Dampak MoU BPOM dan CDSCO: Akses Obat Cepat, Pengawasan Makin Ketat

- Penguatan farmasi dan obat tradisional
- Mendorong jamu Indonesia naik kelas
- Dampak nyata untuk kesehatan masyarakat
Semarang, IDN Times - Kerja sama pengawasan obat dan makanan Indonesia–India memasuki babak baru. Nota kesepahaman (MoU) antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Central Drugs Standard Control Organization (CDSCO) India—yang pertama kali diteken pada 29 Mei 2018—kini diperluas cakupannya. Yakni masuk ke dalam pengawasan obat tradisional.
Hal itu tercermin dalam perjanjian kerja sama (MoU) antara BPOM dan PCIM&H (Pharmacopoeia Commission for Indian Medicine & Homoeopathy) pada 21 Januari 2025. Tujuannya untuk mempercepat akses obat aman-bermutu sekaligus memperkuat perlindungan konsumen.
“MoU sedang dibahas Pemerintah India. Harapannya, penandatanganan bisa dilakukan akhir September 2025 secara desk-to-desk atau virtual,” kata Dubes RI untuk India, Ina H. Krisnamurthi saat bertemu Kepala BPOM, Taruna Ikrar Rabu (3/9/2025).
1. Penguatan farmasi dan obat tradisional

Di bidang farmasi modern, MoU BPOM–CDSCO mengatur pertukaran data dan praktik terbaik, peluang joint assessment untuk produk berisiko tinggi, penguatan standar referensi, hingga pengawasan distribusi daring dengan sistem track & trace.
Sementara di ranah obat tradisional, MoU BPOM–PCIM&H mencakup pertukaran informasi, pelatihan bersama, benchmarking, dan harmonisasi standar mutu–keamanan produk berbasis bahan alam seperti jamu dan Ayurveda.
Untuk diketahui, Ayuverda adalah sistem pengobatan holistik alami yang berasal dari India kuno yang berfokus pada keseimbangan kekuatan hidup (dosha) melalui diet, gaya hidup, herbal, dan teknik seperti yoga serta meditasi untuk menjaga kesehatan, mencegah penyakit, dan memulihkan keseimbangan tubuh dan pikiran.
“Industri India berminat investasi bahan baku farmasi di Indonesia. Kami siapkan plan of action pasca-MoU untuk mempercepat implementasi tanpa mengurangi standar keamanan,” ujar Taruna.
2. Mendorong jamu Indonesia naik kelas

Bagi masyarakat, kerja sama tersebut membawa sejumlah keuntungan. Pertama, akses obat dan vaksin akan lebih cepat karena adanya skema joint assessment dan pertukaran data uji yang bisa memangkas duplikasi tanpa menurunkan standar keselamatan.
Kedua, harga obat berpotensi lebih terjangkau mengingat India adalah produsen utama obat generik dan vaksin dunia. Kehadiran investasi hulu, seperti produksi bahan baku farmasi di Indonesia, diharapkan bisa menekan biaya sekaligus memperkuat kemandirian pasokan.
Ketiga, jaminan mutu produk semakin kuat berkat harmonisasi standar dan penerapan sistem track & trace yang mempersempit peluang beredarnya obat palsu.
Terakhir, obat tradisional juga mendapat dorongan untuk naik kelas. Standar uji yang selaras mendorong jamu Indonesia memenuhi ketentuan internasional, sehingga bukan hanya lebih dipercaya konsumen, tetapi juga membuka akses ekspor ke pasar global.
3. Dampak nyata untuk kesehatan masyarakat

Dampak ekonomi dari kedua MoU tersebut cukup signifikan. Harmonisasi regulasi memudahkan perdagangan dua arah, yakni farmasi India lebih mudah masuk ke Indonesia, sementara jamu Indonesia bisa lebih leluasa menembus pasar India.
Lebih dari itu, investasi dari perusahaan farmasi India ke Indonesia diproyeksikan bernilai triliunan rupiah sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan menyediakan alih teknologi. Masuknya investasi tersebut tidak hanya menggerakkan sektor farmasi, tetapi juga memberi peluang pemberdayaan UMKM pangan dan herbal melalui peningkatan kapasitas produksi.
Di sisi kesehatan masyarakat, kerja sama keduanya memperkuat perlindungan konsumen. Pertukaran data farmakovigilans membuat otoritas di kedua negara bisa lebih cepat mendeteksi isu keamanan.
Peningkatan kapasitas regulator melalui pelatihan dan benchmarking juga membuat pengawasan lebih ketat dan efektif. Dampaknya, masyarakat akan lebih terjamin mendapatkan obat, jamu, maupun pangan yang aman dan bermutu. Kolaborasi riset bersama, termasuk pengembangan herbal menjadi fitofarmaka, juga membuka peluang hadirnya inovasi produk kesehatan baru.
4. Meningkatkan nilai strategis dan geopolitik

Kerja sama tersebut juga membawa nilai strategis dalam hubungan bilateral Indonesia dan India. MoU BPOM–CDSCO dan BPOM–PCIM&H berfungsi sebagai instrumen diplomasi kesehatan, memperkuat posisi kedua negara sebagai kekuatan besar di Asia yang mandiri di bidang farmasi.
Dalam forum global seperti WHO atau G20, keduanya dapat bersuara lebih kuat, baik untuk memperjuangkan akses obat murah maupun pengakuan internasional terhadap pengobatan tradisional. Sinergi jamu Indonesia dan Ayurveda India ikut menjadi modal diplomasi budaya sekaligus strategi ekonomi.
Selanjutnya, proses implementasi MoU kini tengah dipercepat. Penandatanganan pembaruan MoU dijadwalkan pada akhir September 2025, dengan rencana aksi berisi program pelatihan bersama, joint assessment pilot, pengakuan standar referensi, hingga penguatan sistem pengawasan digital.
BPOM bahkan menyiapkan wacana penempatan atase di India agar audit Good Manufacturing Practice (GMP) dan proses registrasi produk bisa dilakukan lebih cepat tanpa mengurangi kualitas.
“Jika BPOM memiliki atase, audit pabrik tak selalu harus dari pusat. Proses impor lebih cepat dengan kualitas tetap terjaga,” ungkap Taruna.