TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Agar Dana Desa Tahun 2022 Tersalur Lebih Cepat

Penyaluran yang tidak tepat waktu menjadi biang keladi

Ilustrasi desa wisata. (IDN Times/Dhana Kencana)

Tantangan utama pelaksanaan dana desa adalah lambatnya penyaluran. Berdasarkan data yang dirilis Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan, secara nasional realisasi dana desa sampai dengan 29 Oktober 2021 sebesar Rp57,23  triliun atau 79,50 persen dari pagu. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan penyaluran tahun 2020 yang sebesar Rp60,47 triliun atau 84,96 persen. Meskipun sebenarnya hal tersebut tidak bisa diperbandingkan, mengingat pada tahun 2020 penyaluran dana desa mulai bulan April 2020 diberikan relaksasi persyaratan penyaluran, sedangkan tahun 2021 relaksasi baru diberikan mulai bulan Juli dalam rangka mendorong percepatan penyaluran dana desa.

Walaupun persoalan rendahnya realisasi merupakan hal yang klise, faktanya masih saja terjadi sampai saat ini. Adanya kebijakan relaksasi makin menegaskan adanya permasalahan dalam pemenuhan persyaratan salur. Salah satu tantangan yang setiap tahun muncul adalah lambatnya penetapan APBDes, yang menjadi salah satu syarat dalam penyaluran dana desa. Padahal sesuai ketentuan, APBDes ditetapkan paling lambat Desember setiap tahunnya.

Baca Juga: Desa Cikakak Banyumas Potensi Jadi Destinasi Wisata Kelas Dunia

Keterlambatan Penetapan APBDes

Ilustrasi rupiah (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Indikasi lambatnya penetapan APBDes dapat dilihat dari pola penyaluran dana desa. Sebagai contoh di Jawa Tengah. Pada tahun 2021, hanya 4 dari 29 kabupaten (14 persen) yang sudah memulai menyalurkan dana desa pada bulan Januari. Itu pun dengan jumlah desa yang hanya 2 persen dari 7.809 desa di Jawa Tengah atau 158 desa.

Sedangkan 9 kabupaten (31persen) baru mulai menyalurkan pada Februari 2021. Sisanya, 55 persen atau 16 kabupaten baru mengajukan penyaluran pada Maret 2021. Dengan kata lain, proses pengajuan dana desa di Jawa Tengah rata-rata baru dimulai pada bulan Februari--Maret. Salah satu penyebab utama adalah belum ditetapkannya APBDes.

Berdasarkan data OMSPAN, dari seluruh kabupaten di Jawa Tengah, proses upload Perdes APBDes tercepat pada OMSPAN dilakukan pada tanggal 13 Januari 2021. Sementara upload paling akhir terjadi pada tanggal 29 Juni 2021. Upload APBDes itu dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) dan menjadi salah satu persyaratan dalam pengajuan salur dana desa ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Khususnya untuk kasus upload paling lambat, hal tersebut menunjukkan bahwa desa tersebut baru bisa menerima penyaluran dana desa pada akhir Juni atau awal Juli 2021. Artinya, hampir 6 bulan, dana desa belum digunakan untuk membangun desanya.

Dari data upload APBDes pada OMSPAN, diketahui rata-rata proses upload APBDes dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2021. Kondisi tersebut memantik dugaan, yaitu APBDes memang benar-benar terlambat ditetapkan. Atau sebenarnya APBDes sudah ditetapkan tepat waktu, hanya saja proses upload APBDes oleh pemda terlambat dilakukan.

Telatnya penetapan APBDes pada akhirnya mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan relaksasi persyaratan salur, dimana sebelumnya pada tahap I mensyaratkan APBDes, berubah menjadi persyaratan untuk pengajuan tahap II. Dengan begitu, untuk tahap I, tanpa APBdes, dana desa sudah bisa disalurkan KPPN kepada rekening kas desa. Meskipun sebenarnya, dalam pelaksanaan penggunaan dana desa akan menemui permasalahan, yaitu bagaimana legalitas penggunaan dana desa tanpa adanya APBDes.

Pada kendala yang dihadapi desa dalam penyusunan APBDes, beberapa di antaranya mengeluhkan peraturan/ketentuan rincian dana desa per desa yang lambat mereka terima. Meski di beberapa kabupaten, hal itu bukan menjadi persoalan dengan strategi atau terobosan yang mereka lakukan. Selain itu, konflik antara pemerintah desa dengan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga kerap menjadi hambatan dalam penetapan APBDes.

Baca Juga: Urgensi Dana Desa untuk Penanganan COVID-19

Berita Terkini Lainnya