TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Pilu Petugas Pemilu: Meninggal, Opname hingga Keguguran 

Kelelahan yang berujung petaka

Antara Foto

Semarang, IDN Times -Di balik riuhnya gelaran Pemilu serentak 2019 ada kisah pilu yang menimpa para petugas Pemilu, mulai dari anggota KPPS hingga pengawas TPS. Lebih dari 500 petugas Pemilu meninggal dunia akibat kelelahan, ribuan lainnya harus menjalani perawatan di rumah sakit dan rawat jalan.

Berikut ini beberapa kisah pilu petugas KPPS yang bertugas di Jawa Tengah. Para korban, baik yang meninggal dunia maupun yang sakit sebelumnya sempat mengeluhkan rasa lelah yang luar biasa setelah seharian bertugas mengawal Pemilu.

Baca Juga: Heboh di Medsos Petugas KPPS Meninggal Diracun, Keluarga: Itu Hoaks!

1. Anggota KPPS meninggal setelah menggantikan teman yang sakit

Antara Foto

Salah satu kisah pilu itu menimpa Suratin, 54, yang meninggal dunia pada Kamis (25/4) lalu.  Sekitar 30 menit sebelum Suratin menghembuskan nafasnya yang terakhir, istrinya, Dwi Astuti,  mengatakan suaminya mengeluh masuk angin dan dadanya sesak.

Tetangga kemudian membawanya ke rumah sakit. Namun, belum sempat mendapat perawatan Suratin keburu meninggal dunia. Pihak rumah sakit mendiagnosa Suratin mengalami komplikasi ginjal, jantung dan paru-paru.

“Suami saya tidak punya riwayat penyakit itu. Bapak kelelahan, saya tahu itu. Selama menjadi petugas KPPS, dia hanya pulang untuk mandi lalu pergi lagi. Begitu terus selama tiga hari,” kata Dwi kepada IDN Times di rumahnya, Perum Tegal Asri RT 3 RW 22, Kadipiro, Solo.

Dwi mengungkapkan suaminya baru kali pertama menjadi petugas KPPS di TPS 147 Kadipiro  karena menggantikan tetangga yang sakit. Sebelumnya, Suratin sendiri sebenarnya tidak berniat mendaftar menjadi petugas Pemilu.

"Jadi sebenarnya dia terpaksa menjadi petugas KPPS karena menggantikan temannya yang sakit. Dia tidak mempunyai rencana akan kerja di TPS," ujar Dwi.

 

2. Meninggal dunia setelah tiga hari tidak tidur mengawal Pemilu

Antara Foto

Masih di Solo, Pamuji Ruswandi, 46, seorang petugas KPPS meninggal dunia tiga hari pascapencoblosan, Sabtu (20/4). Dia disebut-sebut tidak tidur selama tiga hari karena mengurusi pemilu, mulai dari mempersiapkan tempat, penghitungan suara, hingga tasyakuran kesuksesan Pemilu.

“Sejak sebelum pencoblosan dia sudah sibuk ikut membantu mendirikan tenda, mengatur lokasi pencoblosan, sampai mengawasi TPS. Selama tiga hari pulangnya subuh terus, lalu paginya sudah berangkat lagi. Tiga hari itu dia hampir tidak tidur,” ujar Hartini, 33, istri Pamuji.  

Menurut Hartini, Sabtu malam itu suaminya sampai di rumah sekitar pukul 22.00. Pamuji baru saja menghadiri acara tasyakuran kesuksesan Pemilu di kampungnya, Nusukan, Solo.

“Malam itu dia merasa kepanasan, lalu keluar mau mandi di kamar mandi umum di luar. Baru saja keluar rumah saya mendengar orang-orang berteriak dan minta tolong sambil memanggil-manggil nama saya. Saya melihat suami saya jatuh tidak sadarkan diri. Tetangga langsung membawanya ke rumah sakit,” ujar Hartini saat ditemui di rumahnya.

Namun, belum sempat menjalani perawatan rumah sakit, Pamuji sudah meninggal dunia. Dokter mengatakan Pamuji terkena serangan jantung. Saat tiba di rumah sakit, wajahnya sudah biru dan badannya kaku.

“Suami saya tidak mempunyai riwayat sakit jantung, mungkin dia kelelahan karena tiga hari tidak istirahat. Dia tulang punggung keluarga, tapi kami sudah ikhlas,” kata Hartini.

3. Minta rawat jalan karena tidak punya biaya rumah sakit

Antara Foto

Kisah miris menimpa Bangkit Rizka Utami, 19, yang menjadi anggota KPPS Desa Mujur Lor, Kecamatan Kroya, Cilacap, Jawa Tengah. Mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Jawa Tengah, itu dilarikan ke rumah sakit akibat kelelahan bertugas menjadi anggota KPPS.

“Pada tanggal 18 April itu saya pulang sekitar pukul 04.00, lalu tidur sebentar karena capek dan badan demam. Paginya saya ke Purwokerto untuk kuliah, tapi kemudian pulang karena gak kuat. Pusing dan demam,” kata Rizka.

Mudlomir, ayahnya, kemudian membawanya ke Puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke rumah sakit. Dokter mendiagnosis Rizka mengalami gejala tipus dan gangguan lambung. Mudhlomir mengaku membayar biaya rumah sakit sendiri karena tidak memiliki BPJS Kesehatan.

“Empat hari dirawat akhirnya saya minta Rizka dipulangkan karena tidak ada BPJS Kesehatan. Saya takut biaya rumah sakit mahal sehingga saya minta dokter agar anak saya bisa pulang cepat,” ujar Mudlomir. 

4. Siti kelelahan, bayinya lahir prematur dan meninggal

Antara Foto

Beratnya menjadi petugas Pemilu juga dirasakan oleh Siti Kuzaimah, 27, warga Wiradesa, Kabupaten Pekalongan. Akibat kelelahan bertugas sebagai pengawas TPS, Siti yang sedang hamil enam bulan mengalami keguguran.

“Rabu (17/4) siang saat penghitungan suara itu saya minta izin istirahat ke Ketua KPPS karena ada pendarahan kecil. Saya sempat ke Puskesmas, tapi malamnya dirujuk ke RSUD Kraton Pekalongan karena pendarahan hebat,” tutur Siti.

Dua hari di rumah sakit, pada Jumat dini hari sekitar pukul 01.30, Siti melahirkan bayinya perempuan dengan berat badan 6 ons. Namun, bayi diberi nama Fatimah ini akhirnya meninggal dunia sehari setelah dilahirkan.

“Lahir prematur karena HPL-nya Agustus. Saya syok waktu itu karena harus kehilangan anak kedua saya. Berat sekali rasanya. Tapi sekarang sudah mengikhlaskan, mungkin Tuhan lebih menyayanginya,” kata ibu muda itu.

Siti mengungkapkan dia mendaftar menjadi pengawas TPS untuk mencari uang tambahan biaya persalinannya nanti. Bagi Siti, honor sebagai pengawas TPS sebesar Rp550 ribu sangat berarti untuk menyiapkan biaya persalinan.

Baca Juga: Kisah Petugas KPPS, Harus Opname Setelah Begadang Urus Pemilu

Berita Terkini Lainnya