TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cara Unik Warung di Semarang Pilah Sampah Plastik Bungkus Mie Instan

Panutan! Seharusnya kita juga bisa demi #MenjagaIndonesia

IDN Times/Dhana Kencana

Semarang, IDN Times - Sebagian besar masyarakat di Indonesia pasti pernah mengonsumsi mie instan, yang kemasannya berupa plastik. Baik bungkus luar atau pun isi dalam bubuk bumbunya. Jika selesai dimasak, kemasan tersebut akan menjadi sampah plastik yang cukup membahayakan.

Bagaimana tidak, pada April 2019 lalu, jagat dunia maya Tanah Air digegerkan dengan temuan sampah plastik bungkus mie instan yang tidak terurai selama 19 tahun. Ya, bungkus Indomie Rasa Ayam Bawang itu masih tetap utuh, hanya pudar pada bagian warna. Tapi secara bentuk, masih seperti semula.

Sang penemu adalah Fianisa Tiara Pradani, mahasiswi Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, yang langsung mengunggahnya lewat akun sosial media Twitter @selfeeani. IDN Times telah mendapatkan izin guna menggunakan unggahan serta foto temuannya, untuk pemberitaan ini.

1. Volume sampah plastik bungkus mie instan dari Warmindo tinggi

IDN Times/Dhana Kencana

Sampah plastik bungkus mie instan yang ditemukan Fianisa di Pantai Sendang Biru, Malang, Jawa Timur itu bikin geger. Pasalnya pada bungkus tertuliskan 'Dirgahayu 55 Tahun Indonesiaku'. Padahal, Fianisa menemukan kemasan tersebut pada 7 April 2019.

Jadi, bungkus plastik mie instan tersebut diproduksi pada tahun 2000 dan tidak bisa musnah maupun terurai selama kurun waktu 19 tahun. Mengapa plastik bungkus mie instan sulit terurai?

Dalam laman resmi gerakan diet kantong plastik jika apabila sampah plastik sulit terurai karena rantai karbonnya yang panjang, sehingga mikroorganisme mengurainya. Sampah plastik tersebut cenderung terurai ratusan hingga ribuan tahun kemudian.

Prihatin hal itu, IDN Times menemukan inovasi langka yang dilakukan sebuah Warung Makan Indomie (Warmindo) Mirasa di kawasan Banyumanik Semarang, Jawa Tengah.

Volume sampah plastik, khususnya bungkus mie instan yang dihasilkan warmindo tersebut cukup tinggi. Hal itu dikarenakan mereka secara khusus memang menjual menu mie instan berbagai varian rasa sebagai bisnis utamanya.

Bayangkan, dalam satu bulan, untuk Warmindo Mirasa saja bisa menghasilkan sampah plastik lebih dari 1.000 bungkus mie instan. Sebab setiap hari, warung tersebut rata-rata mampu menjual satu hingga tiga kardus mie instan, di mana satu kartonnya berisi 40 bungkus. Itu baru satu Warmindo saja, yang buka 24 jam. Bagaimana dengan warmindo lain? Di wilayah lain pula?

Baca Juga: [FOTO] Kiat Warmindo Semarang Berdikari dari Sampah Bungkus Indomie

2. Sampah sengaja dipilah untuk didaur ulang

IDN Times/Dhana Kencana

Warmindo Mirasa milik Sanen, warga Kuningan, Jawa Barat. Ia sukses mengelola sampah plastik bungkus mie instan dengan baik.

Sampah yang ada di dapurnya sudah dipisah sejak awal. Sanen sengaja memisah sampah plastik bungkus mie instan dengan sampah umum lainnya. Sebab sampah bungkus mie instan tersebut selanjutnya akan dipilah untuk dilakukan proses daur ulang menjadi biji plastik atau Polypropylene.

Bapak dua anak itu sadar bahwa sampah plastik bungkus mie instan susah terurai, seperti apa yang ditemukan Fianisa.

"Iya, setiap hari sudah dipisah sampahnya. (Sampah) bungkus-bungkus Indomie ini dipisah, biar tidak kotor dan tercampur sampah lain. Karena akan didaur ulang," kata Saban, panggilan Sanen kepada IDN Times.

Fianisa pun kaget dan kagum begitu mengetahui terdapat sebuah warmindo di Semarang, Jawa Tengah yang melakukan pemisahan dan pemilahan sampah bungkus mie instan.

Lebih dari itu, perempuan asli Ciputat, Tangerang Selatan itu begitu mendukung langkah Sanen, yang berbeda dengan warmindo pada umumnya. Karena secara tidak langsung Sanen turut memikirkan sampah yang ia hasilkan.

"Saya pribadi baru tahu ada (warmindo) yang memilah seperti itu. Bagus banget soalnya dia di sana secara tidak langsung menyeimbangkan sampah plastik. Dia juga memikirkan ke depan sampah yang dihasilkan mau dikemanain. Umumnya (warmindo) tidak ada yang diurus sampahnya," ungkap Fianisa secara khusus kepada IDN Times.

3. Supaya sampah plastik bungkus mie instan tetap memiliki nilai tambah

IDN Times/Dhana Kencana

Berkat terobosan Sanen, Warmindo Mirasa dinobatkan sebagai Green Warmindo oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk atas keberhasilannya dalam Program Pengelolaan Sampah dan Lingkungan Bagi Warung Makan Indomie, periode 2018/2019. Warmindo Sanen mendapat predikat Gold atau terbaik di Semarang dan sekitarnya. Sertifikat penghargaan tersebut terpampang jelas di dalam Warmindo.

Indikator penilaian pemberian penghargaan tersebut diantaranya dilihat dari jumlah sampah, jumlah jenis sampah, kebersihan sampah dan pemilahan, serta frekuensi pengumpulan sampah bungkus mie instan. Warmindo Mirasa unggul dibandingkan warung yang lainnya.

Melansir  laman resmi Indofood, program Green Warmindo merupakan bentuk komitmen dan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dari Indofood CBP Divisi Mie Cabang Semarang.

Program tersebut menekankan pada pendidikan dan pemisahan sampah plastik bungkus mie instan, untuk kemudian didaur ulang, sebagai salah satu upaya membangun Circular Economy dari limbah pengemasan. Sebab, kualitas limbah kemasan yang baik akan menghasilkan produk daur ulang yang berkualitas pula.

"Kami memberikan pendidikan dan pelatihan bersama dengan pendampingan bagi setiap pengusaha dan karyawan Warmindo mengenai sistem pemisahan limbah pengemasan seperti kemasan Indomie, agar bersih dan memiliki nilai tambah," ujar Kepala CBP Indofood, Divisi Mie Cabang Semarang, Devie Permana.

4. Agar sampah plastik bungkus mie instan tidak berakhir di laut

IDN Times/Dhana Kencana

Program Green Warmindo yang sudah berlangsung sejak awal 2018 lalu itu bekerja sama dengan Yayasan Bintari, selaku fasilitator dan pelaksana. Sebagai proyek percontohan, telah diimplementasikan pada 34 warmindo yang berada dalam satu klaster, yakni se-Kecamatan Tembalang, Semarang.

Indofood menyadari untuk menyelesaikan masalah limbah diperlukan partisipasi dari banyak pihak. Devie berharap, warmindo dengan predikat Green Warmindo, seperti milik Sanen, dapat menyebarluaskan kebiasaan dan perilaku pemisahan sampah ke keluarga mereka, antarwarmindo dan pelanggan atau pembeli. Dengan begitu akan lebih banyak masyarakat yang sadar akan segregasi (pemilahan) limbah.

"Indofood memiliki komitmen untuk melakukan praktik bisnis yang berkelanjutan sebagai salah satu aspek kami mengenai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan. Salah satu programnya adalah Green Warmindo. Ada kemungkinan untuk mengimplementasikan program ini di semua cabang Indofood di Indonesia," terang Kepala Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Indofood, Deni Puspahadi.

Selain mendapatkan predikat Green Warmindo tingkat Gold, Sanen juga mendapatkan keuntungan tambahan, meskipun jumlahnya tidak signifikan. Setiap satu kilogram dari sampah bungkus mie instan yang dikumpulkan dihargai Rp500.

"Iya, meskipun murah, Sanen masih tetap terus memilah sampai sekarang. Itu juga sebagai penilaian," papar Tim Pelaksana Program Green Warmindo, Arief Khristanto kepada IDN Times.

Yayasan Bintari sendiri memilih di Kecamatan Tembalang sebagai proyek percontohan lantaran kian menjamurnya Warmindo seiring berkembangnya kawasan tersebut lantaran berdekatan dengan kampus Universitas Diponegoro Semarang.

"Tembalang dipilih karena memang dekat dengan kampus (Universitas Diponegoro), jadi warmindo-nya banyak, dan sampah yang dihasilkan juga banyak. Karena banyak mahasiswa yang makan di warmindo," imbuhnya.

Arief berharap program Green Warmindo bisa menular kepada masyarakat umum, sebagai bentuk edukasi untuk mendaur ulang sampah plastik. Harapannya sampah plastik tidak lagi menjadi single use lagi dan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau laut.

Baca Juga: Peduli Lingkungan lewat Pemilahan Sampah Plastik Bungkus Mie Instan

https://www.youtube.com/embed/szsxkHb8EUo
Berita Terkini Lainnya