Es Brasil Purwokerto, Manisnya Kenangan yang Legendaris sejak 1968

- Usaha Es Brasil bertahan lewat tiga generasi
- Es krim Es Brasil bukan hanya soal rasa, tapi kenangan masa kecil
- Produksi tradisional dengan ragam varian dan harga bervariasi
Banyumas, IDN Times - Di tengah gempuran es krim modern yang serba instan dan dikemas mewah, Purwokerto punya satu nama legendaris yang tetap bertahan sejak zaman orde lama, yakni Es Brasil. Namanya tidak asing bagi warga Banyumas dan sekitarnya. Bahkan, bagi perantau yang kembali ke kampung halaman, mampir ke kedai Es Brasil sudah menjadi semacam ritual nostalgia.
Berlokasi di Jalan Suprapto Nomor 25, Kauman Lama, Purwokerto, Kedai Es Brasil berdiri sejak tahun 1968. Nama “Brasil” memang sempat membuat orang mengira es krim itu berasal dari negeri samba. Namun , itu hanya kepanjangan dari kata “berhasil”, doa dari sang pendiri agar usahanya terus maju.
“Nama itu harapannya agar es krim ini berhasil dan dikenal banyak orang,” ungkap Stefanus Aldo Sarwono, generasi ketiga penerus usaha Es Brasil.
1. Tetap bertahan lewat tiga generasi

Sejarah Es Brasil dimulai secara sederhana oleh Winawati Wangsa Putri, seorang ibu rumah tangga yang merintis dari dapur rumah. Modal awalnya hanya semangat dan resep keluarga. Ia membuat es mambo dan menjajakannya keliling kompleks Kebon Dalam dengan termos, dibantu tetangga yang ikut memproduksi.
“Dulu belum ada toko, semua dijual keliling, tetangga juga bantu produksi dan jualan, pemasarannya hanya dari mulut ke mulut,” kenang Aldo.
Kini, Es Brasil tak lagi keliling. Jualannya di kedai yang ramai dikunjungi. Meski tampilan bangunannya sederhana, pelanggan tetap berdatangan karena satu hal yang tak berubah rasa dan kenangan.
2. Es krim rasa kenangan masa kecil

Bukan hanya soal rasa, Es Brasil adalah kenangan. Bagi Kripti, warga Semarang yang rutin mudik ke Purwokerto, Es Brasil bukan sekadar jajanan.
“Setiap ke Purwokerto, pasti mampir ke sini, Es Brasil itu kenangan masa kecil, Rarasanya enak, manisnya pas, ada ketan hitam, kacang ijo. Gak bisa dilupakan,” katanya sambil tersenyum, menggenggam es kotak berbalut styrofoam.
Intan Paramatha, warga Cilacap, juga mengungkapkan hal yang sama. Ia mengenal Es Brasil sejak masih balita.
“Rasanya itu beda, kayak ada sensasi crispy tapi tetap seger, ini jajanan legend dari SD sampai sekarang, dulu seribuan, sekarang naik jadi Rp3.000an, masih murah,” tuturnya sambil tertawa.
3. Bertahan dengan produksi tradisional

Di tengah gempuran mesin canggih, Es Brasil tetap setia dengan metode tradisional. Mulai dari proses pengikatan es lilin pakai tali rafia, pengepakan kotak dengan lilin, hingga proses sortir bahan baku dari kelapa, kacang hijau, hingga kolang kaling semua dilakukan dengan cermat dan manual.
“Sebagian pakai mesin, tapi banyak juga yang manual. Itu yang bikin cita rasanya khas,” jelas Aldo manager umum Es Brasil.
Ragam varian pun bertambah. Mulai dari es lilin, es kotak, stik, hingga cup. Rasa-rasa lokal seperti kelapa muda, durian, ketan hitam, kolang-kaling, dan kacang hijau masih mendominasi. Harga pun bervariasi, mulai Rp1.500 hingga Rp12 ribu tergantung jenis dan ukuran.
Bagi banyak orang, membeli Es Brasil bukan sekadar jajan, tapi juga membawa pulang potongan cerita masa lalu. Selain dimakan di tempat, pelanggan bisa membawa pulang dalam kemasan styrofoam sebagai oleh oleh khas Purwokerto.