TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perceraian Orang Tua Bukan Akhir Segala untuk Masa Depan Anak 

Cara menangani anak yang terdampak masalah perceraian ortu

Ilustrasi Perkawinan Paksa. (IDN Times/Mardya Shakti)

Semarang, IDN Times - Perpisahan dengan jalan perceraian tidak hanya menyisakan kesedihan bagi pasangan yang menjalani. Bagi anak yang orang tuanya menempuh pilihan hidup untuk bercerai, langkah tersebut juga bisa menimbulkan luka dan trauma pada mental mereka. 

Dampak perceraian yang terjadi pada anak mungkin bisa berbeda-beda. Semua tergantung pada kasus penyebab perceraian dari orang tua atau usia anak pada saat orang tua mereka memilih berpisah. 

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Anak di Semarang Masih Tertutup Kelambu Rapat

1. Orang tua yang memutuskan bercerai harus bisa menekan ego

ilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Psikolog, Irnida Terana M.Psi mengatakan, penyebab perceraian biasanya didasari konflik dengan pasangan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) baik secara fisik atau psikis.

‘’Kondisi ini jika anak menyaksikan secara langsung saat orang tuanya bertengkar bisa membuat mereka nggak nyaman dan berefek buruk pada psikisnya. Kemudian, jika ayah dan ibunya akhirnya bercerai lalu anak jadi rebutan itu semakin membuat anak semakin terluka. Disini anak bisa jadi korban. Padahal seusia mereka seharusnya masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua,’’ katanya kepada IDN Times, Jumat (19/11/2021).

Idealnya sebagai orang tua yang memiliki anak dan memutuskan untuk bercerai harus bisa menekan ego masing-masing jangan sampai konflik yang terjadi berdampak negatif pada anak.

"Jangan sampai anak jadi korban ayah dan ibu yang saling menjelekkan. Sebagai orang dewasa konflik biarlah hanya menjadi urusan dengan pasangan, sedangkan anak tetap jadi tanggung jawab bersama. Semua ini agar anak tidak kehilangan figur ayah atau ibunya," tuturnya.

2. Masih banyak korban KDRT memilih diam

Kekerasan dalam rumah tangga KDRT (IDN Times/Sukma Shakti)

Untuk di Kota Semarang sendiri sudah banyak wadah yang menawarkan perlindungan bagi warga yang mengalami konflik rumah tangga. Di sana warga yang mengalami masalah tersebut bisa melakukan konseling dengan pakar seperti psikolog.

‘’Ada tempat perlindungan bagi korban KDRT dan banyak yang bisa memberikan bantuan menjadi support system bagi mereka. Hanya saja hingga kini masih banyak korban yang belum berani speak up atau bicara. Mereka memilih diam atau bahkan belum menyadari bahwa mereka menjadi korban kekerasan,’’ kata psikolog yang konsen pada bidang kekerasan perempuan dan anak ini.

Namun, seiring dengan gencarnya sosialisasi dari pemerintah atau LSM yang fokus di bidang perlindungan perempuan dan anak, kini sedikit demi sedikit sudah mulai ada korban kekerasan yang melapor. Dengan demikian, mereka bisa diarahkan mau dibawa kemana masalahnya.
‘’Mereka akan mendapat solusi dari pakar. Jika harus bercerai maka yang terbaik seperti apa agar tidak membuat trauma bagi korban maupun anaknya. Sebab, perceraian pun bisa menjadi solusi juga dalam kondisi tertentu,’’ ujarnya.

Kemudian, melalui wadah perlindungan tersebut bagi anak-anak korban perceraian pun juga mendapat pendampingan secara psikologis, layanan perlindungan anak, pemulihan psikologi, trauma healing dan semua itu diberikan secara gratis.

Baca Juga: Asrama di Polimarin Semarang Sempat Ditiadakan, Putus Rantai Kekerasan

Berita Terkini Lainnya