IDI Jateng Janji Evaluasi Kesehatan Psikis Dokter PPDS

IDI Jateng akui tekanan psikis PPDS anestesi tinggi

Semarang, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah merespon kasus bunuh diri yang dialami seorang dokter PPDS anestesi berinisial ARL. Seperti diketahui, ARL melakukan tindakan bunuh diri dengan menyuntikkan obat bius ke tubuhnya saat berada di kamar kos-kosan kawasan Lempongsari Semarang. 

 

Baca Juga: Undip Bantah Mahasiswi PPDS Anestesi Bunuh Diri Karena Dibully

1. IDI Jateng janji evaluasi kesehatan fisik dan psikis PPDS

IDI Jateng Janji Evaluasi Kesehatan Psikis Dokter PPDSFoto associated pers

Ketua IDI Jateng, dr Telogo Wismo Agung Durmanto mengungkapkan adanya kasus bunuh diri yang dialami ARL ke depan akan menjadi bahan evaluasi terhadap sistem kerja dokter PPDS di rumah sakit. 

"Kami akan mendorong dan memberi masukan karena ke depan diperlukan sebuah tim untuk mengevaluasi kesehatan fisik teman-teman PPDS dan kesehatan mentalnya," kata dokter yang karib disapa Tewe tersebut, Jumat (16/8/2024).

2. IDI terbuka dimintai keterangan

IDI Jateng Janji Evaluasi Kesehatan Psikis Dokter PPDSilustrasi pasien kanker (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Lebih lanjut, ia berkata setiap dokter yang menempuh sekolah spesialis atau PPDS memang mempunyai tekanan yang luar biasa. Salah satunya seperti yang dijalani ARL saat bertugas di bidang anestesi RSUP dr Kariadi Semarang. 

Tewe bilang tekanan yang dihadapi dokter PPDS umumnya dari segi fisik maupun tekanan psikisnya. 

"Karena dokter yang sekolah spesialis tekanannya luar biasa. Baik tekanan psikis maupun fisik. Dan IDI terbuka apabila dimintai keterangan dan masukan maupun saran-saran dari para pihak terkait," ungkap dokter puskesmas di Grobogan ini. 

3. Dokter PPDS anestesi punya beban psikis luar biasa

IDI Jateng Janji Evaluasi Kesehatan Psikis Dokter PPDSdetikhealt/berita detikhealt

Tekanan yang dihadapi para dokter PPDS anestesi di rumah sakit karena mereka berhadapan dengan pasien-pasien yang memerlukan penyuntikan pembiusan. 

Khususnya bagi dokter PPDS anestesi, katanya mereka memang dituntut sanggup melakukan tindakan serba cepat dan ketepatan waktu. 

"Tekanan psikis kalau kita sebagai dokter apalagi di anestesi yang dihadapi kecepatan dan ketepatan. Karena yang dihadapi pasien. Jadi PPDS anestesi ini dituntut cepat melakukan tindakan harus tepat secara waktu. Makanya pasien-pasien yang dihadapi itu pasti setiap siang dan malam. Maka mau tidak mau itu yang harus melakukan tugas dari PPDS dan dokter yang bertugas," akunya. 

"Jadi di anestesi urusannya waktu dan kecepatan. Jadi beban tekanan psikis luar biasa. Termasuk membangunkan orang yang tertidur sehabis disuntik bius," sambungnya. 

4. Dokter PPDS anestesi juga punya jam kerja diluar yang ditentukan

IDI Jateng Janji Evaluasi Kesehatan Psikis Dokter PPDSGambar tangan dokter (Pexels.com/KarolinaKaboompics)

Dengan melihat tugas seperti itu, maka seorang dokter PPDS anestesi juga memiliki jam kerja diluar yang ditentukan. "Kalau memang mereka dibutuhkan untuk tugas-tugas yang urgent ya mau gak mau musti lembur," ungkapnya. 

Kendati begitu, pihaknya bersama IDI tiap cabang kabupaten/kota sampai sekarang belum pernah menemukan aduan dari dokter PPDS anestesi terkait beban kerja yang melampaui batas. Termasuk kasus-kasus bullying yang dialami di rumah sakit. 

"IDI Jateng maupun IDI cabang tiap daerah ada bidang P2A, sampai saat ini belum pernah ada aduan. Kalaupun ada maka kita bisa membantu sehubungan dengan keluhan. Misalnya bidang hukum IDI akan membantu menyelesaikan persoalan. Tentunya kita akan membantu PPDS apalagi ini masih sekolah," bebernya. 

Baca Juga: Dokter PPDS Akhiri Hidup karena Bullying, Kemenkes Gelar Investigasi

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya