TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Dukun Bayi Urus Jenazah COVID-19 di Semarang Demi Kemanusiaan

Jadi perempuan satu-satunya di tim Kamboja

Tim relawan Kamboja di Gunungpati Semarang sedang mengurus jenazah COVID-19. (dok. Tim relawan Kamboja)

Semarang, IDN Times - Masih terpatri dalam ingatan Lasmiati, seorang dukun bayi di Gunungpati Kota Semarang saat kasus COVID-19 melonjak beberapa bulan lalu. Perempuan berusia 51 tahun yang biasanya mengurus ibu hamil dan bayi baru lahir itu mendadak harus ikut menjadi petugas pemulasaraan jenazah pasien terkena virus corona.

Baca Juga: Kabar Gembira, Nol Kasus COVID-19 di Sekolah, PTM di Semarang Digelar

1. Satu-satunya perempuan di tim relawan

Lasmiati (kiri), dukun bayi di Gunungpati Semarang ikut memulasaraankan jenazah COVID-19. (dok. Tim relawan Kamboja)

Aktivitas itu terpaksa dilakukan karena banyak pasien COVID-19 yang tidak terurus hingga meninggal dunia di rumah. Mereka tidak bisa ke rumah sakit karena layanan kesehatan tersebut pun penuh dan sudah kewalahan tangani pasien COVID-19.

"Ketika itu kasus positif COVID-19 lagi tinggi-tingginya, begitupun kasus kematian di Kecamatan Gunungpati juga tinggi. Akhirnya, saya bergabung dengan Tim Kamboja dari Komunitas Relawan Gunungpati Peduli. Tim kami bertugas melakukan pemulasaraan jenazah COVID-19 di wilayah Kecamatan Gunungpati,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Selasa (16/11/2021).

Setiap hari selalu ada berita duka. Tim pemulasaraan jenazah pun mempunyai tugas yang cukup berat. Sebab, harus mengurus jenazah COVID-19 dua sampai tiga orang per hari. Jam kerja yang tidak pasti itu membuat para petugas rela pulang hingga pukul 02.00 WIB dinihari. Termasuk Lasmiati yang merupakan perempuan satu-satunya di tim relawan tersebut. 

2. Sempat kewalahan menghadapi jenazah COVID-19

Lasmiati, dukun bayi di Gunungpati Semarang ikut memulasaraankan jenazah COVID-19. (dok. Tim relawan Kamboja)

Saat ada jenazah perempuan, hanya ia sendiri yang melakukan pemulasaraan. Namun, hal itu tak menjadi persoalan bagi Lasmiati. Hanya saja, ketika menghadapi jenazah berperawakan tinggi besar ia sempat kewalahan.

Akhirnya, ia meminta bantuan keluarga korban. Masalah pun berlanjut karena keluarga korban sempat menolak karena takut tertular virus corona.

"Keluarga aja awalnya menolak bantu karena jenazah positif COVID-19. Alasan takut tertular, saya lalu beri pengertian sampai akhirnya ada menantu korban mau bantu," katanya.

3. Dapat stigma dianggap orang gila

Tim relawan Kamboja di Gunungpati Semarang sedang mengurus jenazah COVID-19. (dok. Tim relawan Kamboja)

Tim pemulasaraan jenazah COVID-19 itu juga sempat mendapat stigma dari tetangga. Para tetangga menyebut mereka orang gila karena melakukan pekerjaan dan tidak dibayar selama berbulan-bulan.

‘’Kami disebut gendeng atau gila lantaran berani mengurus jenazah COVID-19 dan tidak dibayar. Tapi mau gimana lagi, ini kan demi kemanusiaan. Kerelaan saya melakukan tugas ini juga untuk menggugurkan kewajiban umat islam. Seperti diketahui dalam agama kewajiban mengurus jenazah COVID-19 hukumnya fardu kifayah, sebab banyak warga tak mau mengurus karena takut," jelasnya.

Meski tak dibayar, ia ikhlas melakukan tugas sebagai relawan yang dianggapnya sebagai panggilan jiwa itu. Kerja keras dan pengabdian yang ia lakukan itu semua akan terbayar suatu saat nanti.

‘’Saya senang mampu meringankan beban orang lain. Gusti Allah mboten sare, lemah teles Gusti Allah sing bakal bales, (red: Tuhan tidak tidur, ikhlas saja, Tuhan yang akan membalasnya kelak)" tuturnya.

Baca Juga: Jadwal Vaksinasi COVID-19 buat Anak-anak di Semarang, Awas Kelewatan!

Berita Terkini Lainnya