[OPINI] Gotong-Royong KPU dan Bawaslu Menjawab Tantangan Kerawanan Pemilu

KPU dan Bawaslu harus kompak nih

Semarang, IDN Times - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) baru saja meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Sebagaimana didefinisikan lembaga penyelenggara pengawasan pemilu itu, kerawanan adalah segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilu yang demokratis. 

Dari angka-angka hasil penelitian yang muncul tersebut, seyogiyanya dapat terpetakan potensi kerawanan di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Dengan demikian diharapkan muncul proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran pemilu dan pemilihan.

Nilai-nilai kerawanan itu juga dapat menjadi dasar bagi semua lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu guna membuat program pencegahan pelanggaran pemilu dan pemilihan demi mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta aman dan damai.

 

1. IKP jadi penanda bahaya yang harus dideteksi

[OPINI] Gotong-Royong KPU dan Bawaslu Menjawab Tantangan Kerawanan PemiluSimulasi pengamanan pemilu (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Indeks Kerawanan Pemilu bak kenthongan yang menjadi penanda adanya bahaya yang harus dideteksi sebelum “pencuri” masuk menjebol pertahanan penyelenggaraan pemilu. Kenthongan belumlah terlambat dibunyikan meski tahapan krusial Pemilu 2024 telah berjalan sejak beberapa bulan yang lalu. 

Setidaknya dua tahapan penting tengah berjalan saat IKP diluncurkan, yaitu penyerahan syarat dukungan bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan pemutakhiran daftar pemilih. Komisi Pemilihan Umum bahkan telah menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu 2024, tepat dua hari sebelum Bawaslu mengumumkan IKP.

Baca Juga: Kasus Kejahatan di Jateng Marak Selama 2022, Ternyata Ini Pemicunya

2. Sebanyak 15 provinsi punya kerawanan tingkat sedang

[OPINI] Gotong-Royong KPU dan Bawaslu Menjawab Tantangan Kerawanan PemiluEri Nofianto Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang. (Dok pribadi)

Dengan empat dimensi yang sama yang diukur sejak pemilu terakhir, kerawanan penyelenggaraan Pemilu 2024 meningkat tajam dibandingkan pada Pemilu 2019. Berdasarkan IKP Pemilu 2019, tidak ada satu pun provinsi yang memiliki kerawanan tinggi. 

Meskipun terdapat 15 provinsi yang angka kerawanannya di atas rata-rata angka kerawanan seluruh provinsi, kerawanan pada level sedang. Kelima belas provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. 

Sedangkan berdasarkan IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, lima provinsi masuk dalam level kerawanan tinggi (DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur); 21 provinsi rawan sedang, dan hanya 8 provinsi yang termasuk rawan rendah (Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu).

3. Tantangan Pemilu 2024 meningkat

[OPINI] Gotong-Royong KPU dan Bawaslu Menjawab Tantangan Kerawanan PemiluIlustrasi. ANTARA FOTO/Novrian Arbi

Bahwa kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 meningkat, sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan. Sebab, pemilu kali ini diadakan serentak di tahun yang sama dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota. 

Hanya selisih sekitar 9 bulan, sehingga penyelenggaraan tahapan Pemilu jelas akan berhimpitan dengan Pemilihan/Pilkada. Tantangannya bagi penyelenggara pemilu tentu lebih besar. Bukan hanya tantangan energi, namun juga tantangan manajerial yang menuntut profesionalitas penyelenggara pemilu.
Sebab, itu baru dari aspek wilayah saja. 

Lebih lanjut, dari empat dimensi yang digunakan Bawaslu dalam mengukur kerawanan pemilu, diketahui bahwa dimensi penyelenggaraan pemilu adalah dimensi paling tinggi yang memengaruhi kerawanan pemilu, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 

4. Ada 24 indikator kerawanan Pemilu

[OPINI] Gotong-Royong KPU dan Bawaslu Menjawab Tantangan Kerawanan Pemilu(Suasana pemilu di Sydney, Australia) www.twitter.com/@KJRISydney

Dimensi ini meliputi hak memilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudikasi dan keberatan pemilu dan pengawasan pemilu. Berdasarkan paparan, dimensi penyelenggaraan pemilu diukur menggunakan 24 indikator. 

Beberapa di antaranya adalah: (1) adanya permasalahan data pemilih, (2) adanya ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu yang merugikan kampanye calon, (3) adanya kampanye yang difasilitasi KPU tidak sesuai dengan ketentuan, (4) adanya penyelenggara pemilu yang menunjukan sikap keberpihakan dalam tahapan kampanye, (5) adanya penyelenggara pemilu yang melakukan pengabaian terhadap protokol kesehatan dalam kegiatan kampanye, (6) adanya gugatan atas hasil pemilu/pilkada, (7) adanya keberatan dan/atau sengketa proses pemilu/pilkada, (8) adanya TPS yang tidak dihadiri oleh Pengawas TPS pada pemilu/pilkada, dan (9) adanya informasi ketiadaan pengawas pemilu tingkat kelurahan/desa.

Indikator-indikator tersebut menjadikan penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu sebagai salah satu aktor dengan pengaruh yang paling besar menyumbang kerawanan penyelenggaraan pemilu. 

Oleh karena itu, untuk meredam kerawanan agar pelanggaran dan kesalahan prosedur tidak menjadi kenyataan yang menganggu proses dan tahapan pemilu, profesionalisme penyelenggara pemilu menjadi keharusan yang utama. Hal ini tentu menjadi tantangan yang tidak mudah dihadapi mengingat gelombang-gelombang yang menerpa penyelenggara pemilu belakangan ini. 

5. KPU dan Bawaslu Menghadapi Kerawanan Pemilu

[OPINI] Gotong-Royong KPU dan Bawaslu Menjawab Tantangan Kerawanan PemiluIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Ancaman kerawanan pemilu semakin membayangi tatkala kita mengingat bagaimana perselisihan antara KPU dan Bawaslu di awal penyelenggaraan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik. Bawaslu mengaku tidak mendapat akses untuk mengawasi pendaftaran dan verifikasi administrasi partai politik melalui Sipol. Keluhan itu masih disampaikan Bawaslu bahkan setelah KPU menetapkan partai politik peserta Pemilu 2024. 

Dari sini tampak bahwa keharmonisan antara kedua lembaga penyelenggara pemilu ini belum kukuh sebagaimana seharusnya. Tantangan-tantangan kerawanan pemilu ini sesungguhnya dapat dijawab oleh dua bersaudara penyelenggara pemilu ini dengan duduk bersama untuk kemudian bergotong royong sesuai dengan tugas, kewenangan, dan kewajibannya. 

KPU dan Bawaslu harus melakukan apa yang mereka sebut dalam program-program yang banyak mereka giatkan beberapa pekan ini yaitu konsolidasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan konsolidasi sebagai kata benda yang berarti perbuatan (hal dan sebagainya) memperteguh atau memperkuat (perhubungan, persatuan, dan sebagainya).

Meskipun kata benda, perbuatan adalah hal aktif yang diperbuat atau dikerjakan. Artinya, bagi KPU dan Bawaslu, konsolidasi adalah kata kerja aktif yang harus digiatkan terus, bukan hanya pada saat kegiatan konsolidasi (nasional) diselenggarakan, namun juga selama tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 diselenggarakan. Konsolidasi tidak cukup hanya dilakukan pada lingkup internal masing-masing saja. Konsolidasi harus dilakukan di antara keduanya, KPU dan Bawaslu. 

Keduanya perlu menjaga profesionalismenya dalam menyelenggarakan pemilu. Pun, keduanya harus saling menjaga dalam kebaikan.

Kenthongan bahaya yang dibunyikan melalui IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 sudah dibunyikan, semuanya harus bangun. Dan yang seharusnya paling utama dan pertama bangun adalah KPU dan Bawaslu. Bangun, berdiri tegak beralaskan undang-undang dan kode etik penyelenggara pemilu, serta bekerja agar apa yang tertuang di dalam IKP tidak menjadi kenyataan.

Eri Nofianto
Mahasiswa Magister Ilmu Politik
Universitas Diponegoro Semarang

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual di Jateng Tinggi, Para Korban Kini Berani Lapor

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya