TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Efek Anomali Cuaca, BMKG Ajari Nelayan Semarang Deteksi Arah Angin

BMKG tingkatkan keahlian para nelayan

Petugaa prakiraan cuaca menjelaskan kepada nelayan manfaat mengetahui informasi prediksi cuaca wilayah perairan dalam kondisi anomali cuaca. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Semarang, IDN Times - Kemampuan mengenali siklus perubahan cuaca secara kasat mata atau biasa disebut ilmu titen sudah tidak bisa lagi digunakan para nelayan yang melaut di perairan Semarang dan sekitarnya. Musababnya, anomali cuaca yang tergolong ekstrem mengakibatkan para nelayan kesulitan mendeteksi setiap perubahan gumpalan awan maupun arah angin. 

1. Hasil tangkapan nelayan terdampak anomali cuaca

Proses pengenalan alat penakar cuaca di Kantor Stasiun BMKG Meteorologi Maritim Tanjung Emas Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Menurut Sub Koordinator Pemberdayaan Nelayan Kecil, Dinas Perikanan Kota Semarang, Bambang Sujono anomali cuaca yang semakin tak menentu telah berdampak terhadap hasil tangkapan para nelayan di wilayahnya. 

Tercatat saat ini ada 1.228 nelayan yang tersebar di seluruh garis pantai Semarang yang menggunakan perahu bermesin di bawah 5 Gross Ton (GT). 

"Dengan kondisi saat ini yang infonya dari BMKG sudah masuk kemarau dan mestinya tidak ada hujan, tetapi saya khawatir di bulan Juni atau Juli masih diguyur hujan. Sehingga memang hasil tangkapan di laut terkena efek perubahan cuaca yang semakin tidak menentu," kata Bambang kepada IDN Times, Rabu (23/5/2023). 

2. Ilmu titen sulit dilakukan nelayan

Seorang petugas Stasiun BMKG Meteor Maritim Tanjung Emas Semarang saat memperlihatkan handphone yang berisi aplikasi mengenai informasi prakiraan cuaca wilayah perairan kepada puluhan nelayan yang diberi pembekalan dalam kegiatan sekolah lapang cuaca nelayan (SLCN). (IDN Times/Fariz Fardianto)

Bambang pun menyebut ilmu titen yang digunakan nelayan saat ini tak sepenuhnya akurat. 

Agar pengetahuan mendeteksi cuaca bisa meningkat, pihaknya mengaku telah melibatkan 85 nelayan dari 85 KUB untuk mengikuti kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN). SLCN diikuti nelayan Semarang selama tiga tahapan. Setiap tahap melibatkan 25-35 nelayan. 

"Karena nelayan itu kan melaut mengunakan ilmu titen. Tetapi sekarang tidak bisa sepenuhnya dititeni karena ada anomali cuaca. Maka dibutuhkan tambahan-tambahan ilmu dengan mengikuti sekolah cuaca. Setidaknya mereka juga dilengkapi ilmu pengetahuan," ungkapnya. 

3. Nelayan dibekali kemampuan mengenal informasi dari BMKG

Petugas BMKG. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Tak cuma itu saja, katanya adanya peningkatan pengetahuan mengenai cara mendeteksi cuaca bisa mengantisipasi kecelakaan di laut. Sehingga setiap nelayan bisa memperkirakan kapan waktunya berangkat, kapan waktunya pulang dan apa saja yang harus dilakukan ketika muncul badai di laut lepas. 

"Kalau dibekali wawasan tambahan, mereka yang berangkat bisa tahu apakah aman atau tidak, bisa menghindari kecelakaan di laut, kapan musti berangkat kapan pulangnya dan melihat tanda tanda perubahan cuaca di laut. Biar tidak terjebak hujan dan badai di laut," urainya. 

Baca Juga: Semarang Panas Terik! Waspada Penyakit Metabolik Muncul saat Kemarau

Berita Terkini Lainnya