Waduh! Gegara Physical Distancing, Bus Trans Semarang Merugi Rp21 M
Sopir BRT tetap digaji Rp3,2 juta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Masa pandemik COVID-19 yang berlangsung hampir dua tahun menjadi ujian terberat bagi moda transportasi umum di Kota Semarang. Pengelola Bus Rapid Trans (BRT) Semarang mengaku mengalami kerugian hingga Rp21 miliar lantaran adanya aturan protokol kesehatan terutama mengenai pembatasan kapasitas pada setiap armada bus.
"Selama pandemik COVID-19 sampai saat ini nilai kerugiannya sudah mencapai Rp21 miliar. Karena dengan aturan physical distancing telah menyebabkan keterisian penumpang BRT jadi turun drastis. Penurunan okupansinya bisa sampai 60 persen lebih," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang, Endro Pudyo Martanto kepada IDN Times, Rabu (24/11/2021).
Baca Juga: Bayar Pakai OVO, Naik BRT Trans Semarang Nggak Butuh Recehan
1. Okupansi setiap koridor BRT turun 40 persen
Lebih lanjut, Endro menjelaskan penurunan okupansi BRT terjadi di seluruh koridor perjalanan yang ada di Semarang. Di setiap koridornya, kata Endro mentok hanya terisi 40 persen penumpang.
Ia berkata kondisi yang dialami BRT diperparah dengan adanya pemberlakuan belajar online bagi para pelajar di semua jenjang pendidikan mulai TK, SD, SMP, SMA hingga tingkat perguruan tinggi.
Selain itu, banyak BRT yang kosong melompong lantaran ada pembatasan jumlah karyawan oleh masing-masing perusahaan.
"Padahal kan okupansinya BRT itu didominasi anak sekolah dan karyawan swasta. Lha dengan tidak adanya pertemuan tatap muka ditambah lagi ada pengurangan karyawan selama masa pandemik, otomatis dampaknya sangat terasa sekali pada transportasi massal seperti BRT. Misalnya saat semester I 2021 sampai semester II 2021 keterisian penumpangnya hanya 40 persen," urainya.
Baca Juga: Sampai Juli, Naik BRT Trans Semarang Bisa Bayar Pakai Botol Plastik