TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hari Air Sedunia, Peneliti Patungan Telusuri Sebab Banjir di Semarang 

Meneliti dengan galang dana dari publik

Stasiun Tawang Semarang terendam banjir. Dok. Antara

Semarang, IDN Times - Peringatan Hari Air Sedunia yang jatuh tiap tanggal 22 Maret dimaknai secara khusus oleh sejumlah pihak yang memiliki perhatian pada permasalahan krisis air di Kota Semarang. Para peneliti, anggota, dan jaringan yang tergabung dalam Koalisi Pesisir Kendal-Semarang-Demak (KPKSD) menggalang donasi publik untuk mewujudkan riset menelusuri penyebab banjir yang terjadi di Ibu Kota Jawa Tengah pada bulan Februari 2021 lalu.    

Baca Juga: 8 Temuan Pakar soal Banjir Semarang, Bukan Karena Cuaca Ekstrem

1. Ada proses depolitisasi pada momen banjir di Semarang bulan Februari lalu

Ilustrasi banjir di Jalan Pemuda Kota Semarang. Dok. MIK Semarang

Melalui riset bertajuk “#BANJIRSEMARANG, Netizen: Yakin karena hujan deras?” mereka akan menampung aspirasi masyarakat, khususnya menjawab pertanyaan warganet dengan pendekatan ekologi politik urbanisasi.

‘’Momen banjir di Kota Semarang beberapa waktu lalu menjadi tema yang ramai didiskusikan baik itu di media arus utama maupun di media sosial. Kondisi itu membuka mata kami terlebih saat pengurus negara seperti menteri, gubernur hingga walikota justru cenderung menjelaskan faktor penyebab banjir sebagai masalah teknis, berupa curah hujan yang ekstrim dan pompa yang tidak berfungsi atau tidak cukup kapasitasnya,’’ ungkap fasilitator penelitian #BANJIRSEMARANG, Bosman Batubara saat ditemui, Senin (23/3/2021).

Menurut peneliti tata kelola air dan kota Universitas Amsterdam itu, penjelasan dari pemerintah tersebut adalah suatu proses depolitisasi banjir Semarang. Depolitisasi di sini bermakna menjadikan hal yang sebenarnya bersifat politis menjadi cenderung teknis.

2. Periset akan meneliti banjir dari sudut pandang kritisisme warganet

‘’Momen banjir ini kami lihat adalah suatu peristiwa yang politis, yaitu tercipta dari kompleksitas masalah yang bukan hanya teknis, tapi juga menyangkut proses politis. Misalnya, perubahan penggunaan ruang di daerah aliran sungai (DAS), sehingga mengurangi area tangkapan atau resapan air, dan amblesan bagian tertentu kota karena ekstraksi air tanah, serta pembebanan bangunan atau struktur,’’ tutur kandidat doktor pada IHE Delft Institute for Water Education University of Amsterdam itu.

Dalam rencana penelitian tersebut, para periset yang pernah terlibat dalam penerbitan buku ‘’Maleh dadi Segoro: Krisis Sosial-Ekologis di Kawasan Pesisir Semarang-Demak’’ itu juga melihat dari sisi lain, yakni sudut pandang warganet. Kalangan tersebut melakukan repolitisasi dengan cara melihat penyebab banjir secara kritis (kritisisme netizen).

Kritisisme netizen ini melibatkan proses-proses ekonomi politik urbanisasi daerah aliran sungai (DAS) berupa perubahan penggunaan ruang, seperti proyek properti yang menghasilkan kota. Konsekuensi repolitisasi penyebab banjir ini dapat berdampak politis pada kemungkinan solusi yang sama sekali berbeda dengan tawaran solusi pengurus negara, misalnya bisa berujung pada penggusuran proyek properti.

3. Proses urbanisasi DAS terhadap peningkatan risiko banjir akan ditelusuri

Banjir di jalur Semarang-Kendal Jalan Raya Mangkang. Dok. Laporan Warga MIK Semar

Salah satu peneliti #BANJIRSEMARANG, Umi Ma’rufah mengatakan, pihaknya akan menggunakan kritisisme warganet itu sebagai inspirasi untuk merumuskan pertanyaan proyek ini.

‘’Melalui penelitian ini kami akan mencari jawaban dari pertanyaan warganet itu. Seperti terkait proses urbanisasi DAS apa saja yang berhubungan dengan meningkatnya risiko banjir, bagaimana proses urbanisasi itu didepolitisasi. Kemudian, bagaimana proses urbanisasi itu dapat didokumentasikan untuk keperluan repolitisasi momen dan solusi terhadap banjir di kawasan Semarang dan sekitarnya,’’ jelas periset muda WALHI Nasional itu.

Selain Bosman Batubara dan Umi Ma’rufah, peneliti lain yang terlibat dalam riset tersebut antara lain, Bagas Yusuf Kausan, Eka Handriana, dan Syukron Salam.

Baca Juga: 18.240 Keluarga di 15 Kelurahan di Semarang Terkepung Banjir  

Berita Terkini Lainnya