5 Cara Bijak Orangtua dalam Menyikapi Pertemanan Anak yang Berbeda dari Harapan

- Orangtua harus tahan untuk menghakimi teman anak
- Bangun obrolan tanpa menyudutkan teman anak
- Ajarkan nilai-nilai yang baik tanpa menjatuhkan temannya
Sebagai orangtua, wajar banget kalau punya harapan soal siapa saja yang jadi teman dekat anak. Orangtua ingin anak-anak dikelilingi oleh orang-orang yang sopan, rajin, punya nilai bagus, dan gak memberi pengaruh buruk. Tapi, realitasnya gak selalu semulus itu. Ada kalanya anak justru berteman dengan sosok yang jauh berbeda dari harapan orang tua, entah dari gaya bicara, cara berpakaian, latar belakang keluarga, atau cara bersikap.
Tapi sebelum buru-buru menilai, penting banget untuk melihat lebih dalam terlebih dahulu. Jangan sampai sikap orangtua yang terlalu menekan malah bikin anak jadi defensi, tertutup, atau bahkan menjauh dari keluarga. Berikut ini lima cara bijak yang bisa dicoba saat anak punya teman yang membuat orangtua merasa ragu atau khawatir.
1. Tahan dulu untuk menghakimi
.jpg)
Naluri orangtua biasanya langsung waspada saat melihat teman anak yang tampil beda. Tapi penting juga untuk orangtua supaya menahan diri dan gak langsung menghakimi. Bisa jadi yang dilihat di permukaan belum tentu mencerminkan siapa mereka sebenarnya.
Alih-alih langsung melarang anak untuk berteman, cobalah untuk observasi lebih dulu. Kenali siapa temannya, bagaimana mereka bersikap saat di rumah, dan apa saja yang mereka lakukan bersama anak. Observasi ini akan membantu orangtua membuat penilaian yang lebih objektif, bukan cuma berdasarkan asumsi semata.
2. Bangun obrolan tanpa menyudutkan
.jpg)
Daripada langsung melarang atau memberi cap buruk pada temannya, coba mulai obrolan santai yang bisa bikin anak nyaman untuk cerita. Tanyakan pada anak apa yang membuat mereka suka bermain dengan teman-temannya itu. Pertanyaan seperti itu bukan untuk menginterogasi, tapi buat membuka ruang cerita.
Kalau anak merasa didengar dan gak dihakimi, mereka akan lebih terbuka soal pergaulannya. Di situlah kamu bisa menyisipkan nilai-nilai yang ingin kamu tanamkan, tanpa harus terdengar menggurui. Obrolan yang dibangun dari rasa penasaran yang tulus dan penuh empati biasanya lebih efektif daripada ceramah panjang lebar.
3. Ajarkan nilai-nilai yang baik tanpa menjatuhkan temannya

Menanamkan value atau nilai itu tetap penting, lho. Tapi cara menyampaikannya juga harus hari-hati. Hindari kalimat seperti, "Jangan main sama dia, nanti kamu ketularan sifat jeleknya," atau, "Temanmu itu kayaknya anak gak bener, deh." Ucapan seperti itu bakal menyakiti anak dan membuat mereka merasa orangtua gak menghargai pilihannya.
Sebaliknya, orangtua bisa ngobrol soal nilai-nilai hidup atau prinsip hidup yang dipercaya lewat contoh atau cerita. Misalnya, "Menurut Mama, punya teman yang saling support dan jujur itu penting banget, lho. Kamu merasa gitu juga gak dengan temanmu?" Dengan begini, anak akan belajar menilai temannya sendiri berdasarkan prinsip yang diajarkan orangtua, bukan karena dipaksa.
4. Kenali teman anak lebih dekat

Kalau kamu masih ragu, gak ada salahnya coba kenalan langsung. Ajak teman anak main ke rumah, ikut acara keluarga, atau sekadar ngobrol sebentar saat menjemput. Interaksi langsung bisa membuka sudut pandang baru yang mungkin berbeda dari kesan awal kamu.
Kadang, justru setelah melihat bagaimana mereka berinteraksi langsung, kamu akan merasa lebih lega. Bisa jadi teman yang awalnya kamu nilai "gak cocok" ternyata sopan, menghargai orang tua, atau bahkan perhatian ke anakmu. Dari sini, kamu bisa membangun jembatan ke dunia sosial anak, tanpa harus ikut campur berlebihan.
5. Percaya pada nilai yang sudah ditanamkan

Pada akhirnya, orangtua gak bisa mengontrol sepenuhnya siapa saja yang jadi teman dekat anak. Tapi, kamu bisa percaya bahwa nilai-nilai yang sudah kamu tanamkan sejak kecil akan jadi kompas buat mereka dalam memilih. Anak yang tahu mana yang baik dan mana yang kurang baik akan bisa menilai lingkungannya dengan lebih bijak.
Kepercayaan ini penting banget untuk menjaga hubungan orangtua dan anak tetap kuat. Saat anak merasa dipercaya, mereka cenderung lebih bertanggung jawab dan gak akan sembarangan dalam berteman. Mereka tahu kalau orang tuanya bukan hanya pengawas, tapi juga tempat pulang yang selalu siap mendukung tanpa menghakimi.
Ketika anak punya teman yang berbeda dari harapan orangtua bukan berarti anak salah memilih teman. Orangtua bisa tetap terlibat tanpa memutus kepercayaan dengan pendekatan yang bijak.