Penangguhan Praktik Dekan FK Undip Semarang Buntut Kasus Dokter PPDS

Pakar desak klarifikasi dan proses hukum yang transparan

Intinya Sih...

  • Kontroversi RSUP dr Kariadi Semarang menangguhkan praktik klinis Dr. Yan Wisnu Prajoko, dekan FK Undip, disoroti oleh pakar hukum Prof. Hibnu Nugroho.
  • Prof Hibnu menilai keputusan penghentian sementara terburu-buru dan otoriter, membandingkan kasus ini dengan pencopotan Dekan FK Unair.
  • Hibnu menyarankan gugatan ke PTUN Semarang, sementara Wakil Rektor IV Undip menyatakan kekecewaannya atas keputusan tersebut.

Semarang, IDN Times – Kontroversi menyelimuti keputusan RSUP dr Kariadi Semarang yang menangguhkan praktik klinis Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K), Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip). Langkah itu menuai kritik tajam dari Prof. Hibnu Nugroho, pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

1. Keputusan bisa digugat di PTUN

Penangguhan Praktik Dekan FK Undip Semarang Buntut Kasus Dokter PPDSIlustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Prof Hibnu menilai keputusan penghentian sementara yang berlaku sejak 28 Agustus 2024 itu terkesan terburu-buru dan tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Menurutnya, setiap langkah administratif semacam ini harus didasarkan pada penelitian internal dan evaluasi menyeluruh yang melibatkan semua pihak terkait, bukan hanya keputusan sepihak yang bisa dianggap otoriter.

"Keputusan ini tidak bisa diambil secara tiba-tiba. Harus ada klarifikasi dan proses yang transparan terlebih dahulu. Jika tidak, ini bisa disebut sebagai tindakan otoriter yang perlu dilawan," ujar Hibnu dilansir Antara, Minggu (1/9/2024).

Surat penangguhan aktivitas klinis Dr. Yan Wisnu, yang dikeluarkan oleh Direktur Utama RSUP dr Kariadi Semarang, dr. Agus Akhmadi, M.Kes, menyebutkan bahwa keputusan tersebut diambil untuk menghindari konflik kepentingan selama proses investigasi kasus dugaan perundungan yang melibatkan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di universitas tersebut. Kasus itu mengemuka setelah meninggalnya ARL, seorang mahasiswi PPDS.

Hibnu juga membandingkan situasi itu dengan kasus serupa yang menimpa Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Budi Santoso, yang dicopot dari jabatannya setelah menolak kebijakan Kementerian Kesehatan terkait dokter asing. Hibnu menganggap kedua kasus tersebut memiliki kemiripan dalam hal penanganan yang dianggap tidak adil.

Secara hukum, Hibnu menyarankan pihak Undip untuk menggugat keputusan tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Ia menekankan pentingnya dukungan kompak dari civitas akademika Undip untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

Baca Juga: FK Undip Bentuk Satgas Evaluasi Sistem Pendidikan PPDS

2. Bentuk hukum yang tidak proporsional

Penangguhan Praktik Dekan FK Undip Semarang Buntut Kasus Dokter PPDSFakultas Kedokteran UNDIP (fk.undip.ac.id)

Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro, Wijayanto, juga menyatakan kekecewaannya. Wijayanto menegaskan bahwa Undip telah melakukan investigasi internal terkait kasus meninggalnya mahasiswi PPDS dan siap untuk terbuka terhadap hasil investigasi dari pihak luar seperti kepolisian dan Kementerian Kesehatan.

"Penangguhan praktik ini merupakan hukuman kedua setelah penutupan program studi PPDS yang dilakukan sebelum penyidikan selesai. Ini jelas merugikan mahasiswa lain dan masyarakat yang membutuhkan layanan medis," ungkapnya.

Ia ikut mengkritik keputusan tersebut sebagai bentuk hukuman yang tidak proporsional dan terlalu dini, terutama mengingat bahwa kasus ini masih dalam tahap investigasi.

Wijayanto menambahkan bahwa Dokter Yan Wisnu dikenal sebagai individu yang penuh integritas dan tidak mungkin terlibat dalam praktik yang merugikan.

3. Masih mempelajari isi surat keputusan

Penangguhan Praktik Dekan FK Undip Semarang Buntut Kasus Dokter PPDSMenteri Kesehatan, Budi Sadikin Gunadi Sadikin (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sementara itu, Dr. Yan Wisnu Prajoko mengonfirmasi penerimaan surat penangguhan dan saat ini sedang mempelajari lebih lanjut isi surat tersebut.

Ia mengaku baru menerima surat tersebut pada Jumat (30/8/2024) dan masih dalam proses mempelajari langkah selanjutnya.

Kasus itu mendapat perhatian luas, terutama setelah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyatakan adanya dugaan perundungan terhadap mahasiswa PPDS. Kemenkes menyebutkan bahwa investigasi menunjukkan adanya bukti kuat terkait dugaan intimidasi yang dialami oleh mahasiswi ARL yang meninggal.

Baca Juga: Polda Jateng Periksa Senior PPDS Anestesi dan Keluarga Dokter ARL

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya