5 Mitos tentang Kematian di Tegal yang Masih Dipercaya Banyak Orang

Mitos tentang kematian yang sering kali dianggap sebagai tahayul oleh sebagian orang, ternyata masih memiliki daya tarik dan pengaruh kuat di tengah masyarakat Tegal.
Meskipun zaman terus berubah, kepercayaan akan mitos-mitos ini tetap hidup dan bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Inilah lima mitos tentang kematian di Tegal yang hingga kini masih dipercaya banyak orang.
1. Mitos Kursi Bupati Tegal

Di Tegal terdapat mitos bahwa menjadi Bupati Tegal tidak boleh menjabat dua periode. Jika seseorang menjabat dua periode, konon hanya ada dua kemungkinan: masuk penjara atau meninggal dunia.
Masyarakat Tegal yang percaya akan mitos ini
2. Meninggal di Hari Sabtu Manis: Mitosnya Mengajak Teman

Dalam mitos Suku Jawa, kematian seseorang pada hari Sabtu diyakini dapat menular kepada orang lain, sehingga orang-orang di sekitarnya akan ikut meninggal dalam beberapa hari berikutnya. Di Tegal, terdapat mitos serupa, namun dengan penekanan khusus pada Hari Sabtu Manis.
Untuk mengatasi hal ini, nisan makam orang yang meninggal pada Hari Sabtu Manis diganti dengan alat untuk menumbuk padi (alu).
Meski banyak keluarga menganggap tindakan ini sebagai mitos belaka dan memilih untuk mengabaikannya, sering kali terjadi kematian beruntun dalam beberapa hari.
Akibatnya, timbul kegaduhan di masyarakat, dan para sesepuh desa kemudian mengganti nisan orang yang baru meninggal dengan alu untuk menghentikan kematian beruntun tersebut. Entah itu hanya sebuah kebetulan, kematian beruntun tersebut pun berhenti.
3. Kakak Beradik Nikah Secara Bersamaan: Mitos tentang Kematian dalam Keluarga

Mitos berikutnya berkaitan dengan larangan bagi kakak beradik untuk menikah secara bersamaan.
Masyarakat meyakini bahwa jika larangan ini dilanggar, salah satu anggota keluarga akan meninggal dunia atau salah satu pasangan akan mengalami perceraian.
4. Meninggal dalam Keadaan Hamil: Mitos Gentayangan Menjadi Kuntilanak

Mitos selanjutnya berkaitan dengan kematian seseorang dalam keadaan hamil, yang konon akan gentayangan menjadi kuntilanak. Mitos ini tidak hanya ada di Tegal, tetapi juga di berbagai kota di Jawa.
Untuk mengatasi mitos ini, masyarakat biasanya melakukan dua cara. Pertama, dengan mengeluarkan jabang bayi dari rahim ibu yang meninggal. Kedua, dengan meletakkan biji kacang hijau yang sudah direbus di kuburan orang yang meninggal dalam keadaan hamil.
Masyarakat percaya bahwa dengan meletakkan biji kacang hijau rebus tersebut di kuburan dan mengucapkan kalimat bahwa orang tersebut boleh kembali ke rumah jika biji kacang hijau tersebut tumbuh menjadi kecambah, maka roh orang yang meninggal akan tenang dan tidak gentayangan.
5. Keranda sebagai Pertanda Kematian

Keranda, yang digunakan untuk menggotong mayat dan biasanya diletakkan di kompleks makam, diyakini oleh masyarakat dapat memberi pertanda akan adanya kematian dalam waktu dekat.
Menurut mitos yang beredar, keranda ini akan memberikan sinyal berupa goyangan atau suara gelotakan pada malam hari sebagai tanda bahwa akan ada seseorang yang meninggal dalam waktu dekat.