Putusan MK Nomor 60 dan 70 Minimalisir Kotak Kosong di Pilkada Jateng

Koalisi KIM Plus tidak menyehatkan bagi demokrasi

Semarang, IDN Times - Peta politik pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Provinsi Jawa Tengah menjadi semakin jelas pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

1. Dinamika politik bisa diciptakan

Putusan MK Nomor 60 dan 70 Minimalisir Kotak Kosong di Pilkada JatengRekomendasi Parpol yang sudah turun ke calon Kepala Daerah setelah keluarnya Putusan MK berpotensi berubah, Kamis (22/8/2024).(IDN Times/Foto:ilustrasi)

Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dr Nur Hidayat Sardini mengatakan, dinamika politik pada Pilkada di Jawa Tengah dan kabupaten/kota ini sesungguhnya diciptakan dan tidak bisa disalahkan secara negatif.

‘’Termasuk, hingga ada putusan MK yang turun dan memberi keterkejutan semua orang. Putusan MK Nomor 60 dan 70 ini justru membantu mengeluarkan kebuntuan dari keinginan segelintir elit di Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang ingin menguasai menjadi berubah,’’ ungkapnya kepada IDN Times, Senin (26/8/2024).

Putusan MK Nomor 70 berisi, MK menetapkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berumur minimal 30 tahun saat pendaftaran. Keputusan ini juga berlaku pada beberapa perkara lain yang memiliki isu hukum yang sama, yaitu tentang batasan usia minimum calon kepala daerah.

Baca Juga: Dosen UIN Saizu Sebut Pengawalan Publik atas PKPU Pilkada Keniscayaan

2. Putusan MK mengubah peta politik

Putusan MK Nomor 60 dan 70 Minimalisir Kotak Kosong di Pilkada JatengIlustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Santi Dewi)

Kemudian, Putusan MK Nomor 60, MK memutuskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) meskipun tidak memiliki kursi di DPRD. Namun, mereka harus mendapatkan minimal jumlah suara sah tertentu dalam Pemilu DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Persyaratan calon gubernur berdasarkan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, jika jumlah pemilih (DPT) di provinsi hingga dua juta, partai harus memiliki minimal 10 persen suara sah. Kemudian, jika antara 2-6 juta, minimal 8,5 persen suara sah. Lalu, antara 6-12 juta, minimal 7,5 persen suara sah. Sedangkan di atas 12 juta, minimal 6,5 persen suara sah.

Dosen di Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Undip ini menuturkan, Putusan MK tersebut jelas akan mengubah peta. Hal ini wajar karena tidak hanya peserta pilkada yang berubah, tapi akan ada konsolidasi dan penghitungan kembali karena aturan baru itu.

3. Buka pluralisme politik

Putusan MK Nomor 60 dan 70 Minimalisir Kotak Kosong di Pilkada Jatengilustrasi melek politik (pexels.com/Pavel Danilyuk)

‘’Maka, perlu angkat topi untuk MK, karena nilai konstitusionalitas yang diputuskan MK ini membuka pluralisme politik. Semula pilkada akan berpotensi dengan banyaknya calon kepala daerah tunggal melawan kotak kosong, kini bisa muncul calon-calon lain,’’ ujar Ketua Bawaslu RI periode 2008-2011 itu.

Nur Hidayat menambahkan, KIM Plus yang memborong partai politik dalam wadah tunggalan ini diprediksi sangat tidak menyehatkan bagi demokrasi, karena tidak ada alternatif-alternatif calon lain. Kemudian, dengan adanya Putusan MK, benar-benar menerobos pada strata revolusioner.

Baca Juga: Nana Sudjana Ingatkan Pengamanan Pilkada di Jateng Mesti Humanis

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya