Kisah Perjuangan Ani Fadilah Anak Buruh Bangunan Untuk Berangkat Haji
Berharap Bisa Berhaji setelah Sembilan Tahun Menanti
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Purbalingga, IDN Times – Ani Fadilah (37) sempat memendam mimpi ke tanah suci. Putri pertama dari tiga bersaudara ini sadar dirinya bukan berasal dari keluarga berada. Ayahnya buruh bangunan. Sementara ibunya ibu rumah tangga. Dalam benaknya, mustahil anak buruh bangunan sanggup membayar puluhan juta rupiah untuk berhaji.
Baca Juga: Kisah Nyami Penjual Lele Goreng Menabung 25 Tahun Dua Kali Gagal Haji
1. Pendidikan jadi anak tangga mewujudkan mimpi berhaji
Namun mimpi yang dibangun Ani sejak remaja itu menemukan jalannya. Jalan itu makin terang ketika setapak demi setapak Ani menaiki jenjang pendidikan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Pendidikan inilah yang kemudian menjadi kunci perubahan hidupnya sendiri bahkan keluarganya.
Sejak SD Ani selalu mendapat keringanan biaya sekolah yang tak disangka-sangka. Ani bersekolah di SDN 1 Pengadegan. Sejak SD, ia selalu menempati peringkat pertama.
Seorang guru yang simpatik dengan kesederhanaan dan prestasinya kemudian memberi tantangan untuk Ani. Guru yang berbeda keyakinan dengan Ani itu bersedia membiayai sekolahnya jika mampu meraih nilai 100.
“Waktu itu saya mendapat 100 dan dapat rangking pertama,” kata ibu dua anak ini.
Prestasi akademik itu ia pertahankan hingga ke jenjang SMP. Karena prestasinya, Ani mendapat beasiswa Supersemar.
Lulus SMP, Ani meneruskan pendidikan ke SMKN 1 Purbalingga. Dengan meneruskan pendidikan ke SMK, ia berharap bisa punya keterampilan dan langsung bekerja membantu ekonomi keluarga.
Di SMK ia tinggal di rumah kos. Namun guru semasa SMP mendesak Ani untuk tinggal bersama sehingga tidak perlu membayar biaya kos.
Namun itu hanya berjalan setahun. Di kelas 3 ia berangkat ke sekolah naik bus dari Pengadegan ke terminal. Dari terminal ia berjalan kaki ke sekolah.
Di SMK, Ani tidak hanya berprestasi secara akademik. Ia juga aktif di organisasi. Ia bahkan sempat menjadi ketua OSIS. Berkat prestasi dan aktivitas di organisasi kesiswaan, ia kembali mendapat beasiswa.
“Di SMK saya mendapat beasiswa BKM, semacam beasiswa untuk siswa berprestasi dari keluarga miskin,” ujar dia.
Periode ini menjadi masa sulit bagi Ani. Sebab, ia harus melewatinya tanpa kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya merantau ke Kalimantan. Ia dan seorang adiknya tinggal bersama pamannya di Pengadegan.
“Semua asset dijual, tanah dan rumah semua dijual untuk modal di Kalimantan,” tutur dia.
Setelah lulus SMK, teman-temannya mengajaknya mendaftar kuliah di UGM Yogyakarta. Ia sempat pesimistis karena terbayang biaya kuliah yang harus dibayar.
Namun ia tetap berangkat sekadar iseng. Ia gagal melewati tes seleksi masuk UGM. Namun ketika hendak pulang, ia dan teman-temannya membaca pengumuman penerimaan mahasiswa D2 Pendidikan Guru SD di UNY.
Menjadi guru adalah cita-citanya sejak kecil. Ia kemudian iseng mendaftar dan ternyata diterima.
Saat kuliah ia kembali mendapat beasiswa dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Hingga jenjang S2, Ani terus mendapat beasiswa yang meringankan biaya kuliahnya.
Baca Juga: Ibadah Haji Dibatalkan, AMPHURI: 30.700 Calhaj Jateng Gagal Berangkat