Kemenaker dan UIN Saizu Soroti Ketenagakerjaan serta Pendidikan 2045

- Angkatan kerja Indonesia mencapai 153 juta, dengan 7,28 juta pengangguran dan mayoritas pekerja informal.
- Pendidikan menengah menyumbang pengangguran tertinggi, perlu link and match antara sekolah dan industri serta fokus pada upskilling-reskilling.
- Transformasi pendidikan menjadi kunci Indonesia Emas 2045 dengan urgensi adaptif ekosistem pendidikan untuk generasi Z.
Purwokerto, IDN Times - Kementerian Ketenagakerjaan RI merilis gambaran terkini kondisi ketenagakerjaan nasional berdasarkan data Sakernas BPS Februari 2025. Data tersebut mengungkap tantangan besar yang harus segera ditangani, mulai dari tingginya pekerja informal, pengangguran lulusan pendidikan menengah, hingga keterbatasan kesempatan kerja formal.
Paparan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan RI, Prof. Cris Kuntadi, dalam Seminar Nasional "Transformasi Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Mendukung Visi Indonesia Emas 2045 dalam Program Asta Cita Presiden RI" di UIN SAIZU Purwokerto, Selasa (9/12/2025).
1. Angkatan kerja 153 juta, pengangguran masih 7,28 Juta

Cris menyebut dari total 216,79 juta penduduk usia kerja Indonesia, 153,05 juta masuk angkatan kerja. Rinciannya adalah 145,77 juta bekerja, 7,28 juta menganggur, Sementara 63,74 juta penduduk lainnya bukan angkatan kerja, dengan komposisi 16,78 juta masih sekolah, 38,29 juta mengurus rumah tangga, dan 8,67 juta pensiun atau kategori lainnya.
"Angkatan kerja Indonesia terus meningkat, namun penyerapannya harus dibarengi penciptaan pekerjaan yang produktif,"kata Prof. Cris.
Disebutkan bahwa pekerja informal, masih mendominasi, hal ini ditunjukan dengan data bahwa sektor informal masih menguasai struktur ketenagakerjaan yakni formal 38,67%, informal (termasuk setengah menganggur) 56,57%, dan pengangguran 4,76%.
"Mayoritas pekerja kita masih rentan secara perlindungan sosial, perlu percepatan formalitas dan peningkatan skill,"tegasnya.
2. Pendidikan menengah jadi penyumbang pengangguran terbesar

Komposisi pendidikan angkatan kerja SD-SMP 52,72%, SMA/SMK 34,29%, universitas/diploma 12,99%. Ironisnya, kelompok lulusan pendidikan menengah justru menyumbang pengangguran tertinggi pendidikanpengangguran yakni SMA 2.038.893 orang, SMK 1.628.517 orang, Universitas1.010.652, Diploma 177.399, SD-SMP 2.422.846.
"Link and match antara sekolah dan industri harus diperkuat. Kurikulum harus lebih adaptif dan relevan,"ujar Prof. Cris.
Kemenaker menegaskan fokus pada lima strategi Upskilling-reskilling melalui micro-credentials. Selain itu perluasan pemagangan industri, penguatan sistem informasi pasar kerja, mendorong UMKM masuk rantai pasok formal, dan kolaborasi dengan perguruan tinggi dan SMK. "Pekerjaan layak harus bisa diakses semua jenjang pendidikan,"tutup Prof. Cris.
3. Transformasi pendidikan, kunci Indonesia Emas 2045

Selain isu ketenagakerjaan, seminar nasional ini banyak membahas urgensi transformasi pendidikan dasar dan menengah. Rektor UIN Saizu Purwokerto, Prof. Ridwan, menegaskan pendidikan berperan sentral dalam menyiapkan SDM unggul untuk memasuki era digital dan disrupsi teknologi.
"Kita sedang menyaksikan disrupsi terbesar dalam sejarah, pendidikan tidak boleh berjalan seperti pola lama, dan ada empat agenda transformasi pendidikan menuju 2045,"ucapnya.
Prof. Ridwan menekankan tiga kategori skill masa depan yang menjadi keterampilan Abad ke-21 versi WEF. "Pendidikan harus melahirkan generasi unggul dan berkarakter, dan tiga kategori adalah foundational literacies yakni literasi baca, digital, finansial, budaya, competencies yakni berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan character qualities meliputi integritas, empati, dan fleksibilitas mental,"terangnya.
4. Mubarok Institute tekankan ekosistem pendidikan adaptif

Seminar yang digelar oleh Mubarok Institute bekerja sama dengan Kemendikdasmen RI dan UIN Saizu ini menurut Vice President Mubarok Institute, Prof. Sulkhan Chakim pendidikan Gen-Z membutuhkan pendekatan baru.
"Kita tidak cukup memperbaiki kurikulum, kita harus membangun ekosistem pendidikan yang selaras dengan geopolitik, teknologi, dan nilai moral bangsa,"ujarnya.
Acara ini diikuti lebih dari 500 peserta dari kalangan guru, akademisi, dinas pendidikan, hingga media massa, baik luring maupun daring. Mubarok Institute berharap kegiatan ini menghasilkan rekomendasi strategis untuk pemerintah.
"Indonesia membutuhkan pendidikan yang memerdekakan, memanusiakan, dan memajukan,"ujar Prof. Sulkhan.

















