik. Sebab, akar tunggalnya yang menancap kuat ke dalam tanah bisa membuat satu pohon jati hidup selama 70 tahun dan ratusan tahun. "Kalau lebih dari itu, akarnya jadi lapuk. Itu yang bikin pohon jati tumbang di jalanan," terangnya.

Pihaknya juga menginginkan agar museum kayu di Darupono bisa dilengkapi dengan sejarah hutan jati di Indonesia. 

2. Hutan jati Darupono ditemukan pada 1808 silam

Cagar Alam Darupono. Fariz Fardianto/IDN Times

Di Hutan jati Darupono misalnya, hutan jati yang awalnya ditemukan pada 1808 silam, lalu dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda mulai 1858 hingga 1933 silam. Setelah itu, kawasan hujan jati dijadikan cagar alam pada 1999 dan bertahan sampai saat ini.

Masyarakat, tambahnya juga bisa mengetahui penyebab sejarah kerusakan hutan jati yang berada di sejumlah wilayah. 

"Sehingga ketika masyarakat ke Darupono, mereka bisa belajar cara tanam jati seperti apa saja. Kerusakannya sebesar apa. Karena saat zaman kolonial Jepang, hutan jati juga difungsikan sama rakyat kita buat mencukupi kebutuhan hidup. Caranya dengan membuat tumpang sari. Makanya sekarang di bawah jati itu kan pasti ada jagungnya dan tanaman pangan lainnya," ujarnya.

Baca Juga: Corona, Cadangan Pakan Satwa 9 Bonbin di Jateng Cuma Cukup 3 Bulan

Berita Terkini Lainnya