TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Edan Tapi Mapan, Pedoman Suporter Persis Solo, Pasoepati

"Rivalitas itu hanya 90 menit di lapangan."

Suporter Pasoepati Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Surakarta, IDN Times - Pasoepati, menjadi salah satu suporter klub sepak bola Persis Solo. Organisasi suporter yang berdiri pada 9 Februari 2000 itu mengusung misi perdamaian. Pasoepati lantas menjelma menjadi pemain ke-13 Laskar Sambar Nyawa--julukan Persis Solo yang saat ini berlaga di Liga 1.

Bagaimana sepak terjang mereka?

Baca Juga: Psikolog: Suporter Bola dengan Identitas Kelompok Lebih Berbahaya

1. Dibentuk saat dunia sepak bola masih dinilai primitif

Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Pasoepati merupakan kependekan dari Pasukan Suporter Pelita Sejati. Sesuai namanya, kelompok tersebut muncul untuk memberikan dukungan kepada Pelita Jaya yang kemudian berubah nama menjadi Pelita Solo, setelah pindah dari Jakarta pada 2000.

Pemarkarsa sekaligus Presiden pertama Pasoepati, Mayor Haristanto mengisahkan, awal mula terbentuknya komunitas mempunyai dengan slogan "Edan Tapi Mapan" yang berarti gila tapi mantap.

Sebelum Pasoepati berdiri, suporter yang memadati Stadion Manahan kala itu masih bersifat kedaerahan dan berasal dari kampung-kampung di wilayah Solo.

Di samping itu Mayor menilai, suporter pada saat itu masih jahiliah dan primitif, artinya tidak ada rasa sportivitas antarsuporter saat pertandingan.

"Kami lahir pada 9 Februari 2000 itu jargonnya 'Revolusi Citra Baru Suporter Indonesia', artinya apa memang saat itu suporter Indonesia memang masih jahiliah dan primitif. Inginnya menang tidak fair play. Padahal suporter sepak bola itu aset industri sepak bola yang luar biasa," katanya kepada IDN Times, Kamis (6/10/2022).

2. Tidak resmi tapi saling menghargai

Persis Solo vs Bali United. (baliutd.com)

Mengusung misi revolusi baru, Pasoepati hingga kini makin berkembang dan berubah menjadi sebuah organisasi besar dengan susunan kepengurusan yang terstruktur.

Wakil Presiden Pasoepati periode 2021--2023, Agus Ismiyadi menyatakan, meski tak bernaung secara resmi di dalam klub Persis Solo, suara dan aspirasi para suporter Pasoepati tetap didengar oleh petinggi dan manajemen untuk kemajuan klub kesayangan.

"Kita kayak pemain ke-13 memberikan support yang luar biasa walaupun jalannya kita mandiri. Maksudnya tidak ada hubungan pendanaan atau manajemen dari klub. Kita mandiri, loyalitas tanpa batas, karena cinta dan berkorban dalam bentuk apa pun untuk Persis Solo," ujarnya.

Kehadiran Pasoepati seakan-akan menjadi juri bagi para Laskar Samber Nyawa. Tak jarang, para pentolan Pasoepati kerap diajak untuk berdiskusi dan memberikan penilaian bagi tim kesayangannya.

"Ada agenda khusus, iya. Kalau kita ada acara kita diundang mereka. Waktu launching KTA (Kartu Tanda Anggota), kita juga undang manajer Persis Solo. Kemudian, acara ulang tahun Pasoepati, terus isu besar soal pergantian pelatih, kita undang juga mereka pada waktu berlaga di liga 2," ungkap Agus.

3. Edukasi suporter muda sejak dini

Pertandingan Liga 1, Persis Solo vs PSIS Semarang. (IDN Times/Larasati Rey)

Agus menjelaskan, mengkoordinir suporter bukanlah hal yang mudah. Hal itu yang dirasakannya selama menjabat sebagai Presiden Pasoepati. Ia mengaku, edukasi suporter terutama bagi kalangan muda yang ber-KTA dilakukan sejak dini. Salah satunya, mereka berpedoman kepada slogan Pasoepati "Edan Tapi Mapan".

"Edukasinya sebenarnya kita punya slogan yakni Pasoepati itu "Edan Tapi Mapan", namanya anak muda sekarang itu kalau dibatasi itu kebebasan mereka agak sulit. Tetapi kebebasan yang terbatas itu menjaga kesopanan," katanya.

Melalui slogan itulah, Pasoepati hingga kini masih memegang teguh misi 'Revolusi Citra Baru Suporter'. Termasuk memberikan pengertian kepada para suporter jika rivalitas hanya 90 menit di lapangan.

"Kita bebas mau bersuara bernyanyi lantang, tetapi tetap menjaga ketertiban bersama jangan sampai mengganggu ketertiban umum. Dan kita juga sudah membicarakan memberikan masukan bahwa rivalitas itu hanya 90 menit di lapangan, tapi setelah itu selesai, kita semua saudara karena pertandingan itu harus ada yang kalah dan menang. Itu namanya permainan," aku Agus.

Baca Juga: 3 Suporter Bola Jateng dan Yogya Islah, Serukan Hastag #MataramIsLove

Berita Terkini Lainnya