TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Difabel Ampel Kredibel dan Berdaya Bersama Pertamina

Menjadi agent of change elpiji nonsubsidi Bright Gas

Parjono (kanan) membantu Nasokha (kiri) memindahkan tabung Bright Gas ke motor sespan untuk diantar setelah menerima pesanan melalui online. IDN Times/Dhana Kencana

Boyolali, IDN Times - Pandemik virus corona (COVID-19) berpengaruh terhadap semua sektor, mulai dari kesehatan, sosial masyarakat, dan ekonomi. Imbasnya dirasakan mulai dari para pengusaha, karyawan, dan pekerja informal yang juga banyak ditekuni penyandang disabilitas atau difabel.

Analisis Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas (DPO) Respons COVID-19 memperlihatkan, difabel yang bergerak di sektor informal perekonomiannya terdampak hingga 86 persen karena penghasilan mereka turun mencapai 50-80 persen.

1. Perlindungan ekonomi dibutuhkan para difabel saat pandemik

Parjono (39), petugas delivery Bright Gas bersiap berangkat setelah menerima pesanan melalui online dari rumahnya di Boyolali, Jawa Tengah. IDN Times/Dhana Kencana

Komunitas Difabel Ampel (KDA) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menjadi salah satu yang mengalami impak tersebut. Ketua KDA, Sardi mengaku sebagian besar penghasilan anggotanya dari jasa perbaikan elektronik (televisi, radio, lampu, sound system), menjahit pakaian, dan pembuatan kerajinan tangan tergerus ketika pandemik virus corona melanda mulai Maret 2020 lalu.

"Saat pandemik secara otomatis pendapatan kami (para difabel) ikut turun. Yang mau servis elektronik terbatas karena toko-toko komponen banyak yang tutup. Order (jahitan) banyak yang dibatalkan. Produk handcraft sudah tidak ada lagi pameran, hanya mengandalkan jualan melalui online," kata pria 48 tahun itu saat ditemui IDN Times, 9 Juni 2020.

Pemerhati Difabel Jawa Tengah, Yuktiasih Proborini mengatakan bahwa difabel menjadi masyarakat yang paling rentan terdampak pada masa pandemik COVID-19. Menurutnya perlu kebijakan dan penanganan yang inklusif sesuai dengan ragam disabilitasnya masing-masing.

"Mereka memiliki kebutuhan khusus yang masih kurang perhatian tapi sering terlupakan. Perlu adanya perlindungan ekonomi bagi para difabel," ujarnya melalui sambungan telepon, 9 Oktober 2020.

Baca Juga: 4 Arah Mata Angin Jadi Jurus SLB di Kendal Jaring Siswa Baru

2. Pertamina memberdayakan difabel melalui Program Kemitraan

Parjono (kiri) bersiap membawa tabung Bright Gas yang telah dipesan melalui online. IDN Times/Dhana Kencana

KDA sudah berdiri sejak 2018. Letak sekretariatnya berada di Dukuh Banjarejo, Desa Candi, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Saat ini KDA beranggotakan sebanyak 30 orang. Sebagian besar dari mereka merupakan penyandang tuna daksa atau mengalami cacat pada tubuh.

Dalam beraktivitas sehari-hari, mereka memerlukan alat bantu jalan berupa kursi roda dan motor roda tiga hasil modifikasi (sespan) sebagai sarana transportasi. Sekalipun difabel, tetap bisa mobil seperti manusia normal.

PT Pertamina (Persero) mencermati adanya potensi serta nilai tambah dari para anggota KDA yang tidak terkendala mobilitas. Melalui program Kemitraan, KDA secara resmi ditunjuk menjadi mitra binaan Pertamina sebagai tempat semi pangkalan dan mitra pengantaran (delivery) elpiji nonsubsidi Bright Gas pada April 2020.

"Bagus sekali (yang dilakukan Pertamina), disesuaikan dengan kemampuan (difabel). Karena itu cukup bisa membantu mereka, apalagi saat pandemik. Difabel bisa lebih produktif dan profitable, juga ada multiplier effect (dampak ganda) sehingga kesejahteraan masyarakat setempat bisa meningkat," jelas Proborini.

Sebanyak 40 tabung gas pink turut diberikan sebagai bantuan modal sekaligus bisa dikonsumsi untuk kebutuhan harian mereka.

Pertamina juga melakukan branding delapan motor sespan yang biasa mereka gunakan untuk pengiriman elpiji. Motor-motor tersebut lulus uji Health Safety Security Environment (HSSE) Pertamina dan mendapatkan uji kelayakan jalan dari pihak kepolisian.

Para pengantar turut dibimbing menerapkan protokol kesehatan COVID-19 sebagaimana imbauan dari otoritas kesehatan setempat.

"Kami (Pertamina) ingin memberdayakan mereka (difabel) yang mempunyai kelebihan mobilitas. Kami berikan identitas, juga branding buat mereka agar percaya diri menjual dan menawarkan elpiji Bright Gas. Soal keamanan, para konsumen tidak perlu lagi risau atau khawatir," terang Sales Branch Manager (SBM) V Pertamina Yogyakarta, Sandy Rahadian, 6 Oktober 2020.

3. Memadukan layanan modern dan konvensional untuk masyarakat

Parjono (39), petugas delivery Bright Gas menerima pesanan melalui online di rumahnya, Boyolali, Jawa Tengah. IDN Times/Dhana Kencana

Pemesanan Bright Gas melalui KDA menggunakan sistem online dan offline untuk pangsa pasar yang berbeda. Mereka yang order offline sebagian besar merupakan warga atau tetangga sekitar difabel tinggal. Sementara yang online melalui nomor WhatsApp sekretariat KDA (089625625957), umumnya berasal dari luar daerah kelurahan atau kecamatan.

Saluran layanan pemesanan Bright Gas melalui KDA juga bisa diakses melalui call center Pertamina, baik lewat telepon 135 atau WhatsApp Pertamina Delivery Service (PDS) dengan nomor 08111350135 setiap hari. Bagi yang belum terjangkau PDS, bisa memesan melalui SPBU terdekat memakai aplikasi MyPertamina.

Bright Gas akan diantar setelah konsumen melakukan pemesanan dan pembayaran yang dapat dilakukan secara tunai maupun transfer.

Adapun harga jual per tabung Bright Gas sebesar Rp72 ribu. Dari harga tersebut, sebanyak Rp5 ribu diperuntukkan untuk ongkos jasa antar dan Rp2 ribu untuk kas KDA.

Hasilnya, dalam kurun waktu empat bulan atau per Agustus 2020, KDA sudah mempunyai beberapa pelanggan tetap layanan elpiji nonsubsidi Bright Gas. Di antaranya 2 unit Koperasi Unit Desa (KUD), 2 peternakan ayam, dan 10 konsumen rumah tangga di Kabupaten Boyolali.

"Alhamdulillah, sekarang order lumayan (ada pendapatan) saat pandemik . Dulu sedikit, lama kelamaan merembet ke yang lain, jadi banyak (pesanan). Per minggu gak kurang 5-10 order masuk, dengan rata-rata jumlah pengantaran sampai 14 tabung Bright Gas. Biasanya bawa 1-2 tabung per motor, sesuai keamanan dan keselamatan," tutur petugas antar elpiji nonsubsidi KDA, Nasokha (54).

4. Edukasi dan sosialisasi elpiji nonsubsidi dilakukan difabel KDA

Parjono (kiri) membantu seorang ibu rumah tangga mengeluarkan tabung Bright Gas yang sebelumnya dipesan melalui offline. IDN Times/Dhana Kencana

Keberadaan KDA sebagai mitra binaan dan layanan antar Pertamina mendorong kepedulian masyarakat dalam menggunakan elpiji nonsubsidi. Karena konsumen mereka dari kalangan masyarakat mampu yang awalnya menggunakan gas bersubsidi, dapat beralih mengonsumsi Bright Gas.

Mereka juga melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang masih terbatas akses informasi tentang elpiji nonsubsidi. Hal itu dilakukan supaya masyarakat lebih mengetahui perbedaan serta alokasi penggunaan elpiji bersubsidi dan nonsubsidi bisa tepat sasaran.

Mengacu Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG), elpiji bersubsidi diperuntukkan bagi masyarakat miskin serta pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dengan kekayaan bersih maksimal Rp50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, juga omzet per tahun maksimal Rp300 juta.

"Masih banyak pelaku usaha atau masyarakat mampu belum mengerti peruntukan gas melon (elpiji bersubsidi 3 kilogram). Itu kan program subsidi pemerintah. Sebenarnya untuk masyarakat miskin, kan sudah ada tulisannya di tabung. Makanya kita edukasi dan berikan pemahaman. Kami berikan contoh nyata juga, bahwa kita (difabel) pakai nonsubsidi, bukan yang subsidi," tegas petugas antar elpiji nonsubsidi KDA, Parjono (39).

Kelompok rumah tangga difabel yang merasakan kebermanfaatan mengonsumsi Bright Gas adalah Mirah. Perempuan 41 tahun yang kesehariannya bekerja sebagai ibu rumah tangga itu mengaku konsumsi gas digunakan untuk memasak setiap hari lebih irit, panas api lebih merata dan dari sisi keamanan tabung lebih kokoh dibandingkan elpiji bersubsidi.

"Berbeda kalau sebelumnya pakai elpiji bersubsidi. Ini (Bright Gas) kepala tabungnya aman, lebih ringan, dan lebih irit. Dan yang paling penting bisa pesan antar, tidak repot bagi saya yang difabel ini," ucap ibu satu anak itu.

5. Penggunaan elpiji nonsubsidi mencegah kelangkaan gas melon

Mirah (41), seorang ibu rumah tangga difabel menggunakan tabung Bright Gas untuk kebutuhan sehari-hari. IDN Times/Dhana Kencana

Pengamat Energi, Mamit Setiawan melihat mindset dan kesadaran masyarakat perlu dibenahi melalui hal-hal sederhana dan contoh konkret seperti apa yang dilakukan KDA.

"Saya mengapresiasi (Pertamina dan KDA). Itu adalah sosialisasi yang bagus sebagai upaya mengenalkan elpiji nonsubsidi. Secara tidak langsung masyarakat teredukasi dengan nilai-nilai positif dan contoh nyata mereka (para difabel) yang juga menggunakan elpiji nonsubsidi," urainya secara khusus lewat telepon kepada IDN Times, 9 Oktober 2020.

Mamit menambahkan, penggunaan elpiji nonsubsidi bagi masyarakat secara tidak langsung turut membantu keuangan negara dan meminimalkan terjadinya kelangkaan elpiji bersubsidi di pasaran. Hal itu bisa merugikan kelompok masyarakat miskin dan para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan elpiji bersubsidi.

"Kalau mereka (yang mampu) pakai gas melon, masyarakat miskin akan susah mendapatkannya. Masyarakat kalangan mampu sebisa mungkin tidak mengambil apa yang menjadi hak masyarakat miskin. Supaya kuota elpiji bersubsidi tidak cepat habis, keuangan negara terjaga, dan tidak ada lagi kelangkaan-kelangkaan elpiji melon," ungkap Mamit.

Baca Juga: [FOTO] Ketulusan Difabel Ampel Melayani Delivery Bright Gas

Berita Terkini Lainnya