Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Orang Avoidant Sulit Berkomitmen dalam Hubungan, Relate?

ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Pixabay)
Intinya sih...
  • Orang dengan gaya avoidant sulit mengungkapkan emosi secara terbuka, menciptakan jarak emosional dalam hubungan.
  • Mereka takut kehilangan kendali atas diri sendiri dan merasa tidak nyaman dengan intimasi emosional.
  • Avoidant attachment seringkali berakar dari trauma atau luka masa lalu yang belum selesai, serta cenderung fokus pada kekurangan pasangan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah dekat sama seseorang yang tiba-tiba menarik diri begitu hubungan terasa serius? Atau kamu sendiri yang merasa gelisah setiap kali hubungan mulai terlalu intens? Bisa jadi kamu maupun dia punya avoidant attachment style.

Avoidant attachment style adalah pola keterikatan dimana seseorang cenderung menjauh saat kedekatan emosional mulai tumbuh. Nah, ternyata ada alasannya mereka takut banget sama yang namanya komitmen dalam hubungan. Kira-kira apa, ya? Simak, yuk!

1. Sulit mengungkapkan emosi secara terbuka

ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Vera Arsic)
ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Vera Arsic)

Orang dengan gaya avoidant biasanya tumbuh tanpa kebiasaan mengungkapkan emosi secara terbuka. Mereka belajar bahwa menunjukkan perasaan bukan hal yang aman atau diterima. Akibatnya, saat pasangan butuh komunikasi yang jujur dan terbuka, mereka merasa gak nyaman bahkan cenderung menutup diri.

Dalam hubungan, hal ini bisa menciptakan jarak emosional. Pasangan mungkin merasa dianggap gak penting, padahal si avoidant sebenarnya kesulitan menunjukkan apa yang sebenarnya dirasakan. Ketidakmampuan mengungkapkan perasaan inilah yang menjadi salah satu hambatan terbesar dalam membangun komitmen.

2. Takut kehilangan kendali atas diri sendiri

ilustrasi perempuan merasa bersalah (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi perempuan merasa bersalah (pexels.com/Liza Summer)

Orang dengan avoidant attachment menganggap hubungan serius sebagai ancaman terhadap kebebasan pribadi. Komitmen terasa seperti kehilangan kontrol atas hidup sendiri karena harus menyesuaikan diri dengan keinginan pasangan. Bagi mereka, menjaga jarak adalah bentuk mempertahankan identitas dan kemandirian.

Makanya, meskipun mereka bisa jatuh cinta, ketika hubungan mulai terasa terlalu dekat, mereka cenderung mundur. Bukan karena gak sayang, tapi karena ada ketakutan tersembunyi yang bikin mereka sulit membayangkan hubungan jangka panjang tanpa merasa terjebak.

3. Gak nyaman dengan intimasi emosional

ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/Alena Darmel)

Bagi sebagian orang, keintiman emosional adalah hal yang menyenangkan dan menguatkan hubungan. Tapi bagi orang avoidant, hal itu bisa terasa menakutkan dan mengancam. Saat hubungan mulai terlalu dalam, mereka merasa seperti kehilangan ruang pribadi dan jadi cemas tanpa alasan yang jelas.

Reaksinya bisa bermacam-macam. Mereka bisa menghindar, mengalihkan topik, atau malah sibuk sendiri tanpa alasan. Hal-hal kecil seperti pelukan lama atau obrolan serius bisa bikin mereka gak nyaman dan sulit mempertahankan hubungan yang sehat dalam jangka panjang.

4. Trauma atau luka masa lalu yang belum selesai

ilustrasi perempuan merenung di tangga (freepik.com/freepik)
ilustrasi perempuan merenung di tangga (freepik.com/freepik)

Avoidant attachment seringkali berakar dari pengalaman masa kecil yang gak aman secara emosional, seperti diasuh oleh orang tua yang dingin, gak responsif, atau terlalu menuntut. Dari kecil, mereka belajar mengandalkan diri sendiri dan gak berharap banyak dari orang lain karena kedekatan justru terasa mengecewakan atau menakutkan.

Luka lama ini gak hilang begitu saja, bahkan bisa terus membayangi hubungan mereka di masa dewasa, termasuk saat harus mengambil keputusan untuk berkomitmen. Ketika mereka mulai menyukai seseorang, insting pertamanya justru menjaga jarak karena terbiasa menganggap hubungan yang dekat itu berbahaya atau menyakitkan.

5. Cenderung fokus pada kekurangan pasangan

ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi pasangan sedang bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)

Orang dengan avoidant attachment juga sering punya kebiasaan memfokuskan perhatian pada kekurangan pasangannya. Bukan karena mereka perfeksionis, tapi karena secara gak sadar mereka mencari alasan untuk menjaga jarak. Dengan melihat sisi negatif pasangan, mereka merasa punya alasan kuat untuk gak terlalu terlibat secara emosional.

Hal ini jadi mekanisme pertahanan diri agar mereka gak merasa rentan. Sayangnya, pola ini justru menghalangi mereka melihat kualitas positif pasangan atau potensi hubungan yang sebenarnya sehat. Pada akhirnya, mereka sering melewatkan kesempatan untuk membangun hubungan yang kuat hanya karena takut terlalu dekat.

Memahami avoidant attachment bukan berarti menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Hal ini justru langkah awal untuk membangun hubungan yang lebih sehat. Ingat, semua orang berhak merasa aman dan dicintai dalam hubungan, termasuk kamu!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us