5 Alasan Banyak Perempuan Memilih Childfree, Kabar Baik atau Buruk?

- Sebanyak 71 ribu perempuan di Indonesia memilih childfree menurut laporan BPS.
- Perempuan memilih childfree karena trauma masa lalu, ketidaksetaraan gender, dan informasi dari media sosial.
- Beberapa alasan lainnya termasuk ingin hidup bebas, menjaga kesehatan mental, dan memahami diri sendiri.
Fenomena banyaknya perempuan yang memilih childfree menjadi salah satu hal yang kontroversial. Terlebih lagi sudah ada riset yang menunjukkan statistik dominasi perempuan yang memilih childfree. Sebanyak 71 ribu perempuan di Indonesia tidak ingin memiliki anak. Hal tersebut terbukti dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik.
Melihat kenyataan tersebut, sebagian orang ada yang menentangnya dan sebagian lain mencoba memakluminya. Sebenarnya keputusan atau pilihan tersebut bukan asal dibuat. Berikut adalah lima alasan banyak perempuan memilih childfree.
1. Trauma dan adanya role model yang negatif pada masa lalu

Adanya trauma masa lalu membuat perempuan takut akan terjadi di masa depannya. Misal kurang maksimalnya peran orang tua, masalah kekerasan dalam rumah tangga, masalah konflik batin terkait dengan perlakuan yang diberikan orang tua, dan lain sebagainya. Hal-hal tadi bisa jadi pemicu paling kuat mengapa seorang perempuan memilih childfree.
Kebanyakan yang memilih childfree tidak ingin anaknya merasakan hal-hal yang dirasakannya. Namun, tidak dengan menghentikan siklus pola asuh yang salah. Melainkan dengan tidak memiliki anak sama sekali. Sebab, bagi mereka lebih baik begitu daripada memberikan luka pada anaknya nanti.
2. Adanya kenyataan ketidaksetaraan gender

Ketidakinginan perempuan dalam memiliki anak bisa jadi karena adanya ketidaksetaraan gender. Adanya ketimpangan peran yang membuat tanggung jawab perempuan justru lebih besar sebagai pengasuh anak. Padahal mengasuh anak adalah peran kedua orang tua, bukan hanya ibu saja.
Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya kesadaran dari laki-laki untuk bisa lebih turut andil dalam pengasuhan. Apalagi Indonesia menduduki urutan ketiga sebagai fatherless country karena anak-anak tumbuh tanpa peran ayah (Hidayati & Hastuti, 2021). Hal tersebut menjadi bukti bahwa masih ada ketidaksetaraan gender dalam lingkungan keluarga.
3. Keterbukaan terhadap perubahan pandangan sosial

Masifnya informasi dan wawasan yang diperoleh di media sosial menghadirkan banyak perspektif. Tidak jarang hal tersebut menghadirkan pemikiran kritis yang mampu mengubah pandangan terhadap sesuatu. Khususnya tentang pernikahan dan keinginan memiliki anak dalam hal ini childfree.
Terlebih lagi banyaknya riset ilmiah dan pengalaman orang lain yang dapat mempengaruhi pemikiran. Sikap terbuka terhadap informasi inilah yang dapat menjadi alasan keputusan childfree bisa ada. Tentunya juga dengan mempertimbangkan pengalaman pribadi dan orang-orang sekitar.
4. Tingginya aspirasi dan kemandirian pribadi

Sebagian orang memilih childfree karena masih adanya rasa ingin “bebas”. Bisa jadi dia berprinsip untuk hidup secara mandiri demi mencapai tujuan-tujuannya. Bisa jadi juga dia dan pasangan memiliki beberapa tujuan yang bisa dicapai hanya berdua.
Misalnya pasangan tersebut ingin hidup dengan bebas secara nomaden sehingga jika memiliki anak, mereka khawatir anaknya merasa tidak nyaman karena harus secara terpaksa mengikut prinsip hidup mereka. Hidup berpindah-pindah haruslah berbekal kemampuan adaptasi yang baik. Jika memiliki anak bisa jadi mereka harus memikirkan sekolah anaknya, social life anaknya, dan lain sebagainya.
5. Kesehatan mental dan stabilitas emosional

Beberapa orang yang mungkin belum selesai dengan trauma masa lalunya bisa jadi memilih childfree. Hal tersebut untuk menjaga stabilitas emosionalnya dan kesehatan mentalnya. Bisa jadi mereka tidak ingin anaknya harus menerima hal-hal yang seharusnya tidak diterima karena ketidakstabilan emosi orang tuanya.
Seseorang terkadang lebih memahami dirinya sendiri. Seseorang lebih memahami kapasitas dan kemampuan dirinya sendiri dan lebih tahu apa yang seharusnya dilakukan. Jika beberapa hal harus ditunda untuk dipilih atau mungkin tidak dipilih sama sekali, maka itu juga bukan sebuah masalah.
Beberapa alasan tadi hanya contoh kecil dari berbagai alasan besar di balik keputusan childfree. Ada beberapa alasan yang mungkin rumit untuk dijelaskan dan berpotensi mengundang perdebatan. Sebagai manusia yang menghargai hak asasi setiap manusia, sebaiknya tidak terlalu ikut mencampuri setiap keputusan yang dibuat oleh setiap individu. Belajar untuk lebih mengerti, bukan menghakimi, karena setiap manusia memiliki prinsip hidup sendiri-sendiri.